Jerit tanpa Judul
Aku akan membakar, lagi
layaknya Nero bumihanguskan Roma
mati-matian berusaha puaskan dahaganya
seperti yang dilakukan komunis sosialis
mencoba mengalahkan masa lalu
buku demi buku sastra religi berikut penyairnya
jika itu akhirnya akan menghapus puisimu
dari ingatanku
kata-kata peredam rasa sakit
dan cintamu untuk kekasih lain
mengalir asam di lukaku
dan dari dalam ke luar
semen mengeras
mengubahku jadi batu
Pancuran Adrenalin
setelah kamu menciumku
tak bisa makan, minum, tidur, berak, napas
membeku waktu menyelimutiku
bagai kepompong
tetes air liur mendidih darah
tetesan keringat
basahi air mata
ingatkan pada Caliban bermata tiga
lidahnya bercabang
Imaji bermigrasi dari puisi ke puisi
bertentangan dengan gairah keinginan
menjelaskan dengan takjub
jarak tipis nafsu dan cinta
perjalanan pulang pergi antara kini dan neraka
'ku berlatih dengan susah payah, gumammu
bibir masih melekat
lamunan bekelindan melilit
seperti pohon telang berputar di pagar
matamu terbakar
membuatku layu
seperti sinar-X
menghukum
remah rengginang dan asam lambung
dari fajar hingga senja
Kisah Penjajah
Kawanku dari seluruh dunia mempertanyakan hak
untuk menceritakan kisah ras lain
tapi aku keras kepala
terus menulis kisah tentangmu
menulis dalam diam
di kamar losmen melati yang norak
dua sisi dunia
kau ukir kata-kata langsung di kulit
seperti pendeta penebusan dosa
dosa orang lain
darah dalam noda penuh curiga
menetes seperti siksaan air Cina
setetes demi setetes
mengubahmu
dari korban menjadi eksekutor
rasa nyeri menyebar di udara
aroma harum bunga mawar
menunggu untuk diberi nama
suku kata  menyelinap menginseminasi
hubungan intim tanpa kelembutan
fertilisasi in-vitro
akhirya membenarkan
sperma menggeliat dipilih secara acak
dari gelas plastik
menembus telur di luar kehendak
penulis membungkuk di atas meja
masih berjuang untuk mengerti arti
makna setiap aksara
dan ketika maut datang
warna tak lagi jadi problema
Bandung, 25 Maret 2022