Review Skripsi Tradisi Pra Nikah 'Pasar Pitu' Pernikahan Adat Jawa Perspektif Hukum Islam ( Studi Kasus Di Desa Rantewringen, Kec. Buluspesantre, Kab. Kebumen)
Karya Nazizah Qonitatai, Angkatan 2019, Mahasiswa Fakultas Syariah, Prodi Hukum Keluarga Islam, UIN Raden Mas Said Surakarta
A. Pendahuluan
     TRADISI PRA NIKAH ' PASAR PITU ' PERNIKAHAN ADAT JAWA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ( Studi Kasus Di Desa Rantewringen, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen) merupakan skripsi dari Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, yang di susun oleh Nazizah Qonitati dari program studi Hukum Keluarga Islam, fakultas Syariah, yang di susun pada tahun 2023 guna untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum.
     Skripsi ini saya pilih untuk memenuhi tugas akhir semester 4 mata kuliah Hukum Perdata Islam Indonesia yang di ampu dosen Muhammad Julijanto. Tugas yang beliau berikan yakni mereview skripsi yang di sarankan untuk mengambil dari kampus sendiri guna untuk pelajaran membuat atau mengetahui gaya penulisan skripsi dari kampus sendiri, dan menambah ilmu pengetahuan atau ancang-ancang penulisan skripsi yang baik dan benar, serta menambah ilmu pada mata kuliah Hukum Perdata Islam Indonesia tersebut.
     Pembahasan dalam skripsi ini yakni mengenai bagaimana praktik serta pandangan masyarakat dan tokoh agama terhadap tradisi pra nikah 'pasar pitu' dalam pernikahan adat jawa di Desa Rantewringen, dan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap tradisi pra nikah 'pasar pitu' dalam pernikahan adat jawa di Desa Rantewringen. Tujuan dari penulis melakukan penelitian tersebut adalah untuk medeskripsikan praktik serta pandangan masyarakat dan tokoh agama terhadap tradisi pra nikah 'pasar pitu' dalam pernukahan adat Jawa di Desa Rantewringen, dan untuk mndeskripsikan pandangan hukum Islam terhadap tradisi pra nikah 'pasar pitu' dalam pernikahan Adat Jawa di Desa Rantewringen.
B. Alasan
      Sebagai keturunan Jawa, saya sangat tertarik dengan beberapa Adat Tradisi Jawa. Banyak ilmu Jawa atau keyakinan Adat Jawa ingin saya pelajari lebih lanjut, karna seperti yang kita tahu, banyak tradisi Jawa yang masih menyimpan banyak makna simbol yang belum kita ketahui. Apalagi dizaman sekarang banyak masyarakat jawa telah melupakan tradisi dari nenek moyang mereka. Mungkin dari beberapa masih melaksanakan tradsi tersebut, tetapi apakah mereka mengetahui makna yang terseinpan dari tradiri tersebut dilaksanakan?
     Maka dari dari itu disini saya tidak ingin nelupakan makna-makna yang tersimpan dalam tradisi tersebut, sekaligus mengupas rasa penasaran saya mengenai hal-hal mistis atau makna yang tersimpan dalam masing-masing tradisi Adat Jawa. Apalagi kini saya sedang berkuliah di fakultas Syariah jurusan Hukum Keluarga Islam, maka kali ini yang saya ingin mengetahui sedikit demi sedikit mengenai tradisi pra nikah dan tradisi nikah dalam adat Jawa menurut pandangan hukum Islam. Sebab saya berada pada jurusan Hukum Keluarga Islam, maka saya mengaitkanya dengan hukum Islam yang sesuai dengan jurusan saya. Karena dua hal ini bisa di bilang berkaitan, jadi bisa mempermudah rasa ingin tahu saya dan tidak juga meninggalkan kuliah saya.
