"Ikuti aku," kata Saras, melompat dari batu ke batu. Berikutnya batu kuning yang sepertinya bertabur bijih emas. Tidak ada batu hijau yang bisa dijangkau, jadi Saras melompat ke batu berwarna biru, lalu menggunakan batu lembayung untuk melompat ke seberang.
Sanjo mengikuti, mengatur tempo setiap lompatan dengan hati-hati. Sesampai di darat, dia menyeka keringat dari dahinya. "Kamu sebenarnya seekor siluman kijang, ya?"
"Mungkin." Saras meraih tangannya. "Ayo. Masih ada satu ujian lagi."
"Tunggu." Sanjo mengerutkan kening ke langit. "Ada dua bulan purnama di atas sana."
Saras berhenti dan mendongakkan kepala. "Ha."
Keduanya saling menatap. "Jika kita gagal dalam ujian terakhir ini, apakah kita masih bisa pulang?" tanya Sanjo.
Saras menggigit bibirnya. "Sebaiknya kita tak usah memikirkannya."
Mereka menerobos semak-semak yang rimbun sambil memotong ranting dan daun, membuka jalan ke tempat yang terbuka. Di tengah, berkas cahaya terang menyentuh rerumputan, deretan warna merah hingga ungu.
Napas Saras tercekat. "Cantiknya."
"Begitulah," kata Sanjo. "Dan aku rasa kita sudah berhadapan dengan ujian terakhir kita."
Di bawah ujung pelangi, sebuah batu berukir tergeletak di rerumputan. Saras membaca tulisan ukiran itu keras-keras.