"Astaga, Bang! Makanya harus sering gaul sama kita. Abang belum merencanakan si Vlad nanti kuliah di mana?" Alize menoleh padaku, matanya membelalak tak percaya.
"Yah, kami membelikan celengan kodok di samping tempat tidurnya untuk menabung uang kembalian belanja. Tapi kami akan membiarkannya tumbuh dewasa dulu."
Aku gagal mengimbangi pembicaraan tingkat tinggi ini. Aku mulai berpikir untuk kabur dri tempat kejadian ulang tahun bocah.
"Anak Abang bisa apa?"
Kini semua mata tanpa berkedip tertuju padaku, menanti jawaban pasti.
Aku berpikir keras. Memang, anakku bisa minum nimnuman bersoda, lalu bersendawa dan kentut berkali-kali layaknya orkestra angin, tapi kami tidak ingin membanggakan hal itu.
Anakku baru saja hampir membakar rumah ini karena menjatuhkan lilin ulang tahun ke taplak meja. Dan aku tahu beberapa pembakar terkenal di luar negeri yang menjadi inspirasi serial televisi.
Akhirnya aku berhasil kabur ketika semua orang sibuk memadamkan api.
Aku tidak meyebut anakku Vlad the Burner tanpa alasan. AKu dan putraku membahas tentang bahaya kebakaran dan pentingnya menjaga keselamatan dalam perjalanan pulang, tapi pikiranku sebenarnya tertuju pada hal lain.
Membaca tulisan di atas kalian ngeri, enggak?
Selow, bro 'n sis.Â