Di saat sela-sela melakukan berbagai rutinitas dalam pekerjaan, penulis sering melihat ada rekan kerja yang terlihat sangat sibuk dalam bekerja.
Dan jika ditanya, bagaimana kemajuan dari pekerjaannya, dan jawabannya selalu, "Saya sedang sibuk bekerja"?
Namun, ketika tiba saatnya diminta untuk menunjukan hasil akhir yang konkret dari semua aktivitas kesibukan itu, tidak ada yang bisa ditunjukkannya kepada kita.
Fenomena ini dikenal sebagai "pura-pura sibuk" atau "Fake productivity," di mana seseorang hanya terlihat sibuk tetapi sebenarnya tidak melakukan apa-apa yang bermanfaat atau bernilai.
Kita yang terlibat dalam perilaku ini mungkin berusaha untuk memberikan kesan bahwa kita sangat produktif dan berkomitmen pada pekerjaan kita. Padahal kenyataannya kita tidak melakukan pekerjaan yang berarti.
Ada Beberapa Alasan, Mengapa Seseorang Memilih untuk Pura-pura Sibuk
Pertama, karena adanya Tekanan Sosial dan Budaya Kerja
Di era modern ini, tekanan sosial dan budaya kerja yang kompetitif seringkali mendorong banyak individu untuk berpura-pura sibuk. Fenomena ini tidak hanya mempengaruhi produktivitas, tetapi juga kesejahteraan mental dan emosional.
Dan dalam banyak budaya kerja, ada ekspektasi yang tinggi untuk selalu terlihat sibuk. Kita sering merasa perlu menunjukkan bahwa kita adalah pekerja keras.
Untuk selalu terlihat produktif. budaya ini menganggap bahwa diri kita yang terlihat sibuk adalah individu yang berkontribusi lebih banyak dan lebih berharga bagi tempat di mana kita bekerja.
Akibatnya, kita akan sering merasa perlu menunjukkan bahwa kita selalu sibuk, bahkan ketika kita tidak benar-benar memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
Yang tidak kalah pentingnya saat ini, peranan media sosial sering kali memperlihatkan gambaran yang tidak realistis tentang kehidupan kerja di dunia maya.
Melihat orang lain di dunia maya yang selalu tampak sibuk dan sukses dapat menimbulkan perasaan tidak cukup baik bagi kita yang melihat, sehingga bagi kita yang mlihat merasa perlu mengikuti jejak tersebut dengan berpura-pura sibuk.
Kedua, Persepsi Kesuksesan
Dengan persepsi kesuksesan seringkali dikaitkan dengan kesibukan. Akan hal ini, banyak di antara kita merasa perlu berpura-pura sibuk untuk menunjukkan bahwa kita adalah orang sukses dan produktif.
Karena, orang yang sibuk sering dianggap lebih sukses. Akhirnya kesibukan diidentikkan dengan kerja keras, dedikasi, dan produktivitas.
Akibatnya, kita sering merasa perlu terlihat sibuk untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungan sosial di sekitar kita.
Ketika kita tidak melakukan kegiatan di lingkungan kerja atau memiliki waktu luang, sering dipandang negatif atau stigma ketidakaktifan. Akhirnya yang tidak terlihat sibuk bisa dianggap pemalas atau kurang berambisi.
Untuk menghindari stigma ini, banyak di antara kita akhirnya berpura-pura sibuk agar terlihat aktif dan berkomitmen akan suatu produktivitas.
Kesuksesan sejati bukanlah tentang seberapa sibuk kita terlihat oleh orang lain, tetapi tentang bagaimana kita mencapai tujuan kita dengan cara yang sehat dan berkelanjutan.
Tetapi banyak orang mengaitkan kesibukan dengan kesuksesan. Mereka berpikir bahwa jika mereka terlihat sibuk, mereka akan dianggap lebih berhasil dan berdedikasi.
Ketiga, Pengalihan Perhatian
Terkadang, kita banyak alasannya untuk menghindari tugas-tugas yang sebenarnya penting tapi mungkin membosankan atau menantang untuk dikerjakan.
Fenomena ini bukan hanya mempengaruhi produktivitas, tetapi juga tentang profesional dan mental kita sebagai pekerja.
