"Apa?"
Kedua mata Momo melebar. "Ha?"
"Ha? Ada apa?"
Tak bisa mendengar jelas, Momo mencondongkan kepala ke depan. "Apa? Kau bilang sesuatu?"
"Tidak." Bastian menggeleng. "Bukankah kamu yang tadi bilang sesuatu?"
Tidak merasa, dahi Momo mengerut. "Tidak ada. Aku tidak mengatakan apapun," ucapnya dengan yakin. Benar, gadis ini bahkan tidak sadar dengan apa yang keluar dari mulutnya beberapa saat lalu.
Bastian tak lagi menimpali, mungkin ia juga tidak terlalu peduli. Hingga tanpa ada obrolan yang berarti, keduanya sudah tiba di depan rumah mewah berlantai dua.
"Turun. Sampai kapan kau akan terus duduk di sana?" ucap Bastian setelah menghentikan sepeda.
"Dih, sabar. Baru juga berhenti," pekik Momo, kesal.
Seolah membuat Momo kesal adalah hal yang menyenangkan, Bastian terkekeh. "Aku akan menjemputmu jam empat nanti, oke?" lanjutnya.
Momo terdiam. Bibirnya memang terlipat, tapi siapa yang menduga jika di dalam sana ada kupu-kupu yang berterbangan. Ketika tak bisa menyembunyikan senyum, memukul Bastian dengan tas adalah satu-satunya cara untuk bersembunyi.