Dia berpikir sejenak. "Ya. Pastur dari Serang dan awak kapal pukat."
Sepertinya aku tidak mendapatkan apa-apa, namun aku tetap merasa ada sesuatu yang sangat salah.
Dr. yang biasanya humoris kini cemberut. "Apa sebenarnya maksud dari semua ini? Mengapa Anda begitu tertarik pada Diego?"
"Aku hanya penasaran," kataku.
"Ayolah, Tuan Handaka," kata dr. Nasir mendesak. "Mustahil Anda melakukan perjalanan yang panjang hanya karena penasaran."
"Hanya kebetulan aku lewat Anyer," kataku santai.
Dokter itu tampak tidak yakin dan sedikit kesal. "Saya minta maaf Anda tidak ingin menjelaskan keingintahuan Anda lebih jauh," katanya kaku. "Saya dapat meyakinkan Anda bahwa saya tidak punya kebiasaan menyatakan seseorang sudah meninggal padahal dia masih hidup." Dia memberikan senyum dingin. "Saya memiliki nama baik untuk dijaga."
Aku minta maaf. "Aku tidak bermaksud --"
Kalimatku terpotong dengan kehadiran Danar. "Ada menelepon Anda, Tuan Han."
Ini mengejutkanku. Tak seorang pun kecuali Joko tahu bahwa aku ada di Anyer. Mungkin juga Joko, tapi aku meragukannya. Dia bukan penggemar telepon.
"Siapa namanya?" aku bertanya.