Aku ingin berbicara tentang aritmatika, tentang jarak dan kecepatan dan waktu-waktu yang dibutuhkannya untuk mencapai kota terdekat. Jarak yang harus dia tempuh untuk kembali ke rumah.
Dia ingin menceritakan dongeng, dan percaya pada sihir.
"Kamu bisa pergi kapan saja kamu mau." Itu menyakitkan baginya ketika aku mengatakannya. Akupun tak suka.
Aku dapat mendengar suara makhluk-makhluk malam yang mendekat, dan berjalan di sekeliling tenda kami, maksudku, tendaku. Aku membangun emiliki tempat berteduh di dekatnya, tetapi aku lebih suka udara terbuka.
Aku menata ulang ruang: bulu di sini, batu di sana, setetes ludah dan kata-kata yang tepat diucapkan.
Kata-kata terbakar bagai asam di lidah, dan jari-jariku menyengat tempat yang telah menyentuh komponen mantra.
Roh-roh di dalamnya memohon untuk digerakkan dengan suara yang hanya bisa kudengar, seolah-olah ditahan sama menyakitkannya bagi mereka seperti melepaskannya bagiku. Pengunjung malam kami pergi menjauh.
"Dia dikutuk, dan tak bisa pergi," katanya lagi. Suaranya rendah, hampir seperti bisikan.
"Dia bertemu dengan seorang wanita yang ingin dia biarkan sendiri, dan tidak ada yang bisa membuatnya pergi."
"Kau hanya bersikap sebaliknya," katanya, dan aku bisa melihat kepedihan di wajahnya dalam cahaya api.
Dia benar tentang itu.