“Anti …!!!” seorang wanita berteriak menyebut namaku. Wanita itu berada di atas becak yang sedang bergerak mendekatiku. Gelap. Saat itu gelap, aku tak bisa melihat jelas wajah wanita itu sampai akhirnya dia turun dan menghampiriku.
“Febi …???” kataku memastikan.
“Iya …” jawabnya cepat.
“Assalamualaykum …” kataku tersenyum sembari mengulurkan tangan.
“Wa alaykum salam …” balasnya sembari tersenyum manis menggenggam tangan kananku.
Febi. Dia sama dengan fotonya di FB. Dia juga sangat periang, sama dengan penilaianku sebelum kami bertemu. Dia bercerita ini dan itu. Aku pun sama, aku tak kalah ‘cerewetnya’. Kami seperti dua sahabat yang dulu terpisah dan akhirnya dipertemukan kembali. Begitu banyak cerita yang terurai malam itu. Dari atas becak sampai di kamar kosannya, cerita kami terus mengalir.
“Aku seneng banget Ti, aku senang bisa temanan dengan kamu dan akhirnya bisa ketemu kamu.” akunya malam itu menatapku.
“Aku juga kok Bi. Aku senang kita akhirnya bisa ketemu.” Balasku.
Febi menatapku takjub. “Aku nggak nyangka loh kalau jilbabmu sebesar ini. Subhanallah, aku suka. Aku juga mau berjilbab Ti …” tandasnya.
Lagi-lagi aku tersenyum. Niat berjilbabnya memang sudah ia utarakan sejak dulu tapi kendala demi kendala masih ia hadapi, salah satunya minimnya pakaian yang berlengan panjang dan rok di lemarinya. Lemarinya hanya dipenuhi celana jins dan kemeja pendek. Kerudung? Jangan tanyakan, tentu tidak ada meski selembar.
“Aku punya sesuatu untukmu Bi …” Kataku sembari mengeluarkan isi tas berwarna pink. “Nih …,” lanjutku menyerahkan sebuah bungkusan dari kertas koran. Febi membukanya cepat. Ia sudah tak sabar ingin melihat isinya.