Mohon tunggu...
Audrey Qisty Saylaadinadya
Audrey Qisty Saylaadinadya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tips Mengatasi Anxiety Disorder pada Mahasiswa

18 Mei 2023   22:24 Diperbarui: 18 Mei 2023   22:35 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa cemas melekat pada setiap manusia. Namun, jika kecemasan ini menjadi berlebihan tanpa alasan yang kuat dan berlangsung lebih dari enam bulan, Anda mungkin mengalami gangguan kecemasan.

Mahasiswa yang mengalami gangguan kecemasan tentu sangat khawatir, karena masalah psikologis dapat mempengaruhi kesehatan tubuh sendiri sedemikian rupa sehingga kemampuan mahasiswa untuk tampil dalam kehidupan sehari-hari di universitas dapat memburuk. 

Oleh karena itu,  artikel ini akan melihat lebih dekat apa saja penyebab utama mengapa siswa menderita gangguan kecemasan dan akan mencoba mencari solusi untuk mengatasi gangguan kecemasan tersebut.  

Apa itu Anxiety disorders?

Anxiety disorder adalah gangguan kecemasan dan melibatkan penyakit mental yang cukup serius. Rasa cemas, khawatir, dan takut yang konstan dan sulit untuk dihadapi. Bagi seseorang yang merasa gelisah di tempat baru karena keperluan pekerjaan, perasaan gelisah itu datang dan pergi dengan mudah dan tidak mengganggu aktivitas.

Namun, bagi pengidap anxiety disorder perasaan gelisah tersebut ini akan terus ada. Penyakit ini dapat menyebabkan seseorang dapat berhenti melakukan sesuatu yang disukainya. Selain itu, dalam beberapa kasus, anxiety disorder juga mempengaruhi memori jangka pendek, menjadi impulsif, memicu depresi, menyebabkan insomnia, memengaruhi pada kadar hormon serotonin dan tiroid. 

Menurut WHO, terdapat 301 juta penduduk di dunia memiliki gangguan mental, dimana 58 juta penderita gangguan kecemasan merupakan anak-anak dan remaja. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, sejak tahun 1990-an hingga 2017, gangguan kecemasan menempati urutan kedua dari sepuluh penyakit yang paling banyak diderita masyarakat Indonesia.

Gejala awal gangguan kecemasan yang dialami penderitanya merupakan perasaan panik hingga jantung berdegup kencang. Dalam hal ini, badan dan pikiran pasien sulit mengontrol emosinya saat berhadapan dengan seseorang. Ketakutan dan kecemasan ini dapat membuat penderita mengalami serangan panik.

Gejala anxiety disorder:

  1. Kecemasan yang sulit dikendalikan.

  2. Gugup berlebihan.

  3. Merasa lelah, tetapi kesulitan tidur.

  4. Kram Otot, mual, mulut kering.

  5. Kesulitan berkonsentrasi.

  6. Mudah marah dan tersinggung.

  7. Kesemutan dan berkeringat di tangan dan kaki. 

  8. Pikiran kosong.

Penyebab anxiety disorder 

Gangguan mental yang berdampak pada kekhawatiran berlebih ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti berikut:

  1. Dipicu oleh genetik dari keluarga. 

  2. Gangguan pernapasan.

  3. Kondisi medis yang tidak stabil, seperti pada organ jantung, paru-paru, tiroid. , sehingga meningkatkan denyut nadi dan pernapasan.

  4. Kejadian traumatis masa lalu dan stres jangka panjang.

  5. Mengkonsumsi kafein yang berlebih berdampak pada kerja jantung.

  6. Kondisi medis yang tidak stabil.

  7. Penggunaan obat keras.

Para peneliti menyimpulkan jika penyebab gangguan kecemasan berasal dari otak yang membentuk respon rasa takut melalui ingatan dan memori dari objek yang pernah dirasakan. 

Terdapat beberapa cara untuk mengatasi anxiety disorder yang dapat dilakukan segara agar tidak semakin berkembang dan menjadi lebih parah. Cara untuk mengatasinya yaitu dengan menarik napas yang dalam ketika merasa cemas secara tiba-tiba, hal tersebut dapat membuat rileks serta sel saraf pada otak yang memicu stress dapat jauh lebih tenang. Lalu, memusatkan pikiran kita bahwa rasa cemas tersebut suatu hal yang wajar dan mulai memikirkan hal yang menyenangkan atau kita bisa diam saja tanpa melakukan atau memikirkan hal apapun. Terakhir, kita harus memberi waktu pada diri sendiri. Kita dapat melakukan banyak hal yang disukai dengan begitu rasa cemas mungkin akan perlahan mereda. 

Apabila hal-hal tersebut tidak bisa untuk mengendalikan rasa cemas yang dimiliki, dapat dilakukan psikoterapi. Psikoterapi adalah langkah penyembuhan berupa konseling rutin ke psikolog atau psikiater, agar pasien dapat mengelola emosinya dalam kehidupan sehari-hari dari kecemasan berlebih. Pengobatan ini terdiri dari cognitive behavioral therapy (CBT) dan exposure therapy. 

a. Cognitive behavioral therapy (CBT), yaitu terapi untuk pasien gangguan kecemasan agar mereka dapat mengontrol pola pikir serta perilaku yang mengarah pada ketakutan berlebih. CBT membantu kita untuk lebih mengerti tentang bagaimana pikiran manusia berfungsi karena hal ini berdasar pada neuroscience,  penelitian, dan psikologi sains. 

CBT adalah pengobatan yang efektif untuk gangguan kecemasan dan biasanya mengarahkan kita untuk menurunkan kecemasan. Sebuah Penelitian telah menunjukkan bahwa terapi ini setara dengan pengobatan dengan obat-obatan dan lebih efektif dalam enam bulan setelah pemeriksaan berkala.

b. Exposure therapy, yakni, terapi berupa aktivitas khusus yang disesuaikan dengan ketakutan pasien, sehingga penderita gangguan kecemasan dapat dengan tenang beradaptasi dengan lingkungannya. Model perawatan ini cocok untuk kondisi yang lebih lanjut seperti fobia dan gangguan stres pascatrauma .  

Dapat disimpulkan bahwa gangguan kecemasan yang berlebihan dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang paling banyak menyebabkan gangguan kecemasan yang berlebihan pada adalah masalah akademik dan nilai-nilai dari ujian yang mereka dapatkan. Kemudian, untuk mencari solusi untuk mengatasi gangguan kecemasan tersebut yaitu dengan terapi Cognitive Behavioral Therapy atau CBT, dan lain-lain. Terapi CBT ini sendiri dinilai sebagai solusi yang cukup efektif untuk mengatasi gangguan kecemasan yang berlebihan.

Daftar Pustaka:

Mathers, C. D., & Loncar, D. (2006). Projections of global mortality and burden of disease from 2002 to 2030. PLoS Medicine, 3(11), e442. https://doi.org/10.1371/journal.pmed.0030442

Newman, M. G., Llera, S. J., Erickson, T. M., Przeworski, A., & Castonguay, L. G. (2011). Worry and Generalized Anxiety Disorder: A Review and Theoretical Synthesis of Evidence on Nature, Etiology, Mechanisms, and Treatment. (Barlow 1988), 275--297. 

Patriquin, M. A., & Mathew, S. J. (2017). The Neurobiological Mechanisms of Generalized Anxiety Disorder and Chronic Stress. Chronic Stress, 1, 247054701770399. https://doi.org/10.1177/2470547017703993

Zwanzger, P. (2018). Treatment of anxiety disorders. MMW-Fortschritte Der Medizin, 160(17), 48--54.  https://doi.org/10.1007/s15006-018-0025-z

Jane-Llopis, E., Anderson, P., Stewart-Brown, S., Weare, K., Wahlbeck, K., McDaid, D., ... Litchfield, P. (2011). Reducing the silent burden of impaired mental health. Journal of Health Communication, 16(SUPPL. 2), 59--74. https://doi.org/10.1080/10810730.2011.601153

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun