Hari itu, Har dan Uni Nun sedang duduk di bawah pohon. Di hadapannya terpapar sebuah gunung menjulang tinggi. Dirasakannya tiupan angin oleh gunung itu. Berembus semilir, sejuk. Mengingatkan akan sebuah ceritanya di masa lampau.
(Hening)
Uni Nun : Har, kini kau pasti bahagia. (Menatap hampa pada langit)
Har : Maksudmu, Nun? (tertegun)
Uni Nun : Ya, sekarang kau sudah punya istri dan anak. Tentunya kau pasti bahagia.
Har : (terdiam)
Uni Nun : Aku sendiri masih bertanya. (sejenak menatap Har kemudian menatap langit). Kebahagiaan yang dimiliki setiap orang itu berbeda. Orang-orang di luar sana hanya tahu tawa-tiwinya saja. Namun di dalam hatinya adakah yang tahu cerita-cerita yang tenggelam dalam luka?
Har : (masih terdiam)
Uni Nun : Tak terasa sudah lima tahun. Ya, lima tahun menikah dan memiliki anak. (dengan tertawa masam). Dan kau cinta pada istrimu, tentu (menatap wajah Har).
Har : Ya, dan kini anakku sudah dua. (membuang tatapan Uni Nun)
Uni Nun : Dan kau sangat menyayangi mereka begitupun sebaliknya. Dan kau tentu bahagia. (mengalihkan tatapannya)