Mohon tunggu...
Asya Gunadi
Asya Gunadi Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Memilih untuk memulai hobi baru.

Seorang ibu rumah tangga, yang senang membaca dan menulis. Menyukai hal berbau seni, dan seorang nutrisionis bagi keluarga kecilnya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Disiden Abadi

9 Maret 2023   11:00 Diperbarui: 9 Maret 2023   11:01 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Dion tidak mengalami kekerasan di rumah, kami memperlakukannya dengan baik, tak pernah sekalipun kami memukul Dion." Sanggah mas Anton tak terima.

" Dion mungkin tidak mengalami kekerasan fisik, tetapi bisa jadi dia mengalami kekerasan mental. Apakah anda sering memarahi Dion?" Tanya psikolog itu lagi.

                Aku dan mas Anton terdiam dan saling pandang. Kuhela nafasku panjang, aku tahu karena ini sedikit banyak akibat ulahku.

" Yah, saya beberapa kali sering memarahi Dion karena dia anak yang nakal dan sering membuat masalah." kataku mengakui.

                Psikolog itu tersenyum seakan mendapat sebuah dugaan yang tepat sasaran. Ia kemudian membuka sebuah catatan dan disodorkannya catatan itu pada kami.

"Perilaku impulsif Dion tidak di dasari dari kelainan tumbuh kembang dan emosionalnya, Dion memiliki IQ bernilai rata-rata dan cendering berprestasi sesuai dengan perkembangan usianya. Ia juga tidak mengalami kesulitan belajar dimana hal itu menandakan Dion bukan anak berkebutuhan khusus. Saya yakin ini karena kesalahan dalam pola asuh. Mohon maaf jika hal ini terkesan menyalahkan anda, tapi begitulah yang saya lihat." Jelas psikolog itu menohoh hati kami.

             Saat ku coba untuk menyanggah, Mas Anton menggenggam tanganku menyuruhku untuk tidak berkata apa-apa dan menunggu penjelasan dari pihak psikolog hingga selesai.

" Jika anda berdua berkenan saya sarankan anda mengikuti kelas parenting dan mencoba untuk dapat konseling mengenai masalah ini lebih intens. " seru Psikolog itu sebelum kami meninggalkan sekolah tempat Dion belajar.

              Dion mengikuti kami untuk pulang ke rumah, akibat dari perbuatannya ia di skors untuk belajar di rumah selama 2 hari. Selama perjalanan Dion hanya menunduk terdiam. Menatap ragu pada mataku dan Mas Anton ayahnya. Selama di perjalanan pulang kami diam seribu bahasa, menunggu waktu yang tepat yaitu berada di rumah.

              Sesampainya di rumah Dion menghambur lari masuk ke dalam rumah, dan memutuskan untuk menghindari amukanku. Aku yang tak kuat menahan emosi hendak mengejarnya, namun tanganku di tahan mas Anton. Ia menatapku dengan serius dan mengajakku masuk kerumah dengan tenang.

"Weni, kita harus bicara!" seru mas Anton padaku dengan nada tegas namun masih memelankan suaranya. Kuikuti kemana mas Anton pergi. Dia mengajakku untuk bicara di dalam kamar kami, menghindari agar terdengar oleh Dion.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun