Aku tertawa. "Kedengarannya seperti kucing yang cerdas!"
"Seseorang bilang kamu tinggal sendirian di rumah bergaya Neo Renaisans yang besarnya pakai banget. Apakah kamu enggak kesepian?"
Aku tersipu. Jangan-jangan di jidatku tertulis besar-besar dengan spidol, 'Duda Kesepian'? Sejak Tinneke pergi setahun yang lalu.
"Tidak juga."
"Boleh aku main ke rumahmu?" Dia menyunggingkan senyum manis yang menawan, merapikan rok hitam sedikit di atas dengkul. Kaki yang ramping panjang dengan kuku dicat oranye.
***
Jadi, sebagai kurator dan pelindung masyarakat seni di wilayahku, aku menunjukkan kepadanya galerku yang menampung sejumlah karya terbaik warga kota.
Dia menelusuri kukunya di atas pemandangan laut yang murung yang dieksekusi dengan cat minyak.
"Hati-hati! Itu lukisan mahal!"
"Ini dilukis oleh buyutku Mahmudi. Dia tinggal di Cilacap."
"Betulkah?"