Mohon tunggu...
Ayu Rurisa
Ayu Rurisa Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi Teknik Mekanika

Environtmentalist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bedah Novel Perahu Kertas karya Dee Lestari

24 Februari 2018   20:28 Diperbarui: 12 September 2020   08:16 7259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Novel "Perahu Kertas" merupakan novel keenam karya Dewi Lestari setelah novel Supernova (3 seri), Filosofi Kopi, dan Rectoverso. Novel "Perahu Kertas" bertutur dengan bahasa dan alur yang ringan namun tetap sarat makna. Secara gaya penyajian dan alur, novel ini mirip dengan teenlit, yang mana berisikan lika-liku kehidupan masa remaja dalam proses menemukan kematangannya. 

Novel Perahu Kertas menceritakan tentang perjalanan asmara dua manusia berbakat, Kugy dan Keenan, yang harus berputar-putar dalam untaian benang kusut untuk akhirnya bersatu. Tidak hanya itu, mereka juga dituntut untuk menyelaraskan antara cita-cita dan aturan realita yang saling bertolak belakang. Merekapun juga harus mempertimbangkan tanggapan teman-teman terdekat, sahabat, dan keluarga untuk terus memperjuangkan impian mereka. Hingga pada satu titik dimana mereka sudah mencapai puncaknya, dengan terpaksa dua remaja ini harus mengorbankan perasaannya masing-masing, mengesampingkan kehidupan romansa remajanya untuk sebuah pengakuan. Karakter dua tokoh ini berkembang kearah positif dalam berfikir, mengambil langkah, dan tindakan secara dewasa dalam menyikapi kerasnya realita.

Tema yang diusung dalam novel ini tidak jauh dari persahabatan, percintaan dan impian, sama seperti tipikal novel popular lainnya. Akan tetapi, saat ditelaah lebih dalam tema idealisme dan perspektif realitas yang mendefinisikan kesuksesan dengan harta, tampaknya juga dimuat di dalamnya. Novel ini mengajak para pembaca untuk percaya pada potensi diri dalam mewujudkan cita-cita dan menyadarkan pembaca bahwa, secuil luka yang menyangkut perasaan akan menjadi fatal tanpa adanya keterbukaan masing-masing pihak. Pentingnya sikap pantang menyerah, kejujuran, dan tidak mudah berprasangka buruk terhadap sesuatu juga termasuk bukti tersirat dari hadirnya tema idealism.

"Apa yang orang bilang realistis, belum tentu sama dengan apa yang kita pikirin. Ujung-ujungnya kita juga tahu kok, mana yang diri kita sebenernya, mana yang bukan diri kita. Dan kita juga tahu apa yang pengen kita jalani."(halaman pdf 231)

"...jangan cepat putus asa. Kadang-kadang kanvas kosong juga bersuara. Tanpa kekosongan, siapa pun tidak akan bisa memulai sesuatu." (halaman pdf 265)

Tokoh utama dalam novel karya Dewi ini adalah sepasang remaja dengan bakat yang saling melengkapi. Kugy digambarkan sebagai sosok pendongeng handal dengan imajinasi yang tinggi, gadis periang dan unik hingga ia mendapat julukan "Mother Alien", namun Kugy berwajah cantik natural tanpa polesan dan memiliki otak jenius.

"Tapi Kugy berasal dari kutub yang berbeda. Kugy dikenal dengan julukan "Mother Alien". Ia dianggap duta besar dari semua makhluk aneh di sekolah."(halaman pdf 28)

"...wajahnya membuat ia kelihatan amat cantik. Bibirnya merah tanpa pulasan lipstik, alisnya hitam seperti arang, matanya berkilau, dan semuanya itu seperti dilukis di atas kulit pucatnya yang jernih dalam remang sinar lampu. Sementara jemarinya yang mungil asyik bermain-main dengan ujung rambutnya yang sehalus rambut bayi itu."(halaman pdf 382).

"Kugy telah lulus seminar dengan nilai A..." (halaman pdf 234)

Sementara tokoh Keenan diwujudkan menjadi lelaki bule tampan dengan tinggi semampai, memiliki bakat melukis yang luar biasa, penyayang namun cuek, bertanggung jawab dan jujur.

"Yang ini adalah karya pelukis muda. Menurut saya dia sangat gifted. Karyanya segar, otentik. Dengan manajemen yang baik, menurut saya dia bisa punya prospek luar biasa."(halaman pdf 91).

