Aku memijit-mijit keningku, sambil duduk santai di teras menunggu Lilis selesai menjemur pakaian di samping rumah.
Tapi Anda jangan berpikir aku juga mencemburui sinar matahari yang jatuh ke pipi Lilis dan mungkin mengecupnya, sekalipun aku pernah membaca puisi seperti ini.
Atau bertanya apakah aku juga tidak rela air di kamar mandi mengguyur dan menyentuh seluruh tubuh Lilis, pagi dan sore pula. Tubuh molek yang mestinya hanya untuk aku, suaminya.
Tenang, aku tidak se"gila" itu.
Aku juga sudah berusaha memperbaiki hubungan dengan ayah Lilis, bapak mertuaku.
Pagi tadi aku mengajak Lilis dan anak-anak gowes sekitaran tempat tinggal kami.
Saat melihat warung bubur ayam Pak Slamet, langganan kami, aku dan Lilis mampir dan membeli beberapa porsi.Â
Kami sengaja tidak makan di tempat, karena selain pengunjung sedang ramai, aku juga berniat makan bersama di rumah mertua.
Sesampainya di rumah, Lilis dan anak-anak tidak masuk dulu, melainkan langsung menuju rumah sebelah, rumah orang tua Lilis.
Aku menyusul beberapa menit kemudian, karena harus masuk ke rumah mengambil sandal terapi yang kupesan secara online.
Alhamdulillah, selain bapak mertua merasa senang atas kedatangan cucu dan anak semata wayangnya, beliau juga sangat senang menerima hadiah dariku.