Tujuh bulan berlalu. Meilani dinyatakan sembuh dari penyakitnya. Wanita itu kembali bersemangat melanjutkan hidupnya. Dokter Daniel memberinya pekerjaan sebagai juru masak. Meilani tidak perlu lagi berkeliaran di jalanan, apalagi kembali ke tempat Subandi.
Meilani mendapatkan pengajaran dari seorang guru yang dipanggil secara khusus oleh Dokter Daniel. Guru yang mengajari budi pekerti, etika dalam berprilaku dan bersikap, serta membentuk kepribadiannya menjadi lebih bersahaja.
Menjelang akhir bulan Desember. Sudah hampir tiga tahun Meilani bekerja di rumah Dokter Daniel. Pekerjaan yang sesungguhnya tidak banyak menyita waktunya. Tugasnya hanya menyiapkan makanan untuk sang dokter, menyiapkan pakaian yang hendak dikenakan oleh sang dokter, juga merapikan kamar tidurnya.
Â
Meilani merias wajahnya. Gaun berwarna putih membalut tubuhnya yang kembali molek. Sepasang anting menghias cuping telinganya, juga kalung berliontin permata berwarna senada dengan gaunnya. Dokter Daniel telah mengubah Meilani menjadi sosok wanita berkelas.
"Kemana kau hendak membawaku, Tuan?"
"Menghadiri sebuah pesta. Teman-temanku sedang berkumpul di Indonesia. Kami ingin merayakannya. Reuni kecil yang menyenangkan.
"Tidak. Aku tidak punya keberanian berbaur dengan kalanganmu, Tuan."
"Mengapa?" Dokter Daniel bertanya, sembari mengaduk kopi hangat yang terhidang di atas meja makannya yang berlapis marmer. Meilani masih berdiri di sampingnya, bersiap kapanpun sang dokter menyuruhnya mengambil gula tambahan.
"Aku memiliki masa lalu yang kelam. Kuharap kau tidak lupa bahwa aku dulunya seorang pelacur."
"Kau melacurkan diri karena dipaksa. Subandi sudah mendekam di dalam penjara. Kau tidak perlu khawatir."