Saat itu aku menasihatimu dengan sebuah pertanyaaan: "Mengapa engkau biarkan suami engkau mengambil langkah seperti itu?"
Dengan santai engkau berkilah, "Sebelum covid, kami banyak langganan ojek Bu. Kami yakin bisa bayar cicilan motor..."
Aku pulang, dengan perasaan membatu, tak lama kemudian. Aku kecewa memiliki sahabat seperti engkau.Â
Bagiku engkau sudah menjadi istri yang tak dapat memberi saran baik untuk rumah tangga kalian. Terlalu menurut kepada suami yang sekarang menyusahkan engkau. Lalu untuk yang ketiga kalinya menghubungiku guna meminjam uang.
"Aku tak dapat meminjamkan uang, karena gaji suamiku pun tak besar, engkau kan tau?"
Kataku waktu itu dengan sedikit kecewa karena tak bisa membantu.
Tapi sebulan kemudian, seolah engkau tak paham, lagi-lagi engkau berusaha meminjam uang. Dari ujung telepon bahkan engkau menyebutkan sebuah angka sederhana. Tapi aku menolak membantu karena memang tak bisa. Gaji suami alhamdulillah cukup untuk makan. Selebihnya kami hidup cukup prihatin.
*
Di suatu siang yang panas ketika aku selesai mencuci dan menjemur, kalian berdua dan si bungsu tiba di halaman rumah kami.Â
Suami engkau menerangkan kalian baru dari luar kota dan langsung mampir kemari. Mungkin artinya kalian memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum akhirnya benar-benar sampai di rumah.
Akupun memberi bungsu kalian makan serta membuat teh manis . Menemani ngobrol tanpa tau apa sebenarnya isi hati seorang sahabat seperti engkau.