Aku melepaskan pelukanku. Aku berjalan meninggalkan Febi yang masih setia memperhatikanku dari jauh. Sob, semoga Allah meneguhkan keinginanmu, semoga hatimu senantiasa istiqamah, dan semoga kita masih diberi umur panjang untuk bertemu lagi.
***
Ti …, aku udah pakai kerudung.
Sms ini kuterima sehari setalah aku tiba di Cirebon. Subhanallah. Air mataku langsung saja menetes. Kubalas smsnya segera.
Barakallah. Aku senang banget Bi. Aku senang banget.
Sms balasan dari Febi langsung tiba di hapeku.
Syukran ya Ti. Syukran. Ah, coba kamu berangkatnya hari ini, kamu kan bisa lihat aku pakai kerudung, hehehe. Oh iya, Om aku yang di Jakarta ngirimin aku uang buat beli baju lengan panjang dan rok. Dia senang banget pas aku cerita ke dia tentang niatan aku, Ti.
Aku tertawa kecil membaca sms dari sahabatku itu. Aku tertawa bahagia sekaligus haru. Aku jadi teringat dengan pesanku untuknya malam itu, malam sebelum aku berangkat ke Cirebon:
Bi …, Rasulullah pernah bersabda kalau kita disuruh untuk bersegera dalam kebaikan. Jika sudah ada niat, yuk dilaksanakan karena tak ada satu orang pun di dunia ini yang tahu kapan ia mati. Tak ada yang tahu apakah besok masih diberi nafas atau tidak.
Jangan cemas. Yakin sama Allah. Kalau kita menolong agama Allah, maka percaya, Allah akan menolong kita. Jangan karena kesulitan materi, kekurangan pakaian, lantas membuat kita menunda-nunda sebuah kewajiban. Bukankah semua itu ujian? Dan Allah tidak pernah memberikan ujian pada hamba-Nya kecuali hamba itu mampu melewati ujian tersebut kan? Jadi seberat apapun halangan kamu saat ini untuk menutup aurat, maka yakin, insyaAllah kamu bisa melewatinya. Yakin sama Allah Bi. Dia adalah zat yang Maha Kaya, Dia Maha Pemurah.
Sekali lagi aku tersenyum. Kuhapus air mata yang membasahi kedua pipiku.