Mohon tunggu...
Asya Gunadi
Asya Gunadi Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Memilih untuk memulai hobi baru.

Seorang ibu rumah tangga, yang senang membaca dan menulis. Menyukai hal berbau seni, dan seorang nutrisionis bagi keluarga kecilnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Disiden Abadi

9 Maret 2023   11:00 Diperbarui: 9 Maret 2023   11:01 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ini sudah ke empat kalinya kita di panggil ke sekolah Dion. Kita nggak bisa mendiamkannya terus, anak-anak butuh pengawasan." Kata mas Anton serius.

"Iya tapi gimana caranya, aku kan kerja mas. Dion harus di bawa konseling ke psikolog.  Mungkin kira harus mulai mencadangkan biaya untuk konsulnya, aku akan cari info dimana tempat konseling yang bagus." Kataku sambil mengambil gawai di tas ku. Tapi tiba-tiba, Mas Anton menepis tanganku hingga gawaiky terjatuh ke lantai dengan keras.

"Mas!!" Seruku merasa terkejut dan tak menerima gawaiku dijatuhkan seperti itu.

"Bukan psikolog yang paling Dion butuhkan saat ini. Tapi Kau! ibunya. Apa kamu sadar, kamu tak pernah luangkan waktu untuk anak-anak, kerjamu sibuk melebihi aku yang pencari nafkah utama. Pulang lebih dari jam 8 malam dan ketika ada di rumahpun kau tak pernah luangkan waktu untuk mereka, sekalinya sama mereka. Kamu selalu marah-marah." Kata mas Anton dengan marah.

"Aku tidak melarangmu bekerja, tapi bijaklah mengatur waktu. Apa yang kau dapatkan dari mendedikasikan diri di kantor? Anak-anak menjadi tak terkendali karena kau terlalu sibuk."

"Mas juga harusnya ikut berperan dong. Jangan bisanya nyalahin aku aja. Kapan mas terakhir main dan berusaha deketin anak-anak. Nggak pernah tuh!" Kataku membalas tuduhan mas Anton.

"Kamu kira siapa yang antar jemput anak-anak sekolah. Dan memandikan mereka. Memastikan mereka sarapan dan makan malam dengan baik. Kamu kira seragam dan buku sekolah mereka diatur oleh mereka sendiri? Aku yang lakuin semua. Bagaimana kamu bisa tahu aku tak melakukan apapun demi mereka, sementara duniamu hanya pekerjaanmu, kamu pergi sebelum jadwal mereka berangkat sekolah dan pulang ketika mata mereka sudah terpejam. Tak ada aku ataupun anak-anak di otakmu. Pikirkan, sekarang kau mau pilih siapa, keluargamu atau kerjaanmu!" Seru mas Anton sambil pergi membanting pintu dan meninggalkan aku sendirian di kamar itu.

               Hatiku merasa tak terima di kritik seperti itu. Aku mengejar mas Anton dengan tangis yang tak bisa ku bendung.

"Apa mas sekarang menyalahkan aku? Aku bekerja untuk membantu keluarga kita. Mas sama sekali nggak ngehargai kerja keras aku selama ini. Bisanya hanya menyalahkanku saja!"

"Apa kamu pikir aku gak sanggup buat nafkahi keluargaku sendiri? Apa menurutmu penghasilanku tidak cukup, hah? apa dengan mu bekerja membuat keluarga kita kaya? Nggak Weni. Kita tetap di sini. Dan anak-anak menjadi nakal."

"Pokoknya aku gamau berhenti kerja! Sudah susah payah kuraih jabatan ini di usiaku sekarang. Jangan jadi musuhku mas, aku tahu kamu ga akan begitu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun