Mohon tunggu...
abdul wahid
abdul wahid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Volly ball, badminton, dan mendaki gunung

Selanjutnya

Tutup

Financial

Proses penyelesaian sengketa dalam lembaga keuangan syariah

17 Desember 2024   09:14 Diperbarui: 17 Desember 2024   09:18 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyelesaian sengketa di sektor perbankan syariah di Indonesia diatur secara spesifik dalam beberapa undang-undang, yang memberikan kerangka hukum untuk menangani konflik yang mungkin timbul antara bank syariah dan nasabah. Ada dua jalur utama penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh: litigasi dan non-litigasi.

Jalur Litigasi

Litigasi merupakan proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Dalam konteks perbankan syariah, Pengadilan Agama adalah satu-satunya lembaga peradilan yang berwenang untuk menangani sengketa ini. Hal ini diatur dalam:

Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama, yang memperluas kewenangan Pengadilan Agama untuk mencakup sengketa di bidang ekonomi syariah.

Pasal 55 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang menegaskan bahwa semua sengketa perbankan syariah harus diselesaikan oleh Pengadilan Agama, kecuali jika ada kesepakatan lain antara pihak-pihak yang bersengketa

Jalur Non-Litigasi

Penyelesaian non-litigasi memberikan alternatif bagi pihak-pihak yang ingin menghindari proses pengadilan. Beberapa metode penyelesaian sengketa non-litigasi meliputi:

*Musyawarah: Proses diskusi antara pihak-pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan.

*Mediasi Perbankan: Melibatkan pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan sengketa secara damai.

*Arbitrase: Melalui lembaga seperti Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), di mana keputusan arbitrase bersifat final dan mengikat. Ini menjadi pilihan bagi pihak-pihak yang ingin menyelesaikan sengketa tanpa melalui pengadilan

Prinsip Hukum dalam Penyelesaian Sengketa

Semua metode penyelesaian sengketa harus mematuhi prinsip-prinsip syariah. Pasal 55 ayat 2 dari UU No. 21 Tahun 2008 menekankan bahwa penyelesaian harus sesuai dengan isi akad yang disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

Dengan meningkatnya minat masyarakat terhadap perbankan syariah, potensi terjadinya sengketa juga semakin tinggi. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk memahami metode penyelesaian sengketa ini agar dapat menangani konflik secara efektif dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku

Perbedaan utama antara penyelesaian sengketa melalui litigasi dan non-litigasi dalam perbankan syariah terletak pada proses, tempat, dan pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan konflik antara bank syariah dan nasabah.

Litigasi

Proses Resmi: Litigasi melibatkan proses hukum formal yang dilakukan di pengadilan, khususnya di Pengadilan Agama untuk sengketa perbankan syariah. Proses ini mengikuti prosedur hukum yang ketat, termasuk tahap pengajuan gugatan, pemeriksaan bukti, dan putusan oleh hakim.

Kewenangan Pengadilan: Hanya Pengadilan Agama yang memiliki kewenangan untuk menangani sengketa perbankan syariah, sebagaimana diatur dalam UU No. 3 Tahun 2006 dan UU No. 21 Tahun 2008.

Keputusan Mengikat: Putusan pengadilan bersifat final dan mengikat bagi kedua belah pihak, tetapi prosesnya bisa memakan waktu lama dan sering kali rumit.

Non-Litigasi

Proses Alternatif: Non-litigasi mencakup metode penyelesaian sengketa di luar pengadilan, seperti musyawarah, mediasi, dan arbitrase (misalnya melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional -- BASYARNAS). Ini memberikan fleksibilitas lebih dalam penyelesaian konflik.

Keterlibatan Pihak Ketiga: Dalam metode non-litigasi, pihak ketiga seperti mediator atau arbiter dapat dilibatkan untuk membantu mencapai kesepakatan tanpa harus melalui proses pengadilan. Ini sering kali dianggap lebih cepat dan lebih efisien.

Berdasarkan Kesepakatan: Penyelesaian non-litigasi biasanya didasarkan pada kesepakatan antara pihak-pihak yang bersengketa dan harus sesuai dengan isi akad yang telah disepakati. Keputusan yang dihasilkan bersifat final dan mengikat jika disepakati oleh kedua belah pihak.

Secara umum, litigasi lebih formal dan terstruktur dengan keputusan yang diambil oleh pengadilan, sementara non-litigasi menawarkan pendekatan yang lebih fleksibel dan cepat dengan fokus pada penyelesaian damai. Pilihan antara kedua metode ini tergantung pada preferensi pihak-pihak yang bersengketa serta sifat dari sengketa itu sendiri.

Fungsi Lembaga Mediasi Perbankan Indonesia (LMPI) dalam menyelesaikan sengketa antara nasabah dan bank melalui mediasi adalah untuk memberikan alternatif penyelesaian yang sederhana, cepat, dan murah. LMPI bertindak sebagai mediator yang membantu kedua belah pihak mencapai kesepakatan sukarela, mengurangi potensi sengketa yang dapat merugikan reputasi bank dan kepuasan nasabah.

Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menyelesaikan sengketa melalui prosedur arbitrase yang meliputi beberapa langkah:

Pengajuan Permohonan: Salah satu pihak mengajukan permohonan arbitrase, mencantumkan identitas dan sifat sengketa.

Penunjukan Arbiter: Arbiter tunggal atau majelis ditunjuk untuk menangani kasus tersebut.

Persidangan: Proses persidangan dilakukan secara tertutup, mengutamakan upaya damai (sulh) sebelum putusan diambil.

Putusan: Putusan diambil melalui musyawarah dan bersifat final serta mengikat.

Eksekusi Putusan: Jika diperlukan, pihak yang menang dapat meminta pengadilan untuk menegakkan putusan.

Proses ini bertujuan untuk mencapai solusi yang adil dan cepat sesuai prinsip syariah.

Mediator berperan penting dalam penyelesaian sengketa non-litigasi dengan tugas sebagai berikut:

Fasilitator: Mediator membantu para pihak dalam proses perundingan, menciptakan suasana yang kondusif untuk diskusi dan negosiasi tanpa memaksakan keputusan.

Netralitas: Mediator harus bersikap netral dan tidak berpihak, sehingga dapat membantu kedua belah pihak memahami sudut pandang masing-masing dan mencari solusi yang saling menguntungkan.

Pengelolaan Emosi: Mediator mengatur pengungkapan emosi dan membantu para pihak memprioritaskan masalah, fokus pada kepentingan bersama, serta menggali alternatif penyelesaian.

Penyusunan Kesepakatan: Jika tercapai kesepakatan, mediator membantu merumuskan kesepakatan tersebut secara tertulis untuk diakui secara hukum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun