“Saya akan menikah dengan seorang duda di Oman. Maukah kamu hadir di pesta pernikahanku?” tanya Natasha.
Aku hanya tersenyum. Jangankan ke Oman, ke pulau Simeulue saja aku belum pernah.
“Selamat, ya,” ujarku tulus mendoakannya.
Saat itu aku teringat dengan kata-kata Keith,seorang mitra kerja kami, setelah Natascha mengajakku untuk mendirikan Rotary Club sepuluh tahun silam. Keith adalah pemuda berpendidikan dari keluarga terhormat di London. Ia pemuda yang baik, sebetulnya.
“Hati-hati dengan Natascha. Dia ‘kan keturunan Jerman. Fuckin’ Nazi.”
Yang aku tahu, Natascha berdarah Inggris, Jerman dan Pakistan. Ibunya seorang pekerja kemanusiaan yang giat membantu perempuan korban perang di Afghanistan.
Ternyata, tak ada kriteria khusus untuk menjadi rasis. Aku hanya berharap jangan ada di antara mereka yang memegang tampuk kekuasaan.
Mungkinkah?
Akhirul kalam, aku percaya sikap toleransi tidak cukup hanya dengan tutur kata, tapi dengan hati dan tindakan nyata. Benar-benar nyata.
HABIS
Bandung, 26 Januari 2016