"Keenan mengangguk, berat. "Saya pasti pulang, Ma. Nggak mungkin saya membiarkan Papa, Mama, dan Jeroen," ujarnya pelan." (halaman pdf 295).

Sebuah cerita akan hambar rasanya jika tidak dibumbui dengan kehadiran tokoh-tokoh pendukung. Oleh karenanya, novel ini juga melibatkan beberapa tokoh pendukung yang membantu untuk menghidupkan cerita. Mereka yang mengambil pengaruh besar dalam pola pikir tokoh utama diantaranya adalah, Noni (sahabat dekat Kugy) sebagai seseorang dengan solidaritas tinggi, disiplin, dan perfeksionis.

"Noni menyandang gelar sebagai "Madam Perfect". Bagi Noni, segala sesuatu harus sempurna dan bebas error." (halaman pdf 169).

Eko (sahabat Kugy dari kecil) sebagai lelaki yang perhatian, humoris ,dan mudah bergaul. Terbaca dari gaya bahasa dan caranya berdialog.

"Gy! Lu kayak gembel baru parah gila! Keren!"(halaman pdf 19).

"Udah gua bilang, jangan sok melankolis di depan gua. Yang ada gua pingin nyolok mata lu,"(halaman pdf 241).

Wanda (kurator muda yang dicomblangkan ke Keenan) sebagai perempuan muda dari keluarga kaya, cerdas, glamourdan cantik sempurna dalam riasannya.

"... Dia baik, pintar, dewasa, dan lu bener, untuk urusan seni, gua ngerasa nyambung banget. Dia juga banyak bantu gua. Gua sadar itu. Urusan cantik? Nggak usah diperdebatkan. Orang buta juga mungkin tahu kalo dia cantik ..." (halaman pdf 128).

Remi (atasan Kugy yang jatuh hati padanya) sebagai direktur muda yang sukses dan mapan, tegas, popular, berpendidikan dan berintegritas.

"... tapi ternyata pemilik biro iklan AdVocaDo ini masih sangat muda, berpenampilan gaul dengan kemeja lengan pendek, jins hitam, dengan wajah tampan dan segar seperti baru keluar dari spa."(halaman pdf 250).

"... tapi karena persaingan ketat demi atensi seorang Remigius Aditya. Sungguh ia tidak sangka, manusia itu sebegitu populernya..." (halaman pdf 275).

Luhde (kekasih sementara Keenan di Bali) sebagai gadis belia yang lugu, berparas ayu dengan senyum malu-malu, tutur katanya bijak, terkesan bagai sosok yang lembut dan ringkih.

"... Kugy tersentuh dengan kehalusan, kecerdasan, dan kedewasaan Luhde. Ia tak menyangka gadis yang terlihat lugu itu mempunyai pemikiran yang bijak dan mendalam, perasaannya halus sekaligus tajam, dan Luhde punya banyak keinginan untuk maju." (halaman pdf 376).

Selain tokoh yang tersebut, masih ada tokoh pendukung lainnya seperti Ojos, Bimo, Lena, Pilik, dan kawan-kawan, yang berperan sebagai pelengkap cerita agar menjadi lebih sedap untuk dinikmati. Pembagian peranan dan karakter dari masing-masing tokohnya begitu proporsional dan sama rata.

Secara garis besar, Jakarta, Bandung, dan Ubud adalah latar tempat utama yang diambil oleh novel ini, sementara Amsterdam sebagai pemanis di bagian pembuka. Secara mendetail latar yang digunakan tidak lain hanya berkutat di tiga daerah utama tersebut seperti, di Kos-kosan dan Kampus Kugy dan sahabat-sahabatnya, Warung Pemadam Kelaparan,dan Sakola Alit yang ada di daerah Bandung.

"...Udah makan malam belum? Pemadam Kelaparan yuk ..." (halaman pdf 53).

"Sekolah itu akan dinamai "Sakola Alit" dan akan mengambil tempat di alam terbuka di daerah perbukitan Bojong Koneng."(halaman pdf 80).

Ada Rumah Keluarga Kugy, Rumah keluarga Keenan, Rumah Wanda, Galeri Warsita, Perusahaan AdVocaDo, Pantai Ancol, dan Kantor Ayah Keenan yang ada di daerah Jakarta.

"Rumah asri yang terletak di daerah hijau di Jakarta Timur itu tampak lengang." (halaman pdf 15).

"...tulisan besar berwarna hijau daun di dinding batu: AdVocaDo. Segalanya masih serba baru. Berlokasi di derah perumahan Jakarta Selatan, gedung mungil dua lantai itu sangat artistik dan bergaya galeri."(halaman pdf 250).

"Warsita memang terkenal dengan koleksi karya-karya pelukis mapan, tapi nggak ada salahnya galeri ini juga memulai membuka peluang untuk pelukis baru." (halaman pdf 92).

"...perahu kertas yang dititipkan Remi padanya, malam bersejarah di pinggir Pantai Ancol..." (halaman pdf 362).

"Hari Senin. Menjelang pulang kantor, Keenan tidak tahan lagi..."(halaman pdf 357).

Dan yang terakhir adalah daerah Ubud seperti Desa Lodtunduh dimana Rumah sekalius Galeri Pak Wayan bersemayam, pura tempat Luhde bertemu dengan Kugy, dan Pantai Kuta.

"Malam ini ia ikut dengan Banyu dan Agung ke Kuta untuk bertahun baru." (halaman pdf 73).

"Meski terletak di Desa Lodtunduh yang agak jauh dari pusat kota, semua orang di Ubud tahu keberadaan kompleks keluarga satu itu. Di sana tinggallah Pak Wayan dan keluarga besarnya, di sebuah tanah berbukit-lembah yang dilewati sungai dengan luas hampir lima hektar." (halaman pdf 69).

"Sementara Luhde sedang pergi ke pura. Sendirian, Pak Wayan menikmati sore harinya di galeri."(halaman pdf 371).

Satu lagi tempat penting dalam novel ini, tempat dimana Kugy dipertemuan dengan Keenan untuk yang pertama kalinya. Tempat dimana mereka berdua merasakan renungan romansanya. Latar tempat yang digunakan adalah kereta lengkap dengan stasiunnya.

"...tiba-tiba terdengar suara yang sangat ia kenal bergaung lewat speaker seantero stasiun. "Panggilan untuk Keenan penumpang..." (halaman pdf 22).

"Di gang antargerbong yang sempit dan berguncang keras, keduanya berdiri sejenak ... tiga kata yang dibisikkan Keenan: "Bulan, perjalanan, kita ...." Baru ketika duduk di bangkunya yang bersebelahan dengan jendela, Kugy menyadari bahwa bulan bersinar benderang di angkasa ... Tiga kata yang tak sepenuhnya ia pahami, tapi nyata ia alami saat ini. Bulan. Perjalanan. Mereka berdua." (halaman pdf 62).

Dalam Novel ini, pengarang menyusun secara kronologis jalannya waktu dalam cerita. Kebanyakan novel ini mengambil jeda satu bulan untuk memulai peritiwa baru, sehingga terkesan seperti cerita dalam buku harian. Novel ini dimulai dari Juni 1999 hingga hari ini (epilog). Selain itu, penentuan letak pagi, siang, dan malam dalam cerita juga tampak jelas. Dengan metode penemepatan latar waktu yang sedetail ini, novel ini dapat menghadirkan gambaran yang jelas pada pembaca perihal kapankah sebuah peristiwa terjadi.

"Amsterdam, Juni 1999 ..."(halaman pdf 1).

Jakarta, malam tahun baru 2001 ..." (halaman pdf 213).

"Dan malam ini, pria itu bahkan memilih bertahun baru bersama mereka di Bali." (halaman pdf 233).

"Kugy membuka mata dan menemukan langit yang sudah semu kemerahan." (halaman pdf 353).

Backgrounddari tokoh utama tidak dicantumkan secara nyata, novel ini hanya menghadirkan segenlintir tentang masa lalu Keenan dan Kugy dan hanya terdapat pada awal-awal cerita. Namun sebaliknya, novel ini lebih berokus pada keadaan sosial disekitar tokoh yang dialaminya saat itu juga. Seperti contohnya, Kehidupan sosial Keenan saat di Bandung lebih santai dan modern ketimbang di Ubud yang terkesan lebih damai dan kental akan budaya yang mana sangat cocok dengan kepribadian Keenan, membuatnya lebih senang tinggal di Ubud. Keadaan sosial di rumah Kugy (The K Family) tergambarkan penuh dengan canda tawa dan keceriaan yang mungkin itulah alasan utama tokoh Kugy terbentuk menjadi pribadi yang lincah. Keributan yan ada pada rumah Kugy terlihat pada kutipan,

" Kugyyyyy! Ada telepoooon! "

"Di kamar mandi kayaknya!" terdengar ada suara perempuan yang menyahut.

