Pria tua itu terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Aku mengenal Mariam. Dia wanita yang baik. Dia sering datang ke sini, duduk di bangku ini, menatap langit dengan tatapan kosong. Kau mirip sekali dengannya."
Arif merasakan hatinya berdegup kencang. "Dimana dia sekarang? Apa yang terjadi padanya?"
Pria tua itu menghela napas panjang. "Mariam... dia sudah tiada, Nak. Dia meninggal beberapa tahun yang lalu. Tapi dia sering bercerita tentang seorang anak yang dia tinggalkan di desa. Dia menyesal, sangat menyesal."
Arif merasa dunia seolah runtuh di hadapannya. Ibunya sudah tiada, dan dia tidak pernah bisa bertemu dengannya. Tapi pria tua itu melanjutkan, "Namun, dia meninggalkan sesuatu untukmu."
Warisan Ibu
Pria tua itu mengajak Arif ke sebuah rumah kecil di pinggiran kota. Di dalam rumah itu, pria tua itu menunjukkan sebuah kotak kayu tua yang disimpan dengan hati-hati. "Ini milik ibumu. Dia memintaku untuk menyimpannya dan memberikannya kepada anaknya jika suatu hari dia datang mencarinya."
Dengan tangan gemetar, Arif membuka kotak itu. Di dalamnya, ia menemukan beberapa surat, sebuah foto usang, dan sebuah buku harian. Surat-surat itu ditujukan untuknya, ditulis oleh ibunya dengan penuh cinta dan penyesalan.
"Arif, anakku tersayang," demikian bunyi salah satu surat, "Jika kau membaca ini, berarti kau telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat. Ibu sangat menyesal harus meninggalkanmu. Ibu mencintaimu lebih dari apapun di dunia ini. Tapi keadaan memaksa ibu untuk pergi. Ibu berharap kau bisa memaafkan ibu."
Arif membaca surat-surat itu dengan air mata yang mengalir tanpa henti. Melalui kata-kata ibunya, ia merasakan kehangatan yang selama ini dirindukannya. Ia juga menemukan foto ibunya saat masih muda, dengan senyum lembut yang begitu mirip dengan senyumnya sendiri.
Di dalam buku harian itu, ibunya menulis tentang hari-hari penuh kesedihan dan penyesalan setelah meninggalkan Arif. Dia menulis tentang cintanya yang tak pernah pudar untuk anaknya, dan tentang harapannya bahwa suatu hari mereka bisa bertemu kembali.
Akhir Perjalanan