PM
(lesu) Oke, oke. Jadi nggak layak dinilai. Kalau yang lainnya?
(JM memberi kode dengan tangan mengisyaratkan haus. PM menuangkan air dari teko ke cangkir, atau membuka botol plastik air mineral sambil menyebutkan pesan sponsor. Mereka berdua minum bareng.)
JM
(mengelap bibir dengan tangan) Aaah! Dari tadi ngomong melulu. Nggak ada sponsor cemilan, ya?
Karya kedua yang berjudul ‘Pada Pemakaman Seorang Penyair’? Lumayan. Udah. Gitu aja.
PM
(kesal) Mosok cuma ‘gitu aja’, Juri Yang Mulia?
 JM
 Lu terinspirasi sama puisi bule. Lu kirain semua orang ngarti? Lha, yang idenya nemu dari Chairil Anwar aja kagak dianggap, apalagi dari puisi yang bahasanya susah dimengerti. Gue bilang lumayan karena gue salut sama si penyair yang bisa dapet dua wanita dengan karya puisi gombal.
Eh, lu bisa ngarang puisi yang bikin cewek klepek=klepek, kagak?
PM
(pura-pura tak mendengar pertanyaan JM) Kalau yang ketiga, Juri Yang Mulia? Layak juara, kan?
JM
Hina Matsuri? Narsis! Mengeksploitasi anak!
PM
(naik pitam) Lho, justru itu karya jujur dan kekinian, Juri Yang Mulia! Puisiku jujur tentang rindu sama anakku. Momennya pas dengan perayaan anak perempuan, meskipun perayaannya orang Jepang. Gambar ilustrasi dari update BBM anakku, syair lagu ciptaanku, yang rindu ingin duet dengan ayahnya, aku!
JM
 Makanya gue bilang narsis. Triple narsis, malah. Rindu itu nggak usah pamer. Sombong….