"Gy, lama amat sih! Berak ya? Telpon, tuh!" Ada suara lelaki menimpali.

Lalu terdengar langkah kaki berderap menuruni tangga. "Enak aja, lagi diatas taukk! Bentaaaarrr!"

"Berarti, siapa tuh yang di kamar mandi? Kok bau? Woi! ada yang kentut, ya ? Ngakuu!"

"Halo" akhirnya terdengar suara Kugy menyapa." (halaman pdf 67-68).

Hiruk-pikuk sosial yang dialami tokoh dalam masa kuliahnya, menciptakan karakter yang lebih dewasa dari masing-masing tokoh dalam menyikapi konsekuensi setiap keputusan yang mereka ambil. Novel "Perahu Kertas" dominan mengambil alur maju. Pencantuman bulan dan tahun seperti yang telah diurai diatas, secara tidak langsung memaksa cerita didalam novel ini unuk terus berjalan maju.

"Dari SD, Kugy rajin menabung, dan semua hasil tabungannya dibelikan buku cerita anak-anak, dari mulai cergam stensilan sampai buku dongeng klasik yang mahal." (halaman pdf 9).

Akan tetapi, ada juga beberapa scene dimana alur dalam cerita mundur, alur mundur yang dicantumkan disini adalah bayangan tokoh utama tentang kejadian yang pernah dilaluinya, tidak lebih hanya sebagai penjelas dari pertanyaan "Ada hubungan apakah tokoh ini dengan tokoh itu di masa lampau?" agar konflik yang ada dalam cerita tidak terlalu abu-abu.

"Sesuatu seolah membuncah ingin keluar dari dadanya, Lena nyaris tak bisa berdiri dan berucap, tapi ia pun tahu kesempatan ini mungkin tak akan ada lagi. Ia harus bicara. "Aku harus meninggalkan kamu waktu itu. Aku tidak mungkin mengorbankan Keenan dalam perutku. Dan keputusanku bukan karena Adri ... bukan karena hatiku yang memilih dia ... tapi karena kandunganku ...." (halaman pdf 299).

Orang Ketiga merupakan sudut pandang yang dipakai dalam penyajian ceritanya. Dengan sudut pandang ini, saat membacanya bayangan film dari cerita akan muncul seakan pembaca sedang menontonya dalam bioskop, cerita yang terus mengalir setiap katanya. Novel ini lebih banyak menghadirkan dialog-dialog antar tokoh dalam penuturannya.

"Kakinya melangkah besar-besar, matanya terus menekuni aspal. "Kalau nggak begini, kamu akan terjebak terus, Kugy". Seperti merapal mantra, Kugy mengulang-ulang kalimat itu dalam hatinya." (halaman pdf 96).

Seperti yang sudah diuraikan diawal bahwa novel ini mirip dengan chicklit atau teenlit, maka dari itu gaya bahasapun juga akan mirip dengan bahasa sehari-hari. Pilihan kata dan kalimatnya pun juga tidak terlalu istimewa. Puitis yang standard menjadikan pembaca tidak terlalu berat dalam mencernanya. Hampir sebagian besar cerita dari novel ini dibangun dari dialog-dialog antar tokoh daripada penjelasan yang diberikan oleh orang ketiga. Dan gaya bahasa yang dialog tersebut adalah "bahasa anak kampus", semacam "lo" dan "gue". Dan karena gaya bahasa yang seperti inilah novel ini terasa lebih ringan dan cocok untuk dibaca oleh remaja. Meski begitu, kalimat motivasi yang dihasilkan tetap terdengar bijak.

"...terkadang kita harus menjadi sesuatu yang bukan diri kita dulu untuk kemudian menjadi diri kita yang asli. Berputar menjadi sesuatu yang bukan kita, demi bisa menjadi diri kita lagi."(halaman pdf 87).

Gabungan dari keseluruhan unsur intrinsik diatas, yang disajikan dengan selera humor yang renyah, memberikan penggambaran akan intuisi, emosi, dan rasio hingga ketulusan seolah bermain-main dengan lincah. Membuat tokoh dalam cerita ini begitu berkarakter. Dewi Lestari selalu memberikan bobot dalam novelnya dengan hal-hal yang mendetil dan dipikirkan dengan matang sehingga nggak sekedar novel bergenre populer. Dee berhasil meramunya menjadi novel yang cukup menyenangkan meski dengan ending yang tekesan dipaksakan.

