"Kita tinggalkan." Suara agak tertahan.
"Kita akan dituduh sebagai kelompok yang tak tahu berterima kasih. Kita seharusnya tenggelam bersama-sama Pak Lurah."
"Tenggelam? Maaf, ya ...! Saya mau beli HP baru, baju baru, juga tiap malam Minggu bisa makan kacang dan beberapa botol minuman. Hahaha!"
"Kamu keterlaluan!"
"Apa salahnya? Segala tuntutan hidup harus disiasati. Untuk saat ini profesi peniup terompet masih sangat dibutuhkan. Dan saya tahu bahwa saya seorang yang cerdik. Hahaha ...!"
"Maksudmu, bagaimana?"
"Pak Lurah tak bisa lagi menjadi gantungan hidup. Kita ini tak ubahnya seperti tentara bayaran. Kesetiaan kita hanya kepada Tuan yang mau membayar. Tak peduli siapa orangnya. Sekalipun kita diminta untuk mendorong Pak Lurah sekarang, lebih cepat masuk jurang."
***
Ruang tunggu sebuah rumah sakit, Oktober 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H