Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jubah Hitam Seorang Janda (Menulis Novel Bareng)

10 November 2021   08:59 Diperbarui: 10 November 2021   10:21 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Catatan untuk pembaca: Bagian pertama proyek 'Nulis Novel Bareng' Real Authors Society (RAS)***

Maryam melepaskan mulut balon dari bibirnya, lalu mengikatnya dengan cepat. Membaca angka di arloji pintarnya. 12:12. Pesta akan dimulai jam empat sore dan untungnya dia masih punya cukup waktu untuk menyiapkan semuanya. Sudah cukup banyak balon yang ditiup, tinggal disatukan dengan benang saja.

Dia berharap Hafiz akan segera kembali untuk membantunya. Menjadi satu-satunya wanita bergamis di lingkungan itu benar-benar menantang, tetapi semoga, pesta ulang tahun yang mereka selenggarakan untuk Aisyah akan memberi mereka pengakuan yang mereka butuhkan dari para tetangga.

"Sayang, kita tidak perlu orang-orang ini menyukai kita," ujar Hafiz kepadanya ketika mereka pindah ke sini beberapa minggu lalu.

Tapi Maryam ingin orang-orang menyukai mereka Tatapan bermusuhan yang dia terima setiap kali dia berjalan-jalan atau di pusat perbelanjaan dekat kompleks lebih dari yang bisa dia terima. Dia ingin Aisyah tumbuh di lingkungan yang ramah sehingga dia tidak takut menjadi seorang gadis berpakaian syariah. Hafiz tentu saja tidak menganggapnya sebagai masalah besar.

 Akhirnya Maryam dengan cemerlang mengemukakan ide pesta ulang tahun dan mengundang beberapa tetangga mereka. Mudah-mudahan, beberapa akan muncul.

Dia sedang mengikat pita di salah satu balon ketika laptopnya berbunyi. Sekilas dia melirik ke tempat laptop tergeletak dan melihat inhaler Hafiz di sampingnya.

Suaminya ketinggalan inhalernya. Dasar pelupa!

Mungkin dia harus mengikatnya dengan tali dan menggantungkannya di leher Hafiz.Dengan begitu, dia tidak akan pernah meninggalkan benda penting itu lagi. Mungkin bunyi notifikasi pesan yang masuk dari suaminya.

Maryam mengklik tombol 'Enter' pada keyboard, tetapi yang muncul di layar Google Meet adalah wajah mitra kerjanya.

"Halo Mike," Maryam menyapa tanpa semangat. Mikail adalah temannya di departemen IT tempat dia bekerja.

"Hei Maryam, bagaimana kabarmu?"

"Baik. Ada apa?" Maryam menjawab sambil membawa balon lain ke bibirnya.

Alis Mike terangkat. "Wow! Niup balon bukan kerjaan perempuan. Di mana Hafiz?"

"Dia belanja bersama Aisyah, sebentar lagi juga balik." Dia mengikat salah satu ujung balon hijau ke ujung balon hijau yang lain.

"Kamu lagi ngapain?"

"Biasa, lembur. Biarpun weekend, Bos mana mau kantor kosong enggak ada orang." Mike membungkuk pura-pura tidur.

Maryam tersenyum. "Dasar manusia gila kerja. Enggak ada cewek yang mau sama cowok yang punya waktu buat jalan bareng. Kamu datang, kan?"

"Oh tentu! Mana pernah aku nolak makan gratis," balas Mike. "Udah ada tetangga yang datang?"

Maryam mengangkat bahu. "Belum. Baru jam dua belas, mereka paling datang sekitar jam empat."

Mike tersenyum. "Aku suka semangatmu. Hafiz ngerti kenapa kamu melakukan ini?"

"Yah, kurasa dia tahu." Maryam terdiam sejenak. "Dia tidak terlalu peduli apakah tetangga kami menyukai kami atau tidak. Aku percaya kami perlu menunjukkan kepada para tetangga bahwa tidak semua yang berpakaian sesuai syariat adalah teroris. Aku justru percaya bahwa kami muslim adalah korbannya. Aku tidak tahu mengapa mereka---"

Dia berhenti karena Mike tertawa. Maryam bahkan bisa melihat jakunnya yang menonjol naik turun saat dia tertawa terbahak-bahak.

"Aku serius Mike. Berhentilah tertawa, kamu tidak tahu bagaimana rasanya tinggal di sini."

"Maafkan aku." Tawa Mike berubah menjadi senyum. "Kalian tidak terlihat seperti teroris. Aku ingin tahu apa yang akan mereka lakukan ketika mereka melihat tato dan antingku. Mungkin aku harus datang dengan kepala terbungkus sorban dengan janggutku..." Dia mulai tertawa lagi. Kepalanya sedikit tertekuk saat dia menatap ponsel di tangannya.

"Jangan coba-coba Mike, atau aku yang akan memanggil polisi untuk menangkapmu. Sudah lima tahun kami menikah dan aku seharusnya terbiasa dengan tatapan sinis dari orang-orang, tetapi ... setiap ada berita tentang terorisme, kami semua harus menderita karenanya. Ini sangat tidak adil. Bagaimana jika Aisyah tumbuh dewasa---"

Maryam berhenti bicara ketika dia menyadari bahwa Mike tidak lagi memperhatikannya. Sebaliknya, mata dan mulutnya terbuka lebar karena terkejut.

"Mike! Ada apa? Kamu baik-baik saja?"

Mike menatapnya khawatir. "Kamu bilang Hafiz belanja---ke mana?"

"Ya, toserba dekat rumah. Ada apa?"

"Ya Tuhan!" seru Mike, seorang atheis, dengan bibir gemetar.

"Ada apa, Mike?" suara Maryam nyaris berbisik, tapi menuntut lebih banyak.

Mike memejamkan mata, menggelengkan kepalanya dengan sedih.

"Mike, demi Tuhan! Ada apa? Apa yang terjadi dengan Hafiz?"

Mike membagikan file videoyang segera dimutarnya.

Adegan itu agak goyah pada awalnya dan sedikit ke samping, seolah-olah siapa pun yang merekam video berusaha untuk tidak ketahuan.

Dia melihat dua orang berseragam hitam-hitam. Wajah mereka tertutup helm, berhadapan dengan seorang pria berbaju gamis kelabu dan celana cingkrang yang dikenalnya. Suaranya berisik. sulit baginya untuk memahami apa yang sedang terjadi.

Hafiz sepertinya sedang memprotes sesuatu. Dia merentangkan tangannya, dengan panik melambaikan dompetnya pada pria berseragam yang memegang borgol di tangannya.

Sayang, apa yang kamu lakukan? Maryam bertanya dalam hati, jantung berdetak kencang.

Hafiz tampak semakin marah, sepertinya dia melawan. Terkadang suaminya bisa sangat keras kepala saat dia tahu apa yang menjadi haknya.

Maryam tahu apa yang akan terjadi selanjutnya jika suaminya kehilangan kendali. Dia akan membutuhkan inhalernya.

Hafiz merogoh sakunya dan pada saat yang sama memukul dadanya dengan tangan yang lain berulang kali.

Maryam menutup mulutnya dengan tangan sambil terus menonton. Dia tahu, suaminya kehabisan oksigen....

Salah satu pria yang lebih kekar dengan dagu persegi sedang berbicara dengannya. Rahangnya mengeras dan alisnya saling bertabrakan saat dia menusukkan jari telunjuknya ke dada suaminya berkali-kali.

Hafiz berdiri dengan lengan terentang. Matanya terpejam, kepalanya menunduk sambil mengigit bibir bawahnya. Tepat ketika pria itu berhenti berbicara, dia berusaha pergi. Mendadak pria yang lain mencekiknya dari belakang dengan lengan melingkari leher Hafiz. Yang pertama ikut bergabung dan bersama-sama mereka menekan Hafiz agar berlutut.

Saat melakukan itu, mereka tertawa....

Hafiz telungkup di lantai, berbaring menghadap ke bawah dan tangannya diborgol di belakangnya. Dia sepertinya mengatakan sesuatu, Maryam bisa melihat ketakutan di matanya, tetapi kedua pria itu menertawakan....

Pria yang sama meletakkan kakinya di punggung Hafiz, menekannya kuat-kuat ke lantai. Sebatang rokok berasap menggantung di sudut bibirnya yang pecah-pecah. Lalu dia membungkuk ke wajah Hafiz yang meringis kesakitan, dan mengembuskan asap dari lubang hidungnya yang melebar ke wajah Hafiz. Kemudian dia menyeringai, memperlihatkan giginya yang hitam karena nikotin.

Hafiz memejamkan mata dan mulai tersentak. Berkali-kali. Matanya mendadak terbuka menunjukkan kengerian yang sangat. 

Kedua pria itu  mencoba berbicara dengan Hafiz.  

Pada saat yang sama, kamera memperbesar wajah suaminya, membuat video lebih buram. Dia tidak lagi menyentak. Tampak lemas dan matanya melebar terbuka, tidak berkedip dan mulutnya menganga. Pria yang merokok mencabut benda berasap itu dari bibirnya dan bertukar pandang dengan yang lain. Pria yang kedua meletakkan telapak tangannya ke hidung Hafiz.

Maryam bisa membaca gerakan bibirnya saat dia berkata, "Mati."

Sumber ilustrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun