Mohon tunggu...
Awaluddin aceh
Awaluddin aceh Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah di SMAN 1 Kluet Timur

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maka Nikmat Tuhan Manakah yang Engkau Dustakan

22 Agustus 2024   12:35 Diperbarui: 22 Agustus 2024   12:38 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar: https://www.detik.com)

Suatu hari, musibah menimpa. Sawah-sawah yang Jaka beli tiba-tiba mengalami kekeringan. Hujan yang biasanya melimpah, tahun ini tidak turun. Tanaman yang sudah siap panen gagal total. Bahkan, harta yang ia simpan mulai terkuras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedikit demi sedikit, Jaka kehilangan semua yang ia miliki. Rumah besar yang ia bangun dijual untuk membayar utang, dan pada akhirnya, Jaka kembali hidup sederhana seperti dulu.

Namun, kali ini ada yang berbeda. Setelah semua yang terjadi, Jaka mulai menyadari satu hal penting. "Maka nikmat Tuhan manakah yang engkau dustakan?" ia bergumam pada dirinya sendiri.

Jaka menyadari bahwa selama ini ia terlalu sibuk memikirkan apa yang tidak ia miliki, sampai lupa bersyukur atas apa yang sudah Tuhan berikan. Kesehatan, keluarga, dan hidup yang sederhana tapi bahagia semua itu adalah nikmat yang tak ternilai harganya.

Di akhir hidupnya, Jaka menjadi seorang yang lebih bijak. Ia kembali ke sawahnya yang dulu, bekerja dengan sepenuh hati, dan selalu mengucap syukur atas setiap butir padi yang ia tanam. Ia mengajarkan anak-anaknya untuk selalu bersyukur, apa pun yang terjadi dalam hidup.

Tahun-tahun berlalu, dan Jaka yang kini sudah menua, menjalani hidupnya dengan penuh kedamaian. Kehidupan sederhana di desanya membawa kebahagiaan yang selama ini ia cari. Meskipun kekayaan yang pernah ia miliki telah lama hilang, hati Jaka kini penuh dengan rasa syukur. Ia kembali menjadi petani yang bersahaja, bekerja dengan tekun dan selalu berserah kepada Tuhan.

Suatu hari, saat Jaka sedang duduk di bawah pohon besar yang dulu ia temukan dalam mimpinya, seorang pemuda datang menghampirinya. Pemuda itu adalah anak dari tetangganya, Pak Wiryo, yang sejak kecil sering bermain di sekitar rumah Jaka.

"Pak Jaka, bolehkah saya bertanya sesuatu?" pemuda itu bertanya dengan sopan.

"Tentu saja, Nak. Apa yang ingin kau tanyakan?" Jaka menanggapi dengan ramah.

"Saya sering mendengar cerita dari orang-orang di desa tentang masa lalu Pak Jaka. Katanya dulu Bapak pernah menjadi orang kaya, tetapi kemudian kehilangan semuanya. Namun, Bapak tidak pernah terlihat sedih atau menyesal. Bagaimana Bapak bisa tetap bahagia meski kehilangan segala-galanya?"

Jaka tersenyum mendengar pertanyaan itu. Ia menatap pemuda itu dengan mata yang penuh kebijaksanaan dan berkata, "Nak, kebahagiaan sejati bukanlah tentang seberapa banyak yang kita miliki, tetapi tentang seberapa banyak kita bersyukur atas apa yang kita punya. Dahulu, aku selalu merasa tidak pernah cukup. Aku ingin lebih, ingin hidup mewah, tetapi lupa untuk bersyukur. Ketika Tuhan mengambil kembali apa yang Ia berikan, barulah aku menyadari bahwa semua yang aku butuhkan sebenarnya sudah ada di hadapanku."

Pemuda itu terdiam sejenak, merenungi kata-kata Jaka. "Jadi, Bapak tidak pernah menyesal kehilangan kekayaan itu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun