***
Sejak mulai sakit di awal tahun 2007 itu, aku sudah mulai menghabiskan waktuku lebih banyak di rumah, begitupun setelah lulus dari Sekolah Dasar. Berusaha melakukan kegiatan apapun yang setidaknya masih bisa kulakukan sendiri tanpa bantuan.Â
Mulai dari nonton, menulis cerpen atau novel, menggambar, melukis, bermain keyboard, mendengarkan lagu sambil menulis not angka lagu, bermain rubiks, atau kegemaran lainnya yang menjadi favorit saat mengisi hari-hariku di rumah untuk sekedar mengusir rasa bosan karena hanya bisa menikmatinya seorang diri, tanpa adanya saudara atau teman seperti halnya di sekolah.
Oh iya, aku merupakan anak tunggal yang lahir di kota Dili, Timor Timur (Leste), tepatnya pada tanggal 19 Februari 1995. Aku terlahir normal, namun dengan kondisi kedua ibu jari kaki yang sedikit berbeda atau lebih tepatnya membengkok ke arah dalam.
Diusiaku yang ke 4 bulan, mulai terlihat ada kelainan pada bagian perutku yang mengeras, tapi tidak terasa sakit. Saat itu kedua Orangtuaku membawaku berobat ke kota Makassar, yang juga merupakan kampung halaman keluarga kami. Di sana aku sempat dititipkan pada Nenek selama beberapa bulan karena Papa dan Mama harus kembali ke kota Dili untuk bekerja.
Selama berada di kampung, setelah beberapa kali menjalani terapi urut mulai terlihat ada sedikit perkembangan dan perutku tidak mengeras lagi. Namun karena masih merasa khawatir dengan kondisiku, diam-diam tanpa sepengetahuan kedua Orangtuaku, Nenek pun mencoba memeriksakan aku ke seorang Dokter spesialis anak.
Dan hasilnya, setelah diperiksa ternyata aku divonis mengidap penyakit sejenis tumor air dibagian perut dan harus segera dioperasi secepatnya. Tak sampai 3 hari batas waktu yang diberikan Dokter, setelah mendapat kabar ini Papa dan Mamaku pun langsung kembali ke Makassar hingga akhirnya operasi itu dilaksanakan.
Setelah proses operasi yang berjalan lancar itu, ternyata ada kesalahan diagnosa dari Dokter yang mengatakan bahwa tidak ada yang bisa diangkat, karena katanya yang mengeras itu adalah lapisan ketiga dari usus yang bila diangkat hanya tersisa kulit saja.
Meski hal ini sudah jelas membuktikan bahwa vonis tumor air yang dikatakan Dokter sebelumnya itu adalah sebuah kesalahan yang sangat fatal atau bisa juga disebut sebagai kasus dugaan Malapraktek, namun pada akhirnya keluargaku memutuskan untuk menerima kondisiku dan tidak ingin memperpanjang masalah ini.Â
Walau sempat juga ada keluarga dari pihak Papa yang merasa keberatan, namun setelah diberi pengertian oleh Papa mereka pun tidak lagi melanjutkannya, mengingat kondisiku pasca operasi juga yang sudah semakin membaik. Dan beberapa minggu setelah operasi itu, aku pun dibawa Papa dan Mama kembali ke kota Dili.
Diusiaku yang menginjak 4 tahun, karena berbagai kerusuhan akibat dari adanya kecemburuan sosial yang terjadi pada masa pemerintahan orde baru di daerah provinsi Timor Timur saat itu, akhirnya aku bersama keluargaku kembali dan menetap di kota Makassar, tempat di mana sebagian besar dari keluargaku tinggal. Dan beberapa bulan kemudian, aku pun didaftarkan masuk sekolah Taman Kanak-kanak (TK) di kota tersebut.