Mohon tunggu...
Riga Sanjaya
Riga Sanjaya Mohon Tunggu... -

Cerita-cerita dari bilik kepala.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Takdir [Bagian 2]

29 Januari 2014   18:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:20 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Ya Allah, aku lupa, Dah. Tolong kau teleponkan si Inun, si Nyak dan si Mila. Nomor mereka ada di hapeku.” Kusodorkan ponsel, Midah menyambut. Setelah memencet beberapa nomor, dia mulai menelepon.

“Udah semua Midah telepon, Mak. Kak Inun dan Kak Nyak katanya besok pagi-pagi berangkat dari Medan. Sedangkan si Mila nomornya nggak aktif, jadi aku kirim sms aja.” Midah menyerahkan ponsel. Aku menyimpannya dalam tas, lalu kembali melamun.

Menit demi menit berlalu dalam siksaan. Kesabaranku rasanya teramat tipis hari ini. Ingin rasanya kumaki kendaraan yang menyalip kami, atau pengendara truk yang seenaknya parkir di bahu jalan. Bahkan sekali kumarahi Rahmad yang kuanggap terlalu lama di kamar mandi sebuah SPBU.

“Melilit, Mak.” Rahmad nyengir. Kurasa dia maklum atas sikapku hari ini.

Aku bahkan berniat menolak ajakan Midah untuk singgah di sebuah rumah makan. “Nggak usah, Dah. Aku nggak lapar. Lebih baik kita jalan terus biar cepat sampai!” Aku berkeras.

Midah dengan sabar membujukku. “Mamak harus makan, jangan sampai jadi sakit.”

Akhirnya aku mengalah. Sesudah mengisi perut dan shalat jamak maghrib dan isya, kami melanjutkan perjalanan.

**********

Jelang tengah malam kami sampai di rumah sakit dr. Fauziah di Bireueun. Meski malam sudah larut, tapi suasana di rumah sakit terbesar di kota Bireuen ini masih terlihat ramai, terutama di Instalasi Gawat Darurat. Beberapa dokter jaga hilir mudik, anggota keluarga yang menjaga keluarganya, dan beberapa polisi berdiri di sekitaran tempat itu. Dengan hati berdebar aku dan Midah berjalan menuju IGD. Rahmad kami tinggalkan di mobil untuk beristirahat. Kami mendekati seorang dokter yang duduk di belakang sebuah meja. Di samping dia mahasiswa magang yang setengah mengantuk bersandar di dinding.

Di depan dokter muda itu kami berdiri.

“Ada yang bisa dibantu, Ibu?” Lelaki itu bertanya dengan ramah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun