Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Perubahan Iklim Global dan Pengaruhnya Terhadap Perancangan Kota Mandiri

22 Februari 2024   18:13 Diperbarui: 22 Februari 2024   18:16 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantar

Pagi yang Mengejutkan: Mengantisipasi Dampak Cuaca Ekstrem

Pagi ini, saya dikejutkan dengan rembesan air di dinding loteng setelah hujan lebat kemarin. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya, bahkan saat hujan deras dan angin kencang. Seingatnya, dua minggu lalu, saya mendengar suara keras di tengah malam saat angin kencang. Saya menduga suara itu berasal dari atap pondok yang jatuh di halaman belakang.

Solar Panel Terbang dan Atap Bocor

Saat memeriksa atap, saya menemukan dua panel surya (solar panel) yang tertancap di atap kamar satu dan dua. Inilah penyebab kebocoran! Kemungkinan besar, panel surya tersebut diterbangkan oleh angin kencang dua minggu lalu dan menancap di atap, menyebabkan lubang dan kebocoran.

Dokumen Probadi
Dokumen Probadi

Kejadian Kecil dan Dampak Besar

Meskipun kejadian ini tergolong kecil, namun dapat menimbulkan kerusakan yang cukup signifikan. Bayangkan jika panel surya tersebut menimpa orang atau benda lain, tentu akan membahayakan. Kejadian ini mengingatkan kita akan pentingnya melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan rutin terhadap panel surya dan struktur atap, terutama di musim hujan dan angin kencang.

Angin Tornado di Bandung

Di sisi lain, sebuah video viral menunjukkan angin tornado yang melanda kawasan perumahan di Bandung, Jawa Barat. Video tersebut memperlihatkan putaran awan hitam dan angin kencang yang menerbangkan atap bangunan seperti kupu-kupu. Kerusakan yang terjadi cukup parah, dengan serpihan bangunan berserakan di halaman dan jalanan.

IMG-20220913-WA0040.jpg (676344) (inisumedang.com) 
IMG-20220913-WA0040.jpg (676344) (inisumedang.com) 

Penjelasan

Angin kencang dan hujan lebat merupakan fenomena cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Apakah ada kaitannya dengan perubahan iklim yang sedang terjadi?

Menurut para ilmuwan iklim, ada indikasi kuat bahwa perubahan iklim berkontribusi pada intensitas dan frekuensi cuaca ekstrem seperti angin kencang dan hujan lebat. Pemanasan global menyebabkan peningkatan suhu atmosfer dan lautan, yang pada gilirannya memengaruhi pola cuaca. Perubahan ini dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya fenomena cuaca ekstrem seperti badai tropis, angin topan, dan hujan deras.

Data dari berbagai penelitian juga menunjukkan tren peningkatan intensitas dan kejadian cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Hal ini sejalan dengan prediksi model iklim yang menunjukkan bahwa perubahan iklim akan meningkatkan risiko terjadinya cuaca ekstrem di masa depan.

Dalam konteks kejadian pribadi yang saya alami, yaitu kebocoran atap dan kerusakan panel surya akibat angin kencang dan hujan lebat, hal ini dapat dijadikan sebagai contoh konkret dari dampak perubahan iklim pada tingkat lokal. Angin kencang yang lebih kuat dari biasanya dapat menyebabkan kerusakan pada infrastruktur seperti atap bangunan dan menimbulkan risiko kecelakaan bagi manusia dan hewan.

Selain itu, kejadian angin tornado di Bandung juga menjadi bukti nyata dari dampak cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi. Angin tornado merupakan salah satu bentuk cuaca ekstrem yang jarang terjadi di Indonesia, namun dengan meningkatnya suhu permukaan laut dan faktor-faktor lain yang terkait dengan perubahan iklim, kemungkinan terjadinya angin tornado di wilayah tropis seperti Indonesia semakin meningkat.

Pentingnya kesiapsiagaan dan kesigapan dalam menghadapi potensi bencana alam menjadi semakin relevan di era perubahan iklim ini. Selain langkah-langkah praktis seperti melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan rutin terhadap struktur bangunan serta memiliki rencana evakuasi, penting juga untuk meningkatkan kesadaran akan risiko perubahan iklim dan mengambil langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi dampaknya.

