Eva tersenyum polos, mengibaskan rambut lurusnya yang sebahu.
Aku mengangguk padanya. "Ini Eva."
Eva mengulurkan tangannya. "Hei, Fer. Senang berkenalan denganmu."
Bersalaman. Kemudian hening.
Keheningan yang terasa mencekik tenggorokanku, Â mencengkeram kuat.
Eva tersenyum padaku, lalu senyumnya bergabung dengan tatapan matanya yang lembut.
Ferry menunjukkan jarinya ke dadaku. "Ada yang berdebar kencang," katanya, "iya, kan?"
Aku menelan, mulai berkeringat. Tidak bisa menjawab. Tidak bisa memaksa diri untuk berkata-kata.
Ava menatapku penuh harap, menungguku untuk membuat pengakuan.
Kemudian dia menatap ke Ferry. "Kami sudah saling kenal selama dua bulan."
Wajahku panas, pastinya memerah seperti lobster direbus dalam air mendidih. Panasnya membara, tetapi rona merah yang terasa menghilangkan rasa bersalah. Sangat sulit untuk dipercaya, tapi aku senang Eva mengatakannya.