Tapi, heh? Mendadak kami terdiam. Istri sendiri? Itukah yang kuucapkan tadi?Â
Malamnya ia minta izin agar ibunya bisa tinggal bersama, sampai anaknya lahir.Â
"Nanti saja kalau sudah lahir, baru kita kabari."
"Tapi, tapi..., aku, aku...?"
Aku mengerti maksudnya. "Soal nyuci dan masak biar aku yang mengerjakan."
"Kamu...?" suara Sherly seperti tak yakin.Â
Aku mengangguk.Â
"Kamu bisa masak?"
"Nggak. Kamu mau ngajarin?"
Sherly tersenyum, mengangguk.Â
Kemudian hari-hari selanjutnya kurasakan hubungan kami terasa begitu dekat, yang selama ini satu sama lain begitu asing. Biasanya kalau berbicara dengan Sherly hanya seperlunya, kini aku bisa mendengarkan Sherly agak lama. Bahkan pernah kami berdua tertawa lepas. Pasalnya, nasi goreng yang kubuat keasinan.Â