Sambil memeriksa foto tersebut, Saya merasakan udara di dalam kamar semakin dingin. Saya memutuskan untuk duduk di kursi dekat jendela dan mulai menulis catatan, berusaha mengabaikan rasa dingin yang meresap ke dalam tulang.
Tak lama kemudian, Saya mendengar suara langkah kaki di luar kamar. Saya terkejut, karena hotel ini sepi dan tidak ada tamu lain yang saya lihat sejak kedatangan saya tadi. Saya membuka pintu kamar dan melihat ke lorong, tetapi tidak ada orang di sana. Hanya lampu yang berkelip-kelip dan suasana sepi yang mengisi koridor hotel.
Jejak yang Tidak Terlihat
Malam semakin larut, dan Saya memutuskan untuk tidur. Namun, tidur yang nyenyak tidak kunjung datang. Saya terjaga beberapa kali karena rasa dingin yang menyelimuti tubuh dan suara aneh dari luar kamar. Suara itu terdengar seperti bisikan lembut yang tidak bisa dimengerti.
Pagi hari berikutnya, Saya merasa letih dan memutuskan untuk menjelajahi hotel. Saya turun ke lobi dan melihat Akmal sedang duduk di meja resepsionis.
"Selamat pagi, Elvi. Bagaimana tidur Anda semalam?" tanya Akmal dengan senyum yang sama, tetapi Saya merasa ada sesuatu yang berbeda dalam tatapannya.
"Selamat pagi. Tidur saya agak terganggu, sepertinya ada suara-suara aneh semalam," jawab Saya, mencoba untuk tidak terlalu menunjukkan kekhawatiran.
Akmal mengangguk pelan. "Hotel ini memang sudah lama berdiri. Terkadang, suara-suara dari masa lalu bisa menembus dinding-dindingnya."
Saya merasa penjelasan Akmal agak membingungkan. Saya memutuskan untuk mengabaikannya dan bertanya lebih lanjut tentang hotel. "Bisa ceritakan lebih banyak tentang sejarah hotel ini? Saya penasaran dengan kisah-kisah di baliknya."
Akmal memandang Saya dengan mata yang penuh makna. "Hotel ini dibangun pada tahun 1900 oleh seorang pengusaha kaya bernama Benjamin. Namun, tidak lama setelah itu, dia menghilang secara misterius. Banyak orang mengatakan bahwa hotel ini berhantu sejak saat itu."
Saya merasa tertarik dengan cerita tersebut. "Ada orang lain yang hilang di sini, atau hanya Benjamin?"