Aku tidak tahu apakah aku harus menguburnya. Saat itulah aku melihat tubuhnya lebih berat di tengah, ada sesuatu yang bulat padat di dalamnya.
Aku menggigitnya hingga terbuka, karena gigiku satu-satunya alat pemotong yang kumiliki, dan menemukan sebutir telur seukuran kepalan tangan.
Aku memasukkannya ke dalam mulutku. Terasa telur itu berdenyut, iramanya serupa dengan detak jantungku. Cerminan diriku sendiri.
Aku menelannya. Setengah tersedak saat benda itu turun ke tenggorokanku, rasanya nyaris enak. Aku bisa mengendalikannya.
Ketika usiaku delapan belas tahun, aku pindah ke tempat Rosa. Saya sedang belajar bahasa isyarat untuk mengistirahatkan tenggorokanku.
Di dalam tubuhku, seutas tali hitam kecil melilit dan bergulung dengan sendirinya, seperti sebuah rahasia, menunggu untuk tumbuh.
Bandung, 27 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H