Mohon tunggu...
Audrey Pasha
Audrey Pasha Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Hobi: menulis, travelling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menikahi Pelacur

13 Oktober 2023   12:52 Diperbarui: 23 Oktober 2023   11:19 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam semakin larut. Hawa dingin menyiksa menembus tubuhnya yang tak berdaging. Meilani menarik selimut yang ia curi dari Subandi, berusaha mengatur nafas untuk menyingkirkan siksaan akibat cuaca yang semakin tak berpihak padanya. Meilani berusaha tidur, melupakan ketakutannya pada kekejaman makhluk, hingga matahari terbit dari ufuk timur, menaburkan sinarnya yang teduh, membangunkan Meilani yang susah payah bangkit dari posisinya.

Wanita itu berjalan tertatih meninggalkan kolong jembatan. Hendak kemana ia menuju, tak tahu arah, hanya mengikuti kata hatinya yang bimbang. Hingga sampai di perkampungan di belakang gedung bertingkat, Meilani memeriksa tong sampah milik orang kaya. Ada remahan nasi dengan sisa-sisa daging. Wanita itu memungutnya, lalu memakannya dengan membabi buta. Ia tidak menyadari ketika seorang pria berdiri di balik pagar besi, sedang mengawasinya.

Seorang penjaga rumah keluar, menarik tubuh Meilani dengan menggunakan sarung tangan. Penjaga rumah berpakaian serba putih, tampak jijik memegang lengan Meilani yang ditumbuhi penyakit. Penjaga itu mendorong tubuh Meilani ke dalam sebuah ruangan, memintanya untuk membersihkan diri, lalu mengganti pakaiannya yang kumal. Meilani gemetar. Ia ketakutan namun ia tidak berani menolak perintah. Lagipula, tidak ada yang sudi memperkosanya, dan jika ia akan dibunuh, ia akan berterima kasih padanya karena teleh mengakhiri hidupnya yang menyedihkan.

Penjaga meninggalkan ruangan. Pintu kayu ditutup rapat namun tidak dikunci. Sebuah kamar yang tidak terlalu besar, dilengkapi sebuah tempat tidur sederhana, sebuah kursi panjang yang terbuat dari kayu, juga ruangan lain yang ternyata adalah kamar mandi. Di atas ranjang terdapat sepasang pakaian wanita, lengkap dengan pakaian dalam. Seseorang sudah menyiapkannya untuk Meilani.

Wanita itu berdiri di depan sebuah cermin. Ia telah selesai membersihkan tubuhnya yang kumal. Ia menyisiri rambutnya perlahan, menyentuh pipinya yang cekung, dan tanpa ia sadari, air matanya mengalir. Meilani tidak secantik sebelumnya. Meilani yang menjadi kebanggaan Subandi karena banyak pria ingin menjelajahi kemolekannya, kini menjadi seonggok sampah.

Meilani duduk di tepi ranjang. Tidak ada gunanya meratapi hidup. Kematian mungkin akan segera tiba. Harapannya untuk hidup normal selayaknya wanita di luar sana enyah sudah. Tidak akan ada pria baik yang sudi menikahi seorang pelacur yang terjangkit penyakit lepra, kurus kering, dan sekarat.

Meilani terbangun dari lamunannya. Matanya yang sayu menatap ke arah pintu, mendapati sosok pria berpakaian serba putih melangkah mendekatinya. Pria tampan berusia tiga puluh tahunan, dengan rambut yang disisir ke belakang. Pria berkulit putih yang rupawan, dan tentu saja, seorang pria baik-baik, bukan pria yang suka menyiksanya di atas tempat tidur.

"Nona, Aku Dokter Daniel. Aku akan memeriksamu. Kulihat, kau sedang sakit."

"Aku tidak punya uang untuk membayarmu. Biarkan saja. Penyakit ini akan mengantarkanku menemui kedua orang tuaku."

"Lepra tidak akan membunuhmu. Pengobatan zaman sekarang sudah sangatlah baik. Kau akan sembuh, percayalah padaku."

Meilani terdiam. Ia membiarkan sang dokter memeriksanya. Wajahnya tertunduk lesu. Sesungguhnya ia tidak tega membiarkan sang dokter menyentuh kulitnya yang menjijikkan. Namun apalah daya, Meilani tidak memiliki kekuatan untuk memberontak. Ia bukan siapa-siapa, ia tidak punya apa-apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun