Aku mengajukan pertanyaan singkat, gaya hidup urban yang tak gampang hilang. "Kenapa dia tidak bergerak?"
Belakangan aku tahu jika kamu membeli tiga buku bekas dan meminjam majalah kusut tentang astronomi tanpa mengembalikannya dari perpustakaan sekolah.
 "Karena dia memang tidak seharusnya bergerak. Dengan begitu kita bisa selalu mengandalkannya."
"Selalu?"
Cahaya bintang membuatku mengedipkan mata. Kamu menggeliat, jarak hidungmu dan hidungku kurang dari sejengkal. Tak sengaja jarimu menjatuhkan laser pointer, dan sinar oranye kembali memasuki atmosfeer bumi dan mendarat di sisi tubuhmu.
"Yah, sebenarnya, dalam 10.000 tahun, Polaris akan menjadi seterang Vega. Bumi berotasi dan berevolusi dan menempatkan Vega di tempat Polaris sekarang."
Kamu terengah-engah, tersentak saat udara di sekitar tubuh kita yang nyaris melekat menghangat. "Tidak bisa disebut diam tak bergerak, kalau begitu."
Kamu merasa terpojok dengan kata-kataku. Menegakkan punggung, "Tapi tetap namanya Bintang Utara, hanya yang bintang berbeda!"
"Easy girl!" kataku sambil tertawa. Pipimu yang terbakar lebih panas daripada bintang raksasa merah, tapi kamu menurut.
Kamu menatap Orion, aku menggores tanah dengan jari. "Dari mana kamu mempelajari semua itu?"
Sebelah earphone berkualitas selalu terkunci di telingaku. Lagu apa pun yang aku dengarkan, kamu tidak akan tahu. Di rumahkmu, seni percakapan lebih disukai daripada musik. Mungkin itu yang membuat sains, teruatma astronomi menjadi mudah untukmu.