Gelombang ombak menghantam Tiwi. Pantai masih sekitar dua belas meter jauhnya, tapi setidaknya daratan sudah terlihat. Dia membuang setengah isi paru-parunya saat aku mengayunkan satu tangan untuk mencoba berenang ke pantai. Perutnya melilit kektika sesuatu yang kasar seperti amplas menyapu pergelangan kakinya ... lagi. Secara naluriah Tiwi menoleh ke belakang dan menelan ludah, berharap itu adalah sesuatu yang tidak berbahaya. Penyu, mungkin?
"Aku merasakan sesuatu."
Zaki menjejak air beberapa meter di belakangnya. "Maksud lu ikan?"
"Aku... aku tidak tahu. Airnya terlalu gelap."
"Paling batu, Wi. Lutut gue baru aja kegores, tapi tenang, gue baik-baik aja, kok."
Miko mengepalkan tangannya saat dia tegak menjulang setinggi satu meter dari permukaan air, mungkin berdiri di salah satu formasi batuan di dasar pantai yang semuanya tertutup rumput laut berlendir. Sebaiknya mereka mulai berhati-hati terhadap karang yang bergerigi karena semakin dekat ke pantai.
"Ayo, Mik!" teriak Tiwi. "Kakiku udah kangen nginjek tanah kering."
Tatapan Mikomenerawang. "Hei, ada yang nggak beres."
"Kamu tenggelam," seru Tiwi.
Alis Miko berkedut saat air berputar di sekitar lututnya, pinggangnya, dadanya, dan kemudian lehernya. Dia mengepakkan tangannya seolah-olah berjuang untuk menjaga keseimbangannya.