***
Sedang Awang, Awang sendiri tak pula hendak memaksakan kehendak orang tuanya.
"Aku tahu diri," katanya, saat kami bertemu empat mata. "Sekarang umurku 32. Dan aku, kamu tahu sendiri, aku tak pandai bergaul. Konyol sekali kalau aku menolaknya. Selain itu ... aku memang suka dengan kamu," Awang berkata lirih. Ia tak berani menatapku.
Hening sejenak. Perasaanku campur-aduk.
"Kamu, kalau kamu tak bersedia ..., mungkin, mungkin agak berat bagimu melawan orang tuamu. Terutama kepada ibumu."
Hening lagi.
"Ada satu cara. Perjodohan ini bisa dibatalkan lewat keluargaku. Biar nanti kucarikan alasan kepada orang tuaku. Walaupun, itu ... menyakitkan hatiku." Awang menatapku.
Kini giliranku yang tak berani membalas tatapan Awang.
***
Dan akhirnya aku mau menikah dengan Awang. Demi Ibu.
Awang, ah, dia lelaki yang baik. Ia selalu berusaha memanjakanku, meskipun ia tahu aku tak mencintainya. Tampak sekali ia ingin menunjukkan rasa cintanya kepadaku. Aku sendiri, semampuku, melayaninya sebagai seorang istri.