"Opa..., tunggu dulu e. Saya kasih makan babi." Pintanya kepada opa Nadus memohon.
"Pergi. Pergi sana. Babi sudah merengek kelaparan." Opa Nadus menyuruh Patrik melakukan tugasnya. Ia pun lanjut menggulung tembakau baru, sesekali menengok cucunya di antara babi-babi di kandang.
"Sudah opa. Lanjut to?" Kata Patrik mendekati dan arahkan mata ke wajah opa. Sementara itu rona-rona merah mulai muncul di ujung cakrawala.
"Tikus putih itu pun membuka suara, berbicara di hadapan tikus-tikus pucat kecoklatan. Semua hening dan arahkan mata ke sosok putih itu. Dari suaranya pun keluar kalimat, "hari ini telah digenapi bagimu, bahwa sukacita dan keselamatan akan terjadi di tengah-tengahmu. Rayakanlah ini sebagai permulaan."
Tidak tahu mengapa, setelah mendengar dia, semua mereka tertegun. Kata-katanya berkekuatan dan hidup, seolah-olah menghipnotis semua di hadapannya. Tidak ada yang membantah katanya. Sesepuh dan tua-tua yang duduk di dekatnya, berlutut dihadapanya. Serentak semua tikus-tikus lain, ikuti.
Seekor tikus lanjut usia beranikan diri berkata. Nada suaranya bukan suaranya sendiri. "Ini dia yang kita rindukan dalam cerita-cerita, dalam mimpi, dalam imajinasi, dalam harapan. Dia mengatasnamakan yang Agung. Terberkatilah kita." Tikus-tikus lain terkejut dengar suara itu.
Pemimpin dari antara tikus-tikus itu pun berdiri. Ia dipandangi wajah-wajah dari rasnya, dengan sorot kerinduan tentang sosok putih. Lalu ditatapnya dengan memohon kepada tikus putih, "jadilah bagian dari kami dan tinggalah. Mari kita makan dan minum dari sumber yang sama. Dirimu akan menjadi berkat dan wali yang maha Agung, yang tidak pernah kami lihat rupa dan wujudnya."
"Patrik..., mandi sudah. Sudah malam ini." Istri anaknya menyuruh.
"Sudah ya. Saatnya Patrik mandi. Besok baru opa lanjutkan ceritanya." Jelas opa kepada Patrik menjanjikan.
"huu,.. selalu buat penasaran." Patrik melangkah tinggalkan opa, yang tetap setia dengan bale-bale bambu. Dan menyalakan pelita, untuk menghalau gelap yang sudah melahap cahaya. Â Â
***