Jika diamati lebih detail, dari mulai tema, gaya bahasa, dan penokohan dalam novel ini, kita dapat menarik benang merah adanya keterikatan lingkungan sosial pengarang dengan cerita yang dibuatnya. Dewi Lestari, sang pengarang novel, terlahir sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Yohan Simangunsong dan Turlan br Siagian, tak ubahnya seperti tokoh Kugy dalam novel ini. Mungkin karena itu, Dewi dapat menggambarkan dengan lihai keadaan rumah dengan penghuni yang banyak.

"Pada Minggu siang itu, seluruh anggota keluarganya komplet berkumpul di ruang teve. Keriuhan dan lemparan celetukan menjadi ciri khas setiap kali "The K Family" berkumpul.

 "Jadi, semester depan kamu tinggal skripsi, Gy?" tanya kakak perempuannya, Karin.

"Yup!"

 "Keviiin ... kok lu lelet, siiih? D3 tapi udah mau empat tahun dan masih belum menunjukkan gejala kelulusan. Kalah sama Kugy yang S1," timpal Karin lagi sambil menjitak kepala Kevin, adik laki-lakinya."(halaman pdf 234).

Selain aspek keluarga, alasan pengarang dapat menjelaskan secara rinci latar tempat (Bandung) dalam novel ini daripada novel-novel sebelumnya karena Dee juga lahir, tinggal, bahkan menimba ilmupun di Bandung. Dalam sebuah artikel hasil interview dengan pengarang novel ini, Dee mengakui bahwa ia telah gemar menulis cerita sejak duduk di bangku SD.

"Saya mulai menulis "novel-novelan" sejak kelas lima SD, dan sering mengkhayal cerita-cerita bahkan lebih muda dari itu. Setelahnya saya menulis terus sebagai hobi, sampai lulus kuliah, berkarier di bidang musik, dan akhirnya tahun 2001 saya menerbitkan buku (Supernova episode Kesatria, Puteri, dan Bintang Jatuh)."(diambil dari http://dee-interview.blogspot.co.id/)

Permasalahan rumah tangga yang dialami pada cinta segitiga antara Lena (Ibu Keenan), Adri (Ayah Keenan), dan Pak Wayan (Sahabat dekat Lena) yang menceritakan kisah romansa Lena dan Wayan sebagai Kugy dan Keenan versi lampau, Lena tidak dipersatukan dengan Wayan dengan alasan Keenan yang telah bersemayam di perutnya hingga Lena terpaksa untuk menjalin rumah tangga dengan Adri. Meskipun keduanya tidak saling berjumpa selama bertahun-tahun, fakta bahwa perasaan masing-masing masih hidup tidak bisa membuka kemungkinan keduanya untuk saling melupakan.

Hal yang sama juga terjadi pada pengarang novel ini. Dee resmi bercerai dengan suaminya setelah usia pernikahannya yang tiga tahun dan mereka telah dikaruniai putra dengan nama Keenan. Setelah itu, Dee kembali menemukan tambatan hatinya,yang mana teman dekatnya dulu, seperti apa yang telah diilustrasikan Dee dalam novel ini.

Akan tetapi, tidak semua pembaca setuju bahwa kemiripan yang ada dalam novel ini dengan kehidupan nyata pengarang, mengindikasikan bahwa Dee benar-benar mengalami kisah ini. Karena dalam suatu interview, Dee pernah mengungkapkan,

"Ketika kita membuat fiksi bagus, (adalah) ketika kita berhasil membuatnya seperti non fiksi. Sebaliknya, ketika bikin non fiksi bagus, orang yang baca akan seperti membaca fiksi. Asik, ngalir."( Dikutip dari https://ulvi90.wordpress.com).

Terlepas dari itu semua, setia penulis memiliki ciri khas nya masing-masing dalam menyampaikan gagasannya.

Kehidupan sosial, kondisi psikis, dan permasalahan yang dialami oleh pengarang secara tidak langsung mengambil pengaruh besar dalam setiap cerita yang dihasilkannya. Bisa jadi mereka terinsipirasi dari konflik yang pernah mereka alami, bisa jadi pula tanggapan mereka tentang dunia nyata. Pada intinya, setiap tulisan mencerminkan pengarangnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun