Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Drama

Menilai Karya Sendiri, Mungkinkah? (Babak I)

30 Maret 2016   20:51 Diperbarui: 1 April 2016   19:24 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Waking up in Someone Else Body | http://conniehdeutsch.com/waking-up-in-someone-elses-body"][/caption]

PANGGUNG: Black Box

SET: Cermin ukuran badan tegak di tengah dengan kemiringan 10,5 derajat menghadap penonton. Kursi bar di depan cermin. Meja bulat kecil di samping kanan kursi bar, di mana terdapat teko dan cangkir di atas nampan (atau botol plastik minuman dari sponsor kalau ada—yang berarti layar belakang terbuat dari baliho iklan).

PROP: gawai Android buatan Cina OS lama.

DAFTAR PERAN

PM, seorang lelaki berusia 50 tahun yang mengaku penulis dan menggelari diri sendiri sebagai Penyair Majnun.

JM, alter ego PM yang hanya terlihat di cermin. Skeptis, sinis, sarkastik.

Drama berlangsung di mana saja dan kapan saja (tergantung pesan sponsor). 

BABAK I

(PM memakai sepatu kulit yang berdebu karena tak pernah disemir, celana jeans bolong di bagian lutut, kaos T-shirt polos—atau kaos sponsor—dan topi baseball yang mungkin polos dan boleh juga ada logo sponsor; naik ke atas pentas dan langsung duduk di depan cermin.

Di cermin muncul JM dengan pakaian yang sama dan melakukan gerak-gerik yang sama dengan PM, hanya saja gerakannya simetri cermin.)

PM
 Juri, aku mau komplen—

JM
 Enak aja. Panggil gue ‘Juri Yang Mulia’!

PM
 Oke, deh. Juri Yang Mulia, aku mau komplen—

JM
(menggoyangkan jari telunjuk tanda ‘tidak’) Keputusan Dewan Juri tidak bisa diganggu gugat. Titik.

PM
(mengangkat kedua tangan layaknya berdoa) Mengapa oh, mengapa?

JM
(nyanyi) Karena merusak pikiran….

PM
 Aku ‘kan ikut event dan semuanya sesuai dengan persyaratan. Mengapa karya-karyaku tidak dianggap?

JM
 Karya-karya lu tidak dinilai karena lu juga juri, guob….bilangin sama nyak, ntar!

PM
(manyun) Oke! Oke! Tapi ‘seandainya’ aku bukan juri, apakah karya-karyaku layak menang?

JM
 Jiaaah! Ngeyel….

Lu serius?

PM
 Tentu, dong! Kalo nggak ngapain aku ngomong sama kamu yang cuma bayangan cermin?

JM
 Karena lu udah…(jari telunjuk menggores dahi)

Tapi okelah. Daripada lu manyun, ayo kita bahas karya-karya lu. Minggu pertama ada empat, kan?

PM
 Betul sekaleeeh!

JM
 Jangan kidding! Gue lagi serius, neh!

PM
(pura-pura batuk) Uhuk.

(melihat layar gawai Android buatan Cina keluaran tahun kodok) Baik, Juri Yang Mulia. Karya-karya saya di minggu pertama, flash fiction dua ratus kata terinspirasi puisi adalah: Penjaja Doa; Pada Pemakaman Seorang Penyair; Hina Matsuri; dan Merindu Tanpa Malu.

JM
 Kita mulai dengan ‘Penjaja Doa’.

Jelek.

PM
 Lho?

JM
 Lu menghina masterpiece Chairil Anwar yang begitu relijius menjadi cerita nggak mutu! Lihat aja, pasti ada orang yang nganggap lu nggak kekinian karena terinspirasinya dari pujangga yang sudah tiada! Mengapa nggak terinspirasi puisi penyair yang masih hidup? Yang puisi-puisinya jadi Headline, misalnya. 

Lagian, apa maksud lu jualan doa? Kalo emang ada pembeli, nggak ada salahnya orang yang jual. Supply and demand, broooh! Hukum dagang!

PM
(lesu) Oke, oke. Jadi nggak layak dinilai. Kalau yang lainnya?

(JM memberi kode dengan tangan mengisyaratkan haus. PM menuangkan air dari teko ke cangkir, atau membuka botol plastik air mineral sambil menyebutkan pesan sponsor. Mereka berdua minum bareng.)

JM
(mengelap bibir dengan tangan) Aaah! Dari tadi ngomong melulu. Nggak ada sponsor cemilan, ya?

Karya kedua yang berjudul ‘Pada Pemakaman Seorang Penyair’? Lumayan. Udah. Gitu aja.

PM
(kesal) Mosok cuma ‘gitu aja’, Juri Yang Mulia?

 JM
 Lu terinspirasi sama puisi bule. Lu kirain semua orang ngarti? Lha, yang idenya nemu dari Chairil Anwar aja kagak dianggap, apalagi dari puisi yang bahasanya susah dimengerti. Gue bilang lumayan karena gue salut sama si penyair yang bisa dapet dua wanita dengan karya puisi gombal.

Eh, lu bisa ngarang puisi yang bikin cewek klepek=klepek, kagak?

PM
(pura-pura tak mendengar pertanyaan JM) Kalau yang ketiga, Juri Yang Mulia? Layak juara, kan?

JM
Hina Matsuri? Narsis! Mengeksploitasi anak!

PM
(naik pitam) Lho, justru itu karya jujur dan kekinian, Juri Yang Mulia! Puisiku jujur tentang rindu sama anakku. Momennya pas dengan perayaan anak perempuan, meskipun perayaannya orang Jepang. Gambar ilustrasi dari update BBM anakku, syair lagu ciptaanku, yang rindu ingin duet dengan ayahnya, aku!

JM
 Makanya gue bilang narsis. Triple narsis, malah. Rindu itu nggak usah pamer. Sombong….

PM
(getuk, eh…getun) Oke, oke. Sekarang yang terakhir, 'Merindu Tanpa Malu'. Kalau yang ini paten punya, Juri Yang Mulia.

Terinspirasi puisi mbak Riris yang cantik, dari buku yang baru terbit. Ceritanya puitis, melankolis, dramatis, mistis—

JM
 Gagal total.

PM
(getun tingkat dewa) Hadoooh! Gagalnya di mana, JURI YANG MUUULIAAA?

JM
(kalem) Puisi yang menginspirasi aslinya tentang rindu menjadi yang begitu dalam, indah. Lha, sama lu yang rindu kok arwah? Udah arwahnya datang jauh-jauh dari dasar Laut Utara, ditolak pula!

Lu baca nggak, komentar orang-orang? Cuma satu—atau dua pembaca—yang mengerti kalau yang datang adalah arwah penasaran. Berarti ‘pesan’ cerita lu nggak menjangkau semua pembaca. Atau pembaca tidak baca sama sekali, tapi komentar karena kasihan.

Sudah. Nanti kita bahas karya-karya lu minggu-minggu berikutnya. Kasih kesempatan penonton untuk buang hadas atau membeli minuman yang dijual sponsor di booth sebelah pentas. Nanti ada doorprize berhadiah gawai rakitan lokal, kan? Makanya penonton jangan pulang sebelum sandiwara kenthir ini berakhir.

(PM bangkit dari kursi dengan mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi, dan melangkah turun dari panggung. JM menghilang dari cermin.)

 

LIGHT OFF

 

Bandung, 30 Maret 2016

 

BERSAMBUNG

Sumber ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun