Cerita bagian 1 bisa dibaca di SINI
“Mak, kok nangis? Ada apa?” Midah bertanya khawatir melihatku seperti orang yang mendapat pukulan mental sesudah menerima telepon dari orang tak dikenal. Midah memelukku erat-erat, sebab aku sudah mulai menangis tersedu.
“Firman, Dah...si Firman...” jawabku di antara isak.
“Iya, Firman kenapa, Mak?”
“Kecelakaan.” Tangisku kian keras.
“Innalillahi.”
Midah sontak mengucap. “Gimana kondisinya sekarang, Mak?”
Aku menggeleng. Mengusap airmata yang memenuhi pipi. “Nggak tahu. Tadi polisi yang nelpon cuma bilang kalau bus yang dinaiki Firman kecelakaan. Tabrakan dengan bus lain yang menuju Medan.” Sudah payah kuselesaikan kalimatku. Rasanya aku ingin segera terbang menemui anak lelaki kesayanganku.
“Ya Allah!” Midah mulai ikut menangis. “Yang sabar ya Mak. Semoga Firman nggak kenapa-kenapa. Semoga dia selamat.”
Aku mengangguk-angguk. Hatiku mulai berdoa semoga Firman termasuk ke dalam korban selamat.
“Dibawa ke mana korban-korbannya Mak?”
“Rumah Sakit dr. Fauziah, Bireueun. Dah, antar aku ke sana, Dah. Tolong antar aku.” Aku memohon.