Karena tugas yang menantang seringkali memiliki risiko kegagalan yang lebih tinggi. Ketakutan akan kegagalan ini bisa membuat kita merasa cemas dan ragu untuk memulai atau menyelesaikan tugas tersebut.
Akibatnya, kita memilih untuk terlihat sibuk dengan tugas-tugas yang lebih mudah dan tidak terlalu berisiko, agar terhindar dari kerjaan yang sangat penting.
Kurangnya kepercayaan diri dalam kemampuan menyelesaikan tugas yang menantang juga menjadi faktor pendorong kita untuk menghindar.
Orang yang merasa tidak yakin dengan kemampuannya cenderung menghindari tugas yang bisa memperlihatkan kelemahannya, sehingga memilih untuk tetap sibuk dengan pekerjaan lain yang lebih familiar.
Dengan berpura-pura sibuk, bisa menunda tugas yang menantang tanpa merasa terlalu bersalah, karena masih terlihat produktif di mata orang lain.
Keempat, Keamanan Pekerjaan
Dalam beberapa kasus, di dunia kerja yang kompetitif dan tidak pasti, kita merasa perlu terlihat sibuk untuk menjaga keamanan pekerjaan kita.
Kita takut jika terlihat tidak sibuk, maka kita akan dianggap tidak diperlukan dan rentan terkena pemutusan hubungan kerja.
Keamanan pekerjaan menjadi perhatian utama bagi kita yang pura-pura sibuk. Ketakutan akan kehilangan pekerjaan sering mendorong pribadi kita untuk berpura-pura sibuk sebagai cara untuk menunjukkan nilai kita kepada atasan dan menjaga posisi mereka tetap aman.
Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) selalu ada, terutama di masa-masa ekonomi sulit. Kita sering merasa bahwa dengan terlihat sibuk dan produktif, kita dapat mengurangi risiko di-PHK karena atasan akan melihat kita sebagai aset yang berharga.
Kita mengharapkan pribadi kita agar selalu terlihat sibuk dalam bekerja. Dalam lingkungan seperti ini, kita yang tidak terlihat sibuk bisa dianggap sebagai tanda kurangnya komitmen atau kompetensi, sehingga kita merasa perlu berpura-pura sibuk untuk mengamankan posisi kita.
Dampak Negatif dari Fake Productivity
Tadi beberapa alasan bagi kita yang pura-pura sibuk, padahal fake productivity. Apa dampak negatif dari pura-pura sibuk.
Pertama, Mengurangi Efisiensi
Maka kita akan menghabiskan waktu dan energi pada hal-hal yang tidak penting, pura-pura sibuk, akan mengurangi efisiensi keseluruhan tim atau organisasi di mana kita bernaung.
Berpura-pura sibuk sering menghabiskan waktu pada tugas-tugas yang tidak penting atau bernilai rendah hanya untuk terlihat produktif.
Akibatnya, waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk pekerjaan yang lebih kritis dan bernilai tinggi menjadi terbuang.
Pura-pura sibuk mengalihkan perhatian dari tugas-tugas yang sebenarnya penting dan mendesak. Ini berarti proyek-proyek penting mungkin tertunda, dan tujuan utama organisasi tidak tercapai tepat waktu atau on time.
Kedua, Menurunkan Moral
Selain mengurangi efisiensi dan produktivitas, juga memiliki dampak yang merusak moral tim. Ketika rekan kerja melihat perilaku berpura-pura sibuk, mereka mungkin merasa frustrasi atau kurang termotivasi.
Rekan kerja yang benar-benar produktif merasa tidak adil ketika melihat kita yang berpura-pura sibuk tetap mendapatkan pengakuan atau penghargaan yang sama. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpuasan dan perasaan mereka tidak dihargai.
Ketika orang-orang yang produktif melihat bahwa manajemen tidak dapat membedakan antara kesibukan palsu dan produktivitas nyata, mereka akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem penilaian kinerja perusahaan. Ini bisa menyebabkan penurunan moral secara keseluruhan.
Dengan pura-pura sibuk dapat berkontribusi pada terciptanya lingkungan kerja yang toksik. Karena kita merasa harus berpura-pura sibuk untuk mempertahankan pekerjaan kita, ini menciptakan tempat kerja yang tidak sehat dan suasana kerja yang negatif.
Akhirnya akan tidak kolaboratif. Kita lebih fokus pada cara kerja yang terlihat sibuk daripada bekerja sama tim untuk mencapai tujuan bersama, yang mengurangi efektivitas tim.
Ketiga, Menghambat Inovasi
Fokus pada kegiatan yang tidak produktif dapat menghambat inovasi dan kemajuan di tempat kerja. Inovasi adalah kunci untuk pertumbuhan dan adaptasi dalam dunia kerja, terutama dunia bisnis yang cepat berubah, tetapi perilaku pura-pura sibuk dapat merusak kemampuan organisasi untuk berinovasi.
Ketika kita yang pura-pura sibuk lebih banyak menghabiskan waktu untuk tugas-tugas yang tidak penting hanya untuk terlihat sibuk, akhirnya kita kehilangan kesempatan untuk memikirkan ide-ide kreatif dan inovatif yang dapat membantu organisasi berkembang.
Cara Mengatasi Fake productivity
Nah, mari kita melihat bagaimana cara mengatasi pura-pura sibuk seperti ini.
Pertama, Prioritaskan Tugas
Mari ciptakan fokus pada tugas-tugas kita yang memberikan dampak besar dan penting untuk tujuan jangka panjang adalah kunci untuk mengatasi perilaku fake productivity.
Tentukan apa yang benar-benar penting untuk mencapai tujuan jangka panjang. Fokus pada tugas yang langsung mendukung pencapaian tujuan ini.
Setiap hari, buat daftar tugas yang perlu diselesaikan dan urutkan berdasarkan tingkat prioritasnya. Fokuskan energi dan waktu pada tugas yang paling penting terlebih dahulu.
Hambatan besar dalam mengatasi hal ini adalah gangguan dan kecenderungan untuk teralihkan dari tugas-tugas yang sebenarnya penting.
Usahakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan hindari godaan untuk mengejar aktivitas yang hanya tampak produktif.
Kedua, Evaluasi dan Tinjau Kembali
Secara teratur tinjau kembali cara kita menghabiskan waktu dan pastikan bahwa kita benar-benar fokus pada tugas-tugas yang memberikan nilai tambah yang signifikan bagi tujuan jangka panjang kita.
Dengan mempraktikkan prioritas ini, kita dapat mengurangi perilaku fake productivity dan lebih efektif dalam mencapai tujuan kita secara berkelanjutan.
Setiap kita harus memiliki tujuan yang jelas dan terukur yang terhubung langsung dengan tujuan organisasi. Ini membantu menetapkan arah yang jelas dan mengurangi kemungkinan fokus pada aktivitas yang tidak produktif.
Lakukan evaluasi kinerja kita secara teratur, baik dalam bentuk review tahunan atau lebih sering jika diperlukan. Evaluasi ini harus melibatkan diskusi yang terfokus pada pencapaian hasil konkret dan dampak yang dihasilkan.
Jangan hanya berfokus pada kuantitas atau penyelesaian tugas, tetapi juga kualitas dan dampaknya. Berikan umpan balik yang jelas tentang bagaimana kontribusi kita mendukung tujuan organisasi.
Buat lingkungan di mana kita merasa nyaman untuk berbagi kemajuan kita dan meminta bantuan jika diperlukan.
Minta bantuan atasan atau teman lainnya untuk mengembangkan keterampilan manajemen waktu yang efektif dan memprioritaskan tugas-tugas yang benar-benar penting.
Kesimpulan
Fenomena "pura-pura sibuk" atau "fake productivity" adalah kondisi di mana seseorang tampak sangat sibuk namun sebenarnya tidak melakukan pekerjaan yang bermanfaat atau bernilai.
Banyak individu yang berpura-pura sibuk untuk memberikan kesan bahwa mereka produktif dan berkomitmen, padahal kenyataannya mereka tidak melakukan pekerjaan yang berarti
Dengan memahami dan mengatasi fenomena pura-pura sibuk, kita dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan di tempat kerja, serta mencapai tujuan secara lebih efektif dan berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H