Langkah-langkah mitigasi tersebut meliputi pengurangan emisi gas rumah kaca, peningkatan ketahanan infrastruktur terhadap cuaca ekstrem, dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang sudah tidak dapat dihindari. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan kita dapat lebih siap menghadapi tantangan yang dihadirkan oleh perubahan iklim dan menjaga keselamatan serta kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Indonesia Rentan terhadap Perubahan Iklim Global

Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim dan variabilitas iklim. Data yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa pada tahun 2019, emisi gas rumah kaca Indonesia mencapai 2,19 gigaton CO2e (karbon dioksida setara). 

Angka ini terdiri dari 1,32 gigaton CO2e dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan, 0,45 gigaton CO2e dari sektor energi, 0,23 gigaton CO2e dari sektor pertanian, 0,11 gigaton CO2e dari sektor limbah, dan 0,08 gigaton CO2e dari sektor proses industri dan penggunaan produk.

Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia, setelah China, Amerika Serikat, dan India. Dampak yang dihadapi Indonesia akibat perubahan iklim mencakup peningkatan frekuensi dan intensitas bencana alam, kenaikan permukaan laut, kerusakan ekosistem, penurunan keanekaragaman hayati, menurunnya produktivitas pertanian, penyebaran penyakit, dan konflik sosial-ekonomi.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan tindakan yang serius dan terencana. Langkah-langkah yang dapat diambil termasuk meningkatkan upaya mitigasi emisi gas rumah kaca melalui kebijakan yang mendukung penggunaan energi terbarukan dan pengurangan deforestasi, serta memperkuat infrastruktur dan sistem peringatan dini untuk mengurangi risiko bencana alam. 

Selain itu, perlindungan terhadap ekosistem yang rentan dan pendekatan adaptasi yang berbasis masyarakat juga harus diprioritaskan untuk mengurangi kerentanan populasi terhadap dampak perubahan iklim.

Upaya kolaboratif yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan lembaga internasional sangatlah penting untuk menangani tantangan ini secara efektif. Dengan langkah-langkah yang tepat dan kerjasama yang kuat, Indonesia dapat mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim dan melindungi masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Pertimbangan Perubahan Iklim dalam Perancangan Kota Mandiri

Perubahan iklim menjadi isu global yang semakin mendesak. Dampaknya, seperti kenaikan permukaan laut, cuaca ekstrem, dan kekeringan, sudah terasa di berbagai belahan dunia. Oleh karena itu, penting bagi kota-kota, termasuk kota mandiri, untuk mempertimbangkan perubahan iklim dalam perancangan dan pembangunannya.

Beberapa Pertimbangan Perubahan Iklim dalam Perancangan Kota Mandiri yang Berkelanjutan

Dalam merancang kota mandiri yang berkelanjutan, ada beberapa pertimbangan kunci terkait dengan perubahan iklim yang perlu dipertimbangkan. Berikut adalah beberapa contoh pertimbangan tersebut:

1. Penggunaan Energi Terbarukan: Kota mandiri dapat memanfaatkan sumber energi terbarukan, seperti energi matahari, angin, dan air, untuk memenuhi kebutuhan energinya. Dengan mengadopsi energi terbarukan ini, kota dapat mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil yang berkontribusi pada emisi gas rumah kaca dan pemanasan global.

2. Peningkatan Efisiensi Energi: Langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi energi perlu diterapkan di seluruh kota mandiri. Ini termasuk penggunaan teknologi bangunan hijau, sistem pencahayaan yang efisien, dan promosi transportasi publik yang ramah lingkungan. Dengan meningkatkan efisiensi energi, kota dapat mengurangi jejak karbonnya dan meminimalkan dampak perubahan iklim.

3. Pengelolaan Air yang Berkelanjutan: Mengingat perubahan iklim dapat memengaruhi siklus air dan meningkatkan risiko kekeringan serta banjir, kota mandiri harus memiliki sistem pengelolaan air yang berkelanjutan. Ini termasuk pengumpulan dan penyaringan air hujan, penggunaan teknologi hemat air, dan konservasi sumber daya air untuk memastikan ketersediaan air bersih yang cukup bagi penduduk kota.

4. Peningkatan Ketahanan Terhadap Bencana: Kota mandiri harus dirancang dengan mempertimbangkan ketahanan terhadap bencana alam yang terkait dengan perubahan iklim, seperti banjir, badai, dan peningkatan tinggi permukaan air laut. Infrastruktur yang tahan terhadap bencana, perencanaan tata ruang yang cerdas, dan sistem peringatan dini harus menjadi prioritas dalam perancangan kota mandiri yang berkelanjutan.

5. Transportasi Ramah Lingkungan: Promosi transportasi publik, penggunaan kendaraan listrik, dan infrastruktur yang mendukung penggunaan sepeda dan berjalan kaki merupakan langkah penting dalam merancang kota mandiri yang ramah lingkungan. Dengan mengurangi penggunaan kendaraan bermotor konvensional, kota dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan polusi udara, serta meningkatkan kualitas udara bagi penduduknya.

6. Pengembangan Ruang Hijau: Membangun ruang hijau yang cukup di seluruh kota mandiri adalah penting untuk memperbaiki kualitas lingkungan dan meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim. Ruang hijau membantu menyerap air hujan, mengurangi suhu kota, dan menyediakan habitat bagi flora dan fauna lokal. Dengan memperbanyak ruang terbuka hijau, kota dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi penduduknya.

static.republika.co.id
static.republika.co.id

Peran Peneliti

Peneliti harus menyediakan dasar ilmiah yang kokoh untuk merumuskan dan melaksanakan strategi dalam menangani perubahan iklim. Mereka harus melakukan penelitian yang relevan, inovatif, dan kolaboratif untuk meningkatkan pemahaman tentang fenomena, dampak, dan solusi terkait perubahan iklim di kawasan Asia-Pasifik, terutama di Indonesia.

Selain itu, peneliti juga harus berperan dalam pengembangan kebijakan dan praktik yang didasarkan pada bukti ilmiah dan berfokus pada pembangunan yang berkelanjutan serta pelestarian lingkungan. Mereka harus mempertimbangkan baik upaya adaptasi maupun mitigasi. Adaptasi merujuk pada langkah-langkah untuk mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas masyarakat serta sistem lainnya untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang tidak dapat dihindari. Sementara itu, mitigasi adalah upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.

Kedua upaya ini harus dijalankan secara bersamaan dan seimbang, dengan memperhatikan prinsip keadilan dan kesetaraan bagi semua pihak yang terlibat dan terdampak. Dalam konteks adaptasi, penilaian risiko sangat penting. Peneliti harus melakukan penaksiran terhadap bahaya, tingkat paparan, dan kerentanan masa depan akibat perubahan iklim, dengan menggunakan metode dan model yang tepat serta dapat dipercaya.

Selanjutnya, peneliti harus mengidentifikasi dan menganalisis opsi-opsi adaptasi yang sesuai dengan konteks dan kebutuhan lokal, serta mengevaluasi efektivitas, efisiensi, dan kelayakan dari opsi-opsi tersebut. Mereka juga harus melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, pemerintah, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah, dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan adaptasi.

Saat ini, penanganan perubahan iklim tidak bisa hanya mengandalkan upaya mengatasi aspek fisik semata. Dibutuhkan pendekatan holistik yang mencakup keterlibatan pembuat kebijakan serta peningkatan kapasitas dalam menghadapi perubahan iklim. Peneliti harus menyelaraskan penelitian mereka dengan agenda global, seperti Sendai Framework for Disaster Risk Reduction, Sustainable Development Goals, Paris Agreement, dan Convention on Biological Diversity.

Selain itu, peneliti juga harus menunjukkan relevansi, dampak, dan manfaat dari penelitian mereka bagi masyarakat dan lingkungan, serta membangun jejaring dan kerjasama dengan peneliti dan institusi lainnya di tingkat regional dan internasional. Salah satu sumber pendanaan internasional yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung penelitian adalah Asia-Pacific Network for Global Change Research (APN).

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

Pengaruh Perubahan Iklim di Indonesia

Dalam tiga hari ini telah terjadi beberapa kejadian ekstrim seperti angin topan di Bandung, banjir di Demak dan beberapa tempat lainnya di Indonesia. apakah ini ada kaitannya dengan perubahan iklim yang tidak begitu berpengaruh banyak sebelumnya.

Perubahan iklim adalah perubahan kondisi iklim rata-rata atau variabilitas iklim dalam jangka waktu yang panjang, yang disebabkan oleh faktor-faktor alami atau manusia. Perubahan iklim dapat mempengaruhi frekuensi, intensitas, dan durasi dari kejadian cuaca ekstrem, seperti angin topan, banjir, kekeringan, gelombang panas, dan kebakaran hutan1.

Menurut laporan terbaru PBB, bencana gelombang panas, kebakaran hutan, angin topan dan banjir akan makin sering terjadi akibat perubahan iklim. Hal ini karena perubahan iklim dapat menyebabkan kenaikan suhu permukaan bumi, pergeseran pola angin dan hujan, peningkatan kelembaban udara, pencairan es dan salju, dan kenaikan permukaan laut. Semua faktor ini dapat memicu atau memperparah kejadian cuaca ekstrem di berbagai tempat.

Untuk kasus angin topan di Bandung, banjir di Demak, dan beberapa tempat lainnya di Indonesia, ada kemungkinan bahwa perubahan iklim berperan dalam meningkatkan risiko atau dampak dari bencana tersebut. Namun, untuk memastikan hubungan sebab-akibat antara perubahan iklim dan bencana cuaca tertentu, diperlukan analisis yang lebih mendalam dan komprehensif, dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang juga berpengaruh, seperti variabilitas iklim alami, kondisi geografis, topografi, penggunaan lahan, infrastruktur, dan kapasitas adaptasi masyarakat.

https://asset.kompas.com/crops/WoiUw-g8zR_I_VHPwMco-yOvGE8=/0x40:648x364/750x500/data/photo/2024/02/15/65cde54461864.jpg
https://asset.kompas.com/crops/WoiUw-g8zR_I_VHPwMco-yOvGE8=/0x40:648x364/750x500/data/photo/2024/02/15/65cde54461864.jpg

Beberapa Kejadian dan Penjelasan Saintifik

Dampak Perubahan Iklim: Kota Bandung Mengalami Perubahan

Kota Bandung, yang sebelumnya terkenal sebagai "kota kembang" dengan udara yang sejuk dan nyaman, kini mengalami transformasi iklim yang signifikan. Dalam tiga dekade terakhir, suhu udara di kota ini telah mengalami peningkatan sekitar 1,5 derajat Celsius. Peningkatan ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk perubahan penggunaan lahan, peningkatan kepadatan penduduk dan kendaraan bermotor, serta fenomena El Nino yang terjadi secara periodik.

Perubahan iklim ini memberikan dampak yang luas terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat Kota Bandung. Selain mempengaruhi kesehatan dan kenyamanan, perubahan ini juga memengaruhi produktivitas masyarakat serta pola tanam dan panen bagi petani di wilayah sekitarnya. Maka dari itu, upaya mitigasi dan adaptasi menjadi semakin penting untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim di kota ini.

Perubahan iklim sendiri merujuk pada perubahan jangka panjang dalam kondisi rata-rata iklim atau variabilitas iklim, yang disebabkan oleh faktor-faktor baik alami maupun manusia. Perubahan tersebut dapat berdampak pada frekuensi, intensitas, dan durasi dari peristiwa cuaca ekstrem, seperti angin topan, banjir, kekeringan, gelombang panas, dan kebakaran hutan.

Tak hanya itu, perubahan iklim juga mampu memicu pergeseran musim, pencairan es dan salju, kenaikan permukaan laut, serta penurunan keanekaragaman hayati. Dampak negatif perubahan iklim ini tidak hanya terbatas pada Kota Bandung, namun juga merambah ke berbagai aspek kehidupan manusia dan ekosistem secara luas. Mulai dari peningkatan risiko bencana alam, penurunan produktivitas pertanian, hingga penyebaran penyakit dan munculnya konflik sosial-ekonomi.

PBB: Perubahan Iklim Mendatangkan Gelombang Bencana Cuaca yang Lebih Besar

Laporan terbaru dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyoroti bahwa gelombang bencana seperti panas ekstrem, kebakaran hutan, angin topan, dan banjir akan menjadi lebih sering terjadi sebagai dampak langsung dari perubahan iklim. Data dan analisis yang melibatkan lebih dari 220 ilmuwan dari seluruh dunia menunjukkan bahwa suhu permukaan bumi telah meningkat sekitar 1,1 derajat Celsius sejak era pra-industri. Bahkan, perkiraan menunjukkan bahwa peningkatan suhu ini kemungkinan akan mencapai 1,5 derajat Celsius dalam dua dekade mendatang.

Laporan ini memberikan peringatan keras bahwa perubahan iklim tidak hanya membawa dampak yang dapat diprediksi, tetapi juga perubahan yang tak terduga dan tidak dapat dikembalikan, seperti kematian massal terumbu karang, pencairan es di kutub, dan pergeseran arah arus laut. Di tengah semakin meningkatnya ancaman ini, laporan PBB menegaskan pentingnya sistem peringatan dini untuk mengurangi risiko bencana, sekaligus menekankan perlunya upaya serius dalam mengurangi emisi gas rumah kaca guna mencapai target yang disepakati dalam Perjanjian Paris.

Rujukan dalam laporan PBB tersebut merujuk pada laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), sebuah badan ilmiah yang memainkan peran kunci dalam memberikan penilaian ilmiah tentang perubahan iklim, dampaknya, serta solusi adaptasi dan mitigasi. Laporan terbaru IPCC, yang merupakan laporan keenam dalam serangkaian laporan sebelumnya, terdiri dari tiga bagian utama: Dasar Ilmiah tentang Perubahan Iklim, Dampak, Adaptasi, dan Kerentanan, serta Mitigasi Perubahan Iklim.

Bagian pertama dari laporan keenam IPCC, yang dirilis pada Agustus 2021, menitikberatkan pada fondasi ilmiah dari perubahan iklim. Laporan ini menguraikan penyebab, dampak, dan proyeksi perubahan iklim dengan merujuk pada lebih dari 14.000 publikasi ilmiah. Proses penyusunan laporan melibatkan lebih dari 230 penulis utama dan 750 penulis kontributor dari 66 negara, menegaskan kekuatan dan keandalan data yang dihadirkan.

Perbedaan dan Karakteristik Badai, Topan, Siklon, dan Tornado

Badai, topan, siklon, dan tornado merupakan fenomena cuaca ekstrem yang sering kali memunculkan kebingungan karena kesamaan bentuk angin kencang berputar. Meskipun demikian, masing-masing memiliki ciri khas yang membedakannya dalam hal ukuran, kecepatan, lokasi, dan penyebab terjadinya.

Badai adalah fenomena cuaca ekstrem yang ditandai oleh angin kencang berputar dengan diameter yang besar, melebihi 200 km, dan dapat terjadi baik di darat maupun di laut. Topan, di sisi lain, merupakan badai tropis yang muncul di Samudra Pasifik Barat, dikenal dengan kecepatan anginnya yang melampaui 118 km/jam. Sementara itu, siklon adalah istilah yang merujuk pada badai tropis yang terbentuk di Samudra Hindia atau Pasifik Selatan dengan kecepatan angin yang sebanding dengan topan.

Di lain pihak, tornado adalah fenomena yang berbeda dari ketiga yang disebutkan sebelumnya. Tornado adalah angin kencang yang berputar dengan diameter relatif kecil, kurang dari 2 km, yang terjadi di darat akibat perbedaan tekanan udara. Yang membedakan tornado dari badai, topan, dan siklon adalah kecepatan anginnya yang bisa mencapai puncak ekstrim, bahkan melebihi 480 km/jam, menjadikannya salah satu fenomena cuaca paling mematikan di planet ini.

Selain perbedaan dalam karakteristik fisik, fenomena cuaca ekstrem ini juga dipengaruhi oleh perubahan iklim global. Perubahan iklim, yang mengakibatkan kenaikan suhu permukaan bumi dan pergeseran pola angin serta hujan, berpotensi meningkatkan frekuensi, intensitas, dan durasi dari kejadian cuaca ekstrem. Dampaknya bisa sangat merugikan, termasuk kerusakan fisik, korban jiwa, dan kerugian ekonomi yang signifikan.

Studi-studi telah menyoroti bahwa perubahan iklim berpotensi meningkatkan risiko terjadinya badai tropis yang lebih kuat dan lebih basah, serta tornado yang mungkin terjadi lebih sering dan tersebar lebih luas, terutama di wilayah Amerika Serikat. Inilah mengapa pemahaman tentang perbedaan antara badai, topan, siklon, dan tornado, serta kesadaran akan dampak perubahan iklim, sangat penting dalam upaya mitigasi dan adaptasi terhadap cuaca ekstrem di masa depan.

Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Alam

Kejadian baru-baru ini di Padang dan Bandung menjadi pengingat bahwa cuaca ekstrem, seperti angin kencang dan hujan lebat, dapat melanda kapan saja. Oleh karena itu, menjaga kesiapsiagaan dan kesigapan dalam menghadapi potensi bencana alam menjadi sangat penting bagi kita semua.

Dalam konteks ini, diperlukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan perlindungan lingkungan dan adaptasi terhadap perubahan iklim di Kota Bandung dan di seluruh Indonesia. Upaya ini tidak hanya mencakup pengurangan emisi gas rumah kaca, tetapi juga peningkatan kesadaran masyarakat akan praktik ramah lingkungan. Selain itu, infrastruktur dan sistem peringatan dini harus diperkuat guna mengurangi risiko bencana terkait iklim. Hanya dengan kolaborasi dan upaya bersama, kita dapat menghadapi tantangan perubahan iklim dengan lebih efektif dan berkelanjutan.

Sejumlah langkah praktis dapat diambil untuk meningkatkan kesiapsiagaan individu dan masyarakat. Pertama, penting untuk melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan rutin terhadap struktur bangunan, termasuk atap dan panel surya, untuk memastikan kekokohan dan keandalannya dalam menghadapi cuaca ekstrem. Selanjutnya, memiliki pengetahuan yang cukup tentang potensi bencana alam di wilayah tempat tinggal juga sangat krusial. Dengan memiliki pemahaman yang baik, kita dapat membuat rencana evakuasi yang efektif dan mempersiapkan perlengkapan yang sesuai.

Selain itu, selalu penting untuk mematuhi arahan dan instruksi dari pihak berwenang saat terjadi bencana alam. Langkah-langkah preventif ini bukan hanya untuk keselamatan diri sendiri, tetapi juga untuk membantu melindungi orang lain di sekitar kita.

Dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesiapsiagaan dan kesigapan, kita dapat secara signifikan mengurangi risiko dan dampak dari bencana alam yang tidak terduga. Kesigapan ini juga memungkinkan kita untuk menghadapi situasi darurat dengan lebih tenang dan efektif, memberikan perlindungan yang lebih baik bagi diri kita sendiri dan komunitas sekitar.

Dalam merancang kota mandiri yang berkelanjutan, penting untuk memperhitungkan dampak perubahan iklim. Penggunaan energi terbarukan, efisiensi energi, pengelolaan air yang berkelanjutan, ketahanan terhadap bencana, transportasi ramah lingkungan, dan pengembangan ruang hijau merupakan beberapa aspek kunci yang harus dipertimbangkan. 

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, kota dapat mengurangi jejak karbonnya, meningkatkan ketahanan terhadap bencana alam, serta menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi penduduknya. Dengan demikian, perancangan kota mandiri yang berkelanjutan tidak hanya memberikan manfaat saat ini, tetapi juga membawa dampak positif jangka panjang dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global.

Pixabay
Pixabay

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun