Mohon tunggu...
Aurelius Haseng
Aurelius Haseng Mohon Tunggu... Freelancer - AKU yang Aku tahu

Mencari sesuatu yang Ada sekaligus tidak ada

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tikus Putih Tanpa Pamit: Cerita Opa

28 Desember 2020   08:14 Diperbarui: 28 Desember 2020   08:35 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Patrik ke sini, opa ada ceritakan untukmu. Pasti kamu senang," suara tua renta yang masih bersih memanggil Patrik yang baru kelas V SD. Ini jadi cerita yang kesekian kali darinya.

"Cerita apa opa? Jangan cerita seperti kemarin, saya takut," jawab Patrik, mendekati opa Nadus. Ditaruhnya pantat di atas bilah bambu itu dengan melipatkan dua kakinya.

Patrik suka mendengar cerita opa Nadus, tentang pengalamannya, tentang legenda-ledenda hebat jaman dulu, tentang anak durhaka, tentang surga, juga dunia binatang. Saking terekamnya cerita-cerita itu dalam memori, Patrik bawa sampai mengigau.

"Dahulu, di rumah reot, tepat di tengah persawahan, hiduplah tikus-tikus sawah. Rumah itu buruk rupa dan ditelantarkan petani, tapi itulah kampung tinggal mereka. Di situ, tikus hidup damai, harmonis, dan tidak terusik oleh gangguan para petani.

Mereka makmur, tidak kekurangan makanan, karena bulir-bulir padi ada di sekelilingnya. Anak-anak tikus, tua muda, betina jantan, tanpa pandang bulu bekerja sama penuhi kebutuhan bersama. Yang renta, sakit, dan janda diperhatikan. Rumah itu seperti istana tanpa hamba dan tuan. Semua setara tanpa strata.

Tibalah suatu ketika, ada seekor tikus yang kebetulan lewat di situ. Ia tampak sedang melaksanakan perjalanan. Melihat rumah itu, ia putuskan untuk berhenti, biar pulih tenaga yang hampir habis terkuras. Bergegas ia berlangkah, memasuki rumah. Dalam pikirnya di situ kosong dan tidak dihuni ras seperti dirinya. 

Saat masuk ke dalam rumah, ia heran melihat ada penghuni yang padat. Mereka semua berbadan sehat, segar, dan gemuk, dengan warna bulu-bulu pucat kecoklatan menutupi kulit. Pada kulit mereka, percikan lumpur menempel. Kotor. Pertanda mereka tikus-tikus sawah, yang tinggal di lingkungan lumpur. Tidak seperti dirinya yang dikaruniai bulu putih yang cantik dan menawan. Ia jadi pusat perhatian di situ.     

Tikus-tikus itu pun mengerumuni tikus putih. Mengamat-amati sekujur tubuhnya dan menjamah helai-helainya dengan tangan. Sangat lembut. Belum pernah dalam hidup mereka, melihat ras tikus berbuluh putih sepertinya. Itu hanya ada dalam dongeng-dongeng tikus-tikus sesepuh, yang bermimpi akan datangnya pangeran agung dan memimpin mereka menuju keabadian. Cerita kesukaan tikus-tikus kecil sebelum tidur.

Tikus-tikus pucat kecoklatan, ramah menyambut tikus putih. Jatung mereka berdebar, berkutat dengan pertanyaan, "apakah dia ini yang dinubuatkan dalan cerita?" Dengan hormat, mereka mempersilakan ia duduk di tempat agung, bersama para sesepuh, dan tetua. Kepadanya disajikan makanan dan minuman yang lezat. Dan penari-penari putri terbaik mengiringi santapnya. Ia diterima bak seorang raja.

Tikus-tikus lain menatapnya dari jauh, mengagumi dirinya yang pancarkan daya tarik dan ketampanan. Tidak dibayangkan oleh mereka, legenda tikus putih dalam cerita-cerita pengantar tidur, benar-benar ada. Tikus itu sekarang ada di tengah-tengah mereka."

"Patrik..., kasih pakan babi dulu. Mama mau pergi petik sayur di kebun." Teriak mamanya Patrik keluar dari dalam dapur, dengan keranjang sayur dijunjung di kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun