Setelah pernikahan, Arif membawa Siti ke rumah kecilnya yang sederhana, tempat dimana kotak kayu berisi surat-surat ibunya disimpan. Mereka membuka kotak itu bersama-sama, dan Arif menunjukkan kepada Siti semua surat yang pernah ditulis oleh ibunya.
Siti membaca surat-surat itu dengan penuh rasa haru. "Ibumu adalah wanita yang luar biasa, Arif. Aku bisa merasakan betapa dia mencintaimu."
Arif mengangguk. "Aku hanya berharap dia bisa bertemu denganmu, Siti. Aku yakin dia akan sangat menyukaimu."
Siti tersenyum lembut. "Aku yakin dia tahu, Arif. Di suatu tempat di sana, dia pasti bahagia melihat kita bersama."
Mereka berdua kemudian menutup kotak kayu itu dan menyimpannya kembali di tempat yang aman. Kotak itu bukan hanya simbol cinta seorang ibu kepada anaknya, tetapi juga menjadi pengingat bagi Arif dan Siti tentang betapa pentingnya cinta dan kasih sayang dalam menjalani kehidupan.
Generasi yang Baru
Beberapa tahun kemudian, Siti melahirkan seorang anak laki-laki yang sehat dan kuat. Mereka menamai anak itu dengan nama Mariam, sebagai penghormatan kepada ibu Arif. Kehadiran Mariam membawa kebahagiaan yang luar biasa dalam hidup mereka. Arif dan Siti merasa bahwa hidup mereka kini lengkap.
Setiap malam, sebelum tidur, Arif akan menggendong Mariam dan menceritakan kisah tentang neneknya, Mariam. Dia bercerita tentang betapa hebatnya wanita itu, tentang perjuangannya, dan tentang cinta yang tidak pernah pudar meskipun mereka terpisah oleh waktu dan ruang.
Mariam kecil tumbuh dengan penuh kasih sayang dari kedua orang tuanya. Dia tumbuh menjadi anak yang ceria, cerdas, dan penuh cinta. Arif dan Siti mengajarinya tentang nilai-nilai kebaikan, kejujuran, dan cinta, nilai-nilai yang diwarisi dari ibunya, Mariam.
Warisan Cinta
Ketika Mariam tumbuh dewasa, Arif memutuskan bahwa sudah saatnya dia mengetahui tentang kotak kayu itu. Pada ulang tahunnya yang ke-15, Arif membawanya ke kamar tempat kotak itu disimpan. Dengan lembut, dia membuka kotak itu dan menunjukkan surat-surat yang ditulis oleh neneknya.