Pandangan empiris Hume juga mengingatkan kita bahwa kebijakan dan tindakan yang diambil harus didasarkan pada bukti dan hasil pengalaman. Dalam konteks penanggulangan korupsi di Indonesia, pendekatan kebijakan anti-korupsi harus bersifat responsif terhadap dinamika dan konteks lokal, memanfaatkan pembelajaran dari keberhasilan dan kegagalan sebelumnya. Penggunaan data dan informasi empiris dapat membentuk dasar kebijakan yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Dalam menghadapi tantangan korupsi, konsep Hume tentang kepentingan pribadi dapat diartikan sebagai dorongan individu untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Oleh karena itu, pemberlakuan sistem insentif yang adil dan transparan bagi pejabat pemerintahan dapat menjadi langkah kritis. Mengubah struktur insentif untuk mendorong integritas dan pelayanan publik yang baik dapat memitigasi dorongan individu untuk terlibat dalam korupsi.
Pemahaman mendalam terhadap pandangan filosofis Hume, meskipun mungkin tidak secara langsung terkait dengan isu korupsi, dapat memberikan landasan konseptual untuk pendekatan holistik dalam menangani korupsi di Indonesia. Pendekatan ini mencakup pembangunan kepercayaan publik, edukasi masyarakat, restrukturisasi insentif, dan pembuatan kebijakan yang berbasis bukti, seiring dengan mengakui kompleksitas dan dinamika unik konteks Indonesia.
Daftar Pustaka
Hume, D. (1739-1740). A Treatise of Human Nature. Edinburgh: John Noon.
Smith, A. (2022). Impact of Corruption on Society and Governance in Indonesia. Jakarta Publishing.
Hume, D. (1748). An Enquiry Concerning Human Understanding. Oxford: Clarendon Press.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (1999). Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 140.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H