"Ini adalah warisan dari nenekmu, Mariam," kata Arif sambil memberikan surat-surat itu kepada putrinya. "Dia wanita yang luar biasa, dan melalui surat-surat ini, kau bisa merasakan cinta dan kebijaksanaannya."
Mariam membaca surat-surat itu dengan penuh rasa ingin tahu dan kekaguman. Dia merasakan ikatan yang mendalam dengan neneknya, meskipun mereka tidak pernah bertemu.
"Terima kasih, Ayah," kata Mariam dengan mata berkaca-kaca. "Aku akan menjaga surat-surat ini dengan baik. Aku ingin nenek tahu bahwa cintanya masih hidup di dalam hatiku."
Arif merasa bangga melihat putrinya tumbuh menjadi gadis yang penuh cinta dan kebijaksanaan. Dia tahu bahwa meskipun ibunya telah tiada, cinta yang diwariskan melalui surat-surat itu akan terus hidup, mengalir dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Hidup terus berjalan di desa kecil itu, dengan Arif dan Siti yang bahagia bersama putri mereka, Mariam. Setiap hari, Arif akan mengenang ibunya dengan penuh rasa syukur, mengetahui bahwa meskipun mereka terpisah oleh kematian, cinta ibunya tetap ada di hatinya, mengisi setiap sudut kehidupannya.
Kotak kayu itu tetap disimpan dengan aman, menjadi simbol cinta abadi yang menghubungkan mereka dengan masa lalu. Melalui surat-surat itu, Arif, Siti, dan Mariam dapat merasakan kehadiran Mariam yang selalu ada untuk membimbing mereka, memberikan cinta, dan menjaga mereka di setiap langkah kehidupan.
Dan meskipun waktu terus berlalu, cinta itu tidak pernah pudar. Cinta itu adalah warisan yang paling berharga, warisan yang akan terus hidup dan mengalir melalui generasi-generasi yang akan datang, selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H