Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

00:00

17 September 2021   19:32 Diperbarui: 17 September 2021   19:35 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia tidak bermaksud untuk membuat istrinya merasa bersalah seperti itu. Sambil memeluknya erat, berharap jika istrinya tahu bahwa dia masih menginginkannya, istrinya harus tahu bahwa dia tidak menyalahkannya. "Ini hari yang indah," katanya. "Yok bangun dan segera berangkat."

Tampaknya istrinya memahami maksudnya. Istrinya mandi dengan cepat sementara dia bercukur.

Di dapur, layar di kulkas menyarankan menu sarapan: bubur singkong, jeruk, susu, dan kopi. Pilihan mereka akan direkam, kalori dihitung untuk disesuaikan dengan saran berikutnya. Dia menyadari bahwa mereka melakukan apa yang disarankan karena sudah merupakan aturan dan kebiasaan. Audio internal tetap menyala.

Istrinya sarapan dalam diam, menatap tanpa bersuara. Mungkin dia sedang mendengarkan berita untuk menangkap pola informasi jika ada perubahan. Dia berharap bisa membantu istrinya.

Dia bekerja sebagai asisten dokter, pekerjaan yang mungkin dia inginkan bahkan jika ditawarkan beberapa pilihan karir. Dia melakukan apa yang dia bisa untuk melawan. Lebih banyak pasien dari sebelumnya datang dengan obesitas sebagai bentuk protes diam. Mereka mengaku tidak bisa menahan diri dan memintanya untuk memeriksa jika ada masalah dengan endokrin. Mungkin mereka mendapatkan makanan di pasar gelap, tetapi mereka harus berpura-pura sakit, jadi dia mengirim mereka pulang dengan diagnosis yang mereka butuhkan.

Tetapi pasien lain datang dengan kondisi anoreksia yang parah, atau depresi, atau paranoid, atau toksik secara emosional, dan mereka membutuhkan bantuan nyata. Beberapa hari yang lalu, ketika jam tiba-tiba kembali ke 00:00, dia mendengar bisikan penuh harapan di ruang tunggu: Mungkin ada yang rusak. Tapi tidak ada yang terjadi, hidup berjalan seperti biasa, dan harapan lenyap.

"Mungkin," kata istrinya, memegang cangkir kopi di tangan, "aku harus pergi bekerja dan meninggalkan Bibi Susan sendirian."

Bibi Susan adalah kata sandi mereka untuk jaringan. Dia membuka mulutnya untuk mengatakan 'jangan', tetapi dibatalkannya. Sesendok bubur masuk ke mulutnya untuk menenangkan diri. Hambar tanpa rasa apa-apa. Ditelannya dengan susah payah.

"Aku pikir kamu harus mencoba ... berbicara dengannya lagi."

"Lagi?"

"Yah, ada kemajuan biar sedikit. Itu berarti."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun