Akhirnya kesempatan itu datang.Â
Aku menyuruh istriku menelepon pedagang keliling itu, berpura-pura akan membeli barangnya. Istriku terheran-heran. Tapi setelah kuberi sejumlah uang ia terdiam. "Terserah kamu mau beli apa saja," kataku. Ini teori Sun Tzu yang lain, gebah rumput sekitar agar ular keluar dari sarang.Â
Setelah diberi tahu istriku, bahwa pedagang keliling itu akan ke rumahku membawa barang dagangannya, aku tersenyum dalam hati. Mm, ular itu telah keluar dari sarang. Ini saatnya menyerbu pertahanan musuh.
Diam-diam aku menyelinap keluar, dan mengambil daganganku di rumah temanku. Dengan motor aku aku menuju ke rumah pedagang keliling itu. Benar saja, pedagang keliling itu tak ada. Kudapati hanya istrinya.
Layaknya seorang pedagang berpengalaman, aku menawarkan daganganku kepada istri pedagang keliling itu. Sudah kuduga, ia tak berminat.Â
"Ini murah. Semuanya cuma sejuta."
"Sejuta? Barang dari maling, ya?" perempuan itu curiga.
"Enak aja. Lihat saja notanya."
"Tiga juta, semuanya lebih tiga juta? Kenapa mau dijual murah?"
"Aku mau pindah rumah. Tak mungkin kan barang ini aku bawa. Makanya aku obral, yang penting jadi duit."
"Tapi saya cuma punya uang delapan ratus."
"Delapan ratus ribu?"
Perempuan itu mengangguk. Â Â Â
Akhirnya aku sepakat menjualnya seharga delapan ratus ribu. Kulihat istri pedagang keliling itu begitu senang. Aku lebih senang lagi.Â
***
Ternyata begitu mudahnya. Aku membayangkan pedagang keliling itu terkejut melihat apa yang dibeli istrinya, kemudian marah. Istrinya tak terima, bertengkar. Rasakan, aku tersenyum. Sehebat apa pun ia berdagang, tak mungkin ia bisa menjual semuanya. Itu pun ia membutuhkan waktu yang lama.
Kini aku merasa suasana begitu nyaman, tenang, tak ada lagi pertengkaran. Sebuah suasana yang sudah lama tak kurasakan.