     Bukan hanya itu saja, jika kita meneliti lalu mencocokan dengan hukum islam yang ada yang kita pelajari dalam jurusan ini, maka otomatis kita juga akan menelusuri asal usul serta kaidah makna yang tersimpan dalam tradisi tersebut. Ini akan mempermudah saya mengupas rasa penasaran dan pemahaman mengenai makna tradisi Adat Jawa yang ada beserta pendalam mata kuliah dalam hukum Islam saat ini mengenai pernikahan. Jadi dengan begitu saya dapat langsung menyelesaikan dua keterkaitan dalam perjalanan hidup yang saya pelajari saat ini, yaitu mengenai rasa ingin tahu saya mengenai Adat Tradisi Jawa dan kuliah saya di jurusan Hukum Islam saat ini.
C. Pembahasan
    Hasil review skripsi saya kali ini akan saya bahas mulai awal sampe akhir, setelah itu mungkin akan saya tambahka beberapa pendapat saya, kalua untuk mengenai saran penulisan mungkin saya masih belum bisa, sebab saya sendiri juga belum pernah membuat skripsi, jadi saran mengenai penulisan tidak akan saya bahas saja. Sejujurnya saya masih belum mengetahui skripsi yang baik dan benar itu seperti apa, seperti yang saja katakana di awal tadi saya belum pernah membuat skripsi, jadi belum tahu gaya penulisan, teknik, urutan atau apapun itu dalam skripsi yang baik dan benar itu seperti apa. Karena skripsi ini sudah di dukung dan di setujui oleh para dosen, jadi tentunya skripsi ini sudah baik dan benar, maka dari itu daripada saya mengkritik hasil penulisan tersebut mending saya mencotoh penelitian dan penilisan skripsi ini dengan baik. Dan yang akan sya bahas mungkin adalah materi yang ada dalm skripsi ini.
BAB IÂ PENDAHULUAN
    Mulai dari awal, skripsi ini di bagi menjadi lima bab. Pada bab pertama berisikan pendahuluan, dimana pendahuluan ini ternyata berbeda dengan pendahuluan pembuatan makalah saya. Karna memang saya belum pernsh menulis dan mengutip dari skripsi, sebab biasanya saya jika menulis mengutip dari beberapa artikel jurnal dan bebrapa buku sehingga saya belum pernah mengutip dari skripsi. Bagian pertama mengenai latar belakang masalah disini saya juga baru tau ternyata latar belakang masalah pada skripsi juga begitu banyak, berbeda dengan latar belakang masalah makalah yang biasa saya buat dengan teman-teman. Latar belakang masalah yang penulis teliti adalah bagaimana hukum Islam memandang tradisi pra nikah 'pasar pitu' yang ada di Desa Rantewringin, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen. Alasan penulis memilih penelitian tradisi pra nikah 'pasar pitu' tersebut dibanding dengan tradisi lainya karena pada dasarnya belum ada penelitian yang meneliti tradisi ini dengan sudut pandang hukum Islam. Penulis sepertinya juga tertarik terhadap tradisi ini karena terdapat perubahan pelaksanaan tradisi seiring berkembangannya zaman dan karena masyarakat yang berbeda pendapat mengenai pelaksanaan tradisi pra nikah 'pasar pitu' ini. Penulis menjadikan Desa Rantewringin sebagai lokasi penelitian karena didesa tersebut masih terdapat sebagaian masyarakat yang meyakini dan menjalankan tradisi tersebut di bandingkan desa-desa yang lain di Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen yang kebanyakan hanya sekedar mengetahui tradisi tersebut dan mengelar pernikahan dengan cara modern. Penulis juga mengatakan di Desa Rantewringin ini terdapat sekitar 70% masyarakat yang masih melaksanakan tradisi pra nikah 'pasar pitu'. Selain itu, masyarakat di Desa Rantewringin masih memegang erat budaya dan tradisi leluhurnya walaupun mereka sudah tidak terlalu faham dengan makna symbol yang terkandung dalam prosesi tradisi pra nikah 'pasar pitu' tersebut.
    Pada bagian kedua rumusan masalahnya penulis hanya mendapatkan dua rumusan masalahnya, yaitu bagaimana praktik serta pandangan masyarakat dan tokoh agama terhadap tradisi pra nikah 'pasar pitu' dalam pernikahan adat jawa di Desa Rantewringen, dan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap tradisi pra nikah 'pasar pitu' dalam pernikahan adat jawa di Desa Rantewringen.
    Lalu pada bagian ketiga mengenai tujuan dan manfaat penelitian dari penulis melakukan penelitian tersebut adalah untuk medeskripsikan praktik serta pandangan masyarakat dan tokoh agama terhadap tradisi pra nikah 'pasar pitu' dalam pernukahan adat Jawa di Desa Rantewringen, dan untuk mndeskripsikan pandangan hukum Islam terhadap tradisi pra nikah 'pasar pitu' dalam pernikahan Adat Jawa di Desa Rantewringen, sedangkan manfaatnya terbagi menjadi dua, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis yang terkandung yaitu harapan agar penilitian ini menjelaskan kejelasan hukum khususnya hukum Islam dalam praktek tadisi pra nikah 'pasar pitu' di desa Rantewringin, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, dan manfaat praktisnya yaitu diharapkan agar penelitian ini dapat menjadi wawasan yang lebih terperinci mengenai tradisi pra nikah 'pasar pitu' yang sudah dijalankan turun-temurun dari nenek moyang.
    Pada bagian keempat kerangka teori, penulis menggunakan dua kerangka teori, yaitu teori pernikahan dan teori konsep hukum Islam 'Urf. Disini saya juga merasa cocok antara teori dengan penelitian yang dilakukan penulis, sebab pada dasarnya penelitian ini memang berkaitan dengan pernikahan dan konsep hukum Islam. Dimana pernikahan sendiri kita sudah tahu banyak mengenai itu, namun sebelum itu biasanya ada isitilah khitbah, yaitu suatu permulaan dalam perkawinan yang di syariatkan oleh Allah agar para calon pengantin saling mengenal satu sama lain. Lalu berkaitan dengan 'Urf yaitu suatu kebiasaan yang sudah yang saling dikenal diantara manusia yang telah menjadi kebiasaan atau tradisi baik bersifat perkataan, perbuatan atau sekaligus disebut sebagai adat. Jadi bisa dikatakan teori ini memang berkaitan atau cocok dengan penelitian yang penulis skripsi ini lakukan.
    Tinjau Pustaka yang penulis tulis mengatakan behwa sebelumnya penelitian ini pernah dilakukan beberapa orang lain yang penulis kutip dari beberapa skripsi dan artikel. Namun dari penelitian yang dilakukan sebelumnya hanya membahas mengenai tinjauan hukum Islam terhadap praktik jual beli pasar pitu, maka perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penulis ini adalah focus penelitian yang menitikberatkan pada praktik tradisi pasar pitu sebagai tradisi pra nikah menurut hukum Islam.
    Metode penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian kualitatif, akran penelitian ini terjun langsung ke lapangan. Sumber data yang digunakan ada dua, yaitu data primer dengan prosedur pengumpulan data seperti pendapat masyarakat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat di sekitar Desa Rantewringin, dan data skunder dimana penulis sebelumnya juga membaca skripsi-skripsi terdahulu dan artikel yang relevan dengan penelitian ini. Lalu untuk lokasi dan waktu penelitian yakni tentu di Desa Rantewringin, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, dan untuk waktunya penulis mengatakan mulai dari tanggal 28 Maret 2023 sampai tanggal 13 Juni 2023. Untuk teknik pengumpulan datanya tentu saja melalui wawancara dan dokumentasi karena ini merupakan penelitian kualitatif. Terakhir teknik analisis data yang digunakan ada tiga, yaitu reduksi data yang dimana peneliti proses pemilihan dan penyederhanaan data yang diperoleh dari lapangan, tampilan data atau mengamati tampilan yang akan membantu peneliti melakukan tindakan analisis lebih lanjut berdasarkan pemahaman yang dilakukan setelah mengamati tampilan, dan penarikan kesimpulan yaitu proses menarik dan mengkonfirmasi kesimpulan setelah melakukan kondensasi data dan penganalisisan tampilan data.
