Ada yang aneh dengan toko itu, tapi dia tidak bisa menjelaskannya. Dia mencoba untuk mengungkapkannya, tetapi dia tidak bisa. Bagai lelucon buruk beraroma busuk yang tak bisa lenyap dari alam bawah sadar hingga terbawa mimpi saat terjaga di siang hari.
Sesuatu menariknya ke toko itu. Dia pernah masuk sekali, dilayani oleh seorang gadis remaja dengan rambut warna-warni cerah dan mata bulat indah. Tetapi ada sesuatu di matanya yang mengganggu. Tangannya tak pernah keluar dari saku celana.
Semuanya dimulai dengan selembar kertas.
Tapi apa maksudnya itu? Apa maksud semua itu?
Pintu terbuka, dan Agung berdiri, kepalanya terangkat.
"Selamat pagi, Komandan," katanya kepada pria bertubuh gemuk berkacamata yang masuk. "Saya baru saja melakukan penyelidikan lebih lanjut tentang ... kasus ini."
AKBP Jayus mendengus dan menggelengkan kepalanya, menaikkan kacamatanya yang melorot. "Agung ..." dia memulai.
"Komandan," dia memotong. "Saya hampir mendapatkannya. Saya bisa merasakannya. Saya bisa menuntaskan yang ini."
AKBP Jayus menutup pintu di belakangnya. Menutuonya dengan suara keras.
"Kamu terus-menerus membicarakan omong kosong ini, Agung. Saya telah cukup mengulur-ulur waktu untukmu. Waktu yang panjang dan lama. Yang sangat panjang dan sangat lama." Dia menatap Agung. "Dan apakah saya terlihat seperti orang yang suka mengulur waktu, Detektif?"
"Tidak, Pak," Agung menggelengkan kepalanya. "Tapi, itu tidak akan sia-sia, Pak, percayalah." Dia menuju ke papan tulis dan mengambil gambar dari dinding. "Bapak Lihat perempuan ini?"