Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Beberapa yang Nganu dari Penulis Puisi, Nomer 4 Jangan Dibaca

22 Januari 2023   19:39 Diperbarui: 22 Januari 2023   20:03 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nganu yang kedua, enggan belajar.

Efek turunannya setelah malas membaca, tentu, enggan belajar. Sehingga puisi yang dihasilkan hanya sekadar memindahkan erangan di buku harian. Atau rentetan kalimat dipenggal-penggal beberapa bait -- seolah-olah -- menjadi puisi.

Puisi adalah salah bentuk sastra yang cepat berkembang. Bebas, bahkan terkesan selalu mendobrak pakem-pakem yang sudah ada. Makanya terasa nganu kalau menulis puisi harus taat teori. 

Puisi harus dipenggal beberapa bait, dalam satu bait harus sekian larik, dalam satu larik musti sekian kata. Untuk penulis pemula bolehlah teori itu dipegang.

Dulu, penyair tahun 30-an, puisinya masih tema romantis, dengan gaya tutur mendayu-dayu. Datang Chairil Anwar mengacak-acak itu semua: "Kalau sampai waktuku ...!"

Chairil dan penyair setelahnya mendobrak "aturan-aturan" cara berpuisi. Tema dan cara ucap yang beragam. Tak melulu soal rindu dan cinta. Mereka menyelipkan dinamika sosial, budaya, politik, yang terjadi pada masanya.

Sebagai contoh, ada Taufik Ismail menulis antologi Benteng dan Tirani. WS Rendra dengan sajak-sajak protesnya. Juga Goenawan Mohamad, memotret Tentang Seseorang yang Terbunuh di Hari Menjelang Pemilihan Umum: "... seorang pun mengenalinya. Ia bukan orang sini, hansip itu berkata.//
"Berikanlah suara-Mu."// Di bawah petromaks kelurahan mereka menemukan liang/ luka yang lebih. Bayang-bayang bergoyang sibuk dan beranda/ meninggalkan bisik. Orang ini tak berkartu, ia tak bernama./ Ia tak berpartai. Ia tak bertanda gambar. Ia tak ada yang/ menangisi, karena kita tak bisa menangisi. Apa gerangan/ agamanya?// "Juru peta yang Agung, di manakah tanah airku?"// ...."

Juga, Yudhistira ANM Massardi, dengan puisi humor, nakal, bahkan satire. Lihat Sajak Sikat Gigi yang ditulisnya.

Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur
Di dalam tidur ia bermimpi
Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka

Ketika ia bangun pagi hari
Sikat giginya tinggal sepotong
Sepotong yang hilang itu agaknya
Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali

Dan dia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun