"Istri sebanyak itu."
      "Iya, karena suami-suami mereka ada yang telah gugur dipertempuran dan seorang raja harus bertanggung jawab. Akhirnya Raja menjadikan perempuan-perempuan itu menjadi selir." Jawab ayah sekenanya.
      "Kasihan."
      "Kenapa, Aura?"
      "Suaminya telah mati dimedan pertempuran."
      "Lihat, itu ada suku-suku dari Mongolia, Korea, Mancuria, dan Miao. Dan suku Miao itu persis dengan tipikal suku Jawa, baik kulit dan wajahnya." Ayah mengalihkan pembicaraan.
      "Persis ya, Ayah seperti kita. Suku Jawa."
      "Kau bukan hanya dari suku Jawa saja, Nak. Kau ada beberapa darah keturunan dalam dirimu. Ayah keturunan dari Jawa-Arab-Mongolia, Mamamu ada darah Jawa-Portugis-Sunda." Terang ayah dengan mendekapmu mesra. Sedangkan Mama memegang tangan Ayah erat sekali. Keluarga kecil bahagia yang sedang menikmati liburan bersama di China.
Setelah menikmati kota Shenzen hingga puas dengan segala keluh kesah keramaiannya, kaupun diajak singgah oleh ayahmu ke kota Shantou yang terletak di Guang Dong, China bagian selatan. Dikota inilah teman ayahmu Mr. Chen Cihong sebagai pengusaha besar kayu tinggal. Tak tanggung-tanggung hampir berapa juta kubik kayu setiap pengiriman ke China. Ayahmu menjadi pemasok utama kebutuhan akan ekspor kayu dibawah kendali Mr. Chen Cihong bahkan kebutuhan kayu seluruh daratan China pusatnya ada di pelabuhan kota Shantou.Â
Meski juga sebagai pusat Guang Dong Goward China Circuit Tekhnology Corporation atau perusahaan pembuat layar, juga dekat dengan gedung DPR. Menarik bukan? Kau mengikuti ayahmu dengan perlahan memasuki rumah yang mirip istana, seluas 25.400 meter persegi, rumah seluas ukuran satu kecamatan, ruangan kamarnya ada 506 kamar, dan kau memilih kamar dibagian atas yang menghadap danau buatan yang dikelilingi dua patung naga raksasa dengan lidahnya yang menjulur-julur seperti api, bola matanya yang merah marah, cakar-cakar kakinya yang tajam, siungnya yang selalu basah oleh air liur, dan tubuhnya yang panjang meliuk-liuk, konon patung naga raksasa itu dibuat untuk menghormati keluarga kerajaan pada masa Dinasti Ming sebagai pemimpin yang berwibawa seperti naga.
"Huan Ying, Aura." Sapa Mr. Chen Cihong dengan bahasa mandarin sambil tersenyum lebar. Lalu menjulurkan tangan kanannya untuk mengajakmu berjabat tangan. Dan kau hanya senyum kecil sambil meraih tangannya namun kau sedikitpun tak tahu maksud dan arti ucapannya. Ayah dan mamamu mengikuti untuk berjabat tangan dengan akrab. Ayah dan Mr. Chen Cihong duduk dengan santai diruang depan yang luas dengan banyak aneka minuman dan makanan, sepertinya lebih pas dibuat ruang kafe, musik mandarin yang mendayu-dayu perlahan-lahan mulai terdengar dari piano yang telah dimainkan oleh musisi perempuan cantik, putih dan menawan. Serasa kau seperti bidadari yang baru saja turun dari langit. Asing namun bahagia.