    Pada bagian terakhir ini mengenai sistematika penulisan yang tentu dijelaskan oleh penulis, isi dari sistematika ini adalah penjelasan per bab yang baru saya ketahui juga, sebab dimakalah juga tidak ada penulisan seperti ini. Disini dijelaskan per bab mulai dari bab 1 pendahuluan, yang merupakan bagian umum dan menjadi dasar dalam penyusunan skripsi yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, metode penlitian, dan sistematika penulisan. Pada bab II mengenai landasan teori yang relevan dengan permasalahan penelitian tradisi pra nikah pasar pitu di Desa Rantewringin. Lalu pada bab III menjelaskan tentang deskripsi data penelitian yang menguraikan tentang gambaran umum praktik tradisi pra nikah pasar pitu di Desa Rantewringin. Selanjutnya pada bab IV mengenai analisis yang menguraikan hasil penelitian mengenai analisis pelaksanaan tradisi pra nikah pasar pitu di Desa Rantewringin. Dan yang terakhir pada bab V penutupan yang berisikan kesimpulan umum dari skripsi secara keseluruhan. Hal ini dimaksudkan sebagai penegasan jawaban atas pokok permasalahan yang telah dikemukakan serta saran-saran dari penulis yang kemudian diakhiri dengan daftar Pustaka sebagai rujukan serta lampiran yang relevan.
BAB IIÂ TINJAUAN UMUM PERNIKAHAN DAN KONSEP 'URF
    Pada bab ini terbagi menjadi dua pembahsan, yakni pertama mengenai pernikahan dan yang kedua mengenai konsep 'urf. Dimulai dari pembahasan pertama, yaitu pernikahan dalam Islam, yang di bagi menjadi enam bagian. Diawali dengan pengertian pernikahan, tinjauan pernikahan, dasar hukum pernikahan, rukun dan syarat pernikahan, pra nikah dalam Islam, dan diakhiri dengan pernikahan adat Jawa.
    Pada bagian pertama mengenai pembahsan pernikahan, penulis menjelaskan pengertian nikah secara menyeluruh. Ada yang pengertian secara bahasa dan ada yang yang berbentuk istilah, dan ada juga istilah-istilah lain yang penulis kutip dari ilmu fiqh dan beberapa pendapat menurut para Ulama' terdahulu, seperti Sayyid Sabiq, dan Sayuti Thalib. Penulis juga menjelaskan pengertian pernikahan menurut Undang-Undang dan Kompilasi Hukum Islam. Inti dari pengertian pernikahan adalah suatu akad atau ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warahmah.
    Lalu pada bagian kedua dalam pembahasan pernikahan penulis menejelaskan tujuan pernikahan. Tentu kita ketahui pernikahan mesti mempunyai tujuan, tidak hanya sekedar dilakukan akad pernikahan. Tujuan pernikahan yang penulis jelaskaskan, mengutip dari ayat Al-qur'an Surah Ar-Ruum ayat 21. Dengan begini sudah jelas bahwa pernikahan memiliki tujuan yang jelas dan di anjurkan dilaksanakannya pernikahan bagi kaum. Penulis terus menjelaskan, ayat ini juga menjadi landasan Kompilasi Hukum Islam Pasal 3 tentang tujuan pernikahan yang berbunyi " Perkawinan bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang Sakinah, mawadah, dan warahmah". Tidak hanya itu tujuan yang penulis kutip, penulis juga mengutip lengkap dari hukum positif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 dan mengutip dari beberapa pendapat lain.
    Pada bagian ketiga dalam pembahasan pernikahan dijelaskan mengenai dasar hukum nikah. Disini penulis menjelaskan dalil-dalil pernikahan yang penulis ambil dari beberapa dalil Al-qur'an dan hadist. Dalil Al-Qur'an yang penulis ambil yaitu Surah Ar-Ra'd ayat 38, Ar-Ruum ayat 21, sedangakan hadist yang diambil adalah hadist yang diriwayatkan Imam Hakim dalam Kitab Mustadrak Hakim, hadist yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Dzar dalam Kitab Shahih Muslim, dan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab Shahih Bukhari.
    Lalu pada bagian keempat dalam pembahsan pernikahan penulis menjelaskan mengenai bagian rukun dan syarat pernikahan. Dalam bagian ini tentu kita sebagai mahasiswa Hukum Keluarga Islam sudah mengetahui syarat dan rukunya. Disini penulis telah meneyebutkan semua syarat dan rukunya semuanya. Namun menurut saya, syarat dan rukun yang penulis tulis ini terlalu singkat. Penulis hanya menyebutkan secara singkatnya saja. Saya memang suka hal yang simpel, namun itu ada sedikit kekurangan, yaitu mengenai pemahamannya. Tentu bagi orang-orang yang baru belajar akan sedikit kebingungan dengan syarat dan rukun tanpa dijelaskan secara detail maksud syarat dan rukun tersebut.
    Selanjutnya pada pembahasan pernikahan, penulis menjelaska bagian pra nikah dalam Islam. Tentu kita ketahui, sebelum melaksanakan pernikahan perlu adanya persiapan yang matang baik persiapan lahir dan batin. Selain itu kita juga perlu saling mengenal calon mempelai pengantin untuk mengetahui karakteristik masing-masing mempelai. Untuk menciptakan kehidupan rumah tangga yang Sakinah, mawadah, dan warahmah kita juga perlu memilih calon meempelai pengantin yang sesuai dengan syariat agama. Disini penulis menjelaskan masa pra nikah yang ditetapkan dalam Islam, yaitu proses memilih calon pasangan sesuai syariat Islam yang penulis jelaskan sesuai dalil hadist yang penulis kutip dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, melakukan perkenalan atau ta'aruf sesusi dalil yang penulis jelaskan menurut Surah Al-Hujurat ayat 13, dan langkah yang terakhir adalah proses peminangan atau khitbah, yaitu setelah merasa cocok maka akan ada Upaya dari seorang laki-laki yang meminta kepada seorang perempuan untuk benar-benar menjadi istrinya secara umum ditengah masyarakat sebagai langkah awal pernikahan karena merasa cocok kedua calon pengantin tersebut. Dengan begini, maka akan meminimalisir adanya kekecewaan dalam pemilihan calon pasangan dan akan memberikan dampak yang besar bagi kedua calon mempelai pengantin terhadap terwujudnya dalam berumah tangga nantiya.
    Terakhir dalam pembahasan pernikahan adalah bagian mengenai pernikahan adat Jawa. Setelah saya membaca bagian ini, saya agak merasa kurang puas. Sebab sesuai judul dan pembahasanya adalah terkait pra nikah. Tapi pada bagian ini penulis malah menjelaskan pernikahan adat Jawa bukan menjelaskan pra pernikahan adat Jawa. Dalam pembahasanya penulis dengan gampangnya menjelaskan secara rinci, padahal dalam penelitian penulis berkata akan membahas mengenai pra nikah. Memang kedua ini ada hubunganya, akan tetapi bukankah kurang cocok pembasannya? Kenapa penulis tidak menjelaskan secara rinci pada bagian ini terkait pra pernikahan adat Jawa seperti pada bagian sebelumnya mengenai pra pernikahan dalam Islam, tetapi malah menjelaskan pernikahan adat Jawa. Dalam tradisi budaya pra nikah adat Jawa pun juga ada banyak, seperti terkait weton, masalah anak pertama dengan anak ketiga, terkait pernikahan di bulan Suro, dan masih ada banyak lainya. Tetapi penulis disini malah menjelaskan pernikahan adat Jawa seperti seserahan, panggih, siraman dan lainya. Memang ini semua ada kaitanya dengan pra nikah adat Jawa, tetapi bukankah lebih berkaitan lagi dengan wetonan dan lainya? Menurut pendapat saya memang begitu, tetapi jika pendapat saya ada salah atau kekeliruan, mohon dimaklumi, karena disini kita sama-sama belajar meng-upgrade diri kita masing-masing. Atau mungkin adanya perbedaan tradisi diantara daerah masing-masing, walaupun sama-sama Jawa tentu mesti ada perbedaan. Jadi mohon di maafkan jika keliru dan salah pendapat saya terkait pembahsan bagian terakhir ini.
    Selanjutnya pada bagian kedua pembahasan mengenai konsep hukum Islam 'urf dibagi menjadi lima bagian, yaitu pengertian 'urf, tujuan 'urf, kehujjahan dalil 'urf, macam-macam dalil 'urf, dan syarat-syarat dalil 'urf. Pada bagian pertama terkait pengertian 'urf, penulis sudah menjelaskan menurut para pendapat fuqoha, dan pendapat ilmu ushul fiqh. Jadi yang dimaksud 'urf adalah apapun yang sudah menjadi kebiasaan dan selalu dilakukan secara terus-menerus oleh masyarakat sehingga disebut juga sebagai adat kebiasaan.
    Pada pembahasan kedua bagian tujuan 'urf, penulis menjelaskan tujuan 'urf, tujuan yang ditulis penulis adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan kemudahan pada kehidupan manusia. Karena pada dasarnya adat telah mengakar dalam kehidupan masyarakat itu sendiri dan sulit untuk ditinggalkan karena adat tersebut berhubungan dengan berbagai kepentingan kehidupan masyarakat itu sendiri.
    Pada bagian ketiga mengenai pembahasab 'urf ini, penulis menjelaskan terkait kehujjahan 'urf. Banyak pertentangan Ulama' mengenai dalil 'urf yang digunakan sebagai dalil syara', sebab dikatakan bahwa dalil 'urf ini kurang kuat. Namun jumhur Ulama' menyetujui 'urf sebagai dalil syara' selama 'urf tersebut merupakan 'urf shahih dan tidak ada pertentangan dengan syariat Islam. Lalu penulis menjelaskan dengan mencantumka dalil Al-Qur'an dan hadist. Penjelasan yang jelaskan penulis sangat bermanfaat, sebab suatu hukum yang telah ditetapkan berdasarkan dalil 'urf, dapat berubah-ubah seiring dengan perubahan zaman, tempat, serta perubahan-perubahan lainya. Menurut saya dalil ini memang sesuai untuk digunakan dalil syara' pada masa kini, yang dimana kini banyak masalaah-masalah baru muncul dan itu tidak ada dasarnya pada Al-Qur'an dan Hadist. Jika suatu masalah tidak ada dalilnya pada Al-Qur'an dan hadist bagaimana kita menyelesaikan masalah tersebut? Maka jalan satu-satunya ialah dengan menggunakan dalil 'urf sebagai dalil syara'. Diatas juga sudah dijelaskan bahwa 'urf ini disetujui oleh jumhur ulama', jadi 'urf ini bisa dikatakan boleh digunakan sebagai dalil syara' untuk menyelesaikan permasalahan baru, asalkan 'urf tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam. Dan saya rasa penjelasan ini sangat membantu saya dan banyak memberi pemahaman saya terkait konsep hukum Islam 'urf.
    Selanjutnya pada bagian keempat dalam pembahasan konsep hukum Islam 'urf dijelaskan mengenai macam-macam dalil 'urf. Disini penulis menjelaskan macam-macam 'urf secara lenngkap dari berbagi segi, mulai dari 'urf berdasarkan sifatnya, lalu 'urf berdasarkan diterima atau tidaknya oleh syariat Islam, dan 'urf berdasarkan segi berlakunya. Jadi disini menurut saya sudah bisa difahami. Namu ada sedikit kekurangan yang menurut saya kurang jelas, yakni kurangnya pemberian contoh dari masing-masing bagian 'urf. Sebenarnya sudah bisa difahami terkait pembagian 'urf ini, namun agak sedikit kurang faham mengenai contoh-contohnya. Jadi jika penulis memberikan contoh dari masing-masing bagian 'urf, ini akan sangat mudah sekali untuk difahami.
    Pada bagian terakhir mengenai pembahasan konsep hukum Islam 'urf, penulis menjelaskan mengenai syarat-syarat dalil 'urf. Dalam penjelasanya penulis menyebutkan empat syarat yang harus dipenuhi agar 'urf dapat digunakan sebagai landasan hukum. Syarat-syarat yang penulis sebutkan yaitu adat yang berlaku tidak bertentangan dengan Al-Qur'an, adat yang dilakukan merupakan suatu kebiasaan dalam setiap muamalah masyarakat tersebut atau dilakukan oleh Sebagian besar masyarakat tersebut, tidak adanya kesepakatan sebelumnya mengenai penentangan adat yang berlaku, dan adat tersebut masih dilakukan pada saat permasalahan hukum muncul. Lalu penulis juga menyebutkan syarat-syarat lain menurut Abdul Karim bin Ali bin Muhammad al-Namlah didalam buku karangan Agus Miswanto yang telah disebutkan secara menyeluruh.
BAB IIIÂ GAMBARAN UMUM TRADISI PRA NIKAH 'PASAR PITU' DI DESA RANTEWRINGIN, KECAMATAN BULUS PESANTREN, KABUPATEN KEBUMEN
    Pada bab tiga ini penulis membaginya menjadi dua pembahasan. Pembahasan yang pertama yaitu kondisi geografis dan sosial keagamaan di Desa Rantewringin, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen. Dan pembahasan yang kedua yaitu praktik tradisi pra nikah 'pasar pitu' di Desa Rantewringin, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen. Saya disini seperti biasa akan membahas secara bergantian mengenai pembahasan ini.
    Pada pembahasan pertama penulis menjelaskan bahwa kondisi geografis Desa Rantewringin yaitu desa yang terletak di Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Rantewringin yaitu 1,46 km2 dibagi menjadi 4 RW dan 16 RT. Desa Rantewrigin berbatasan dengan Desa Tanjungsari di sebelah Utara, berbatasan dengan Desa Tanjungrejo di sebelah Timur, berbatasan dengan Desa Ambalkumolo di sebelah Selatan, serta berbatasan dengan Kecamatan Klirong di sebelah Barat.
    Penulis juga menjelaskan dari 3346 masyarakat di Desa Rantewringin, menurut data profil Desa Rantewringin, keseluruhannya merupakan masyarakat yang beragama Islam. Tidak ada warga yang memeluk agama selain Islam. Sarana peribadatan yang dimiliki Desa Rantewringin yaitu Masjid sejumlah 3 buah dan Musholla sebanyak 12 buah. Walaupun keseluruhan masyarakat Desa Rantewringin merupakan masyarakat Muslim, namun tidak seluruh masyarakat memiliki ilmu yang tinggi terhadap pengetahuan Islam khususnya Hukum Islam. Namun, aktifitas peribadatan masyarakat di Desa Rantewringin termasuk tinggi. Hal ini dibuktikan dengan aktifnya seluruh Masjid dan Musholla di desa tersebut.
    Lalu pada pembahasan yang kedua, penulis membaginya menjadi dua bagian, yaitu asal-usul tradisi pra nikah 'pasar pitu' dan tradisi pra nikah 'pasar pitu'. Pada pembahasan yang pertama mengenai asal-usul tradisi pra nikah 'pasar pitu' penulis menjelaskan berdasarkan beberapa sumber dan pengakuan warga Desa Rantewringin, asal muasal tradisi pasar pitu belum diketahui secara pasti. Pak Aspar, salah satu pengamal tradisi 'pasar pitu' mengatakan, masyarakat Jawa zaman dahulu sudah sangat lama mengamalkan tradisi ini dan sangat jarang ada orang yang mengetahui secara pasti asal muasal dan makna simbolisnya dari tradisi ini.
    Tradisi pasar pitu modern juga banyak mengalami perubahan karena masyarakat modern kurang memahami kondisi dan proses tradisi tersebut. Penyelenggaraan ritual dalam tradisi pasar pitu pada mulanya erat kaitannya dengan makna simbolik yang mistis dan gaib. Seperti pelaksanaan tradisi yang dibatasi waktu tertentu yaitu tujuh hari, pemilihan pasar sebagai tempat adat yang berjumlah tujuh pasar, larangan berbicara saat bepergian, dan pelaksanaan jual beli. transaksi-transaksi tersebut. Masyarakat Jawa zaman dahulu tentu mempunyai makna dan simbol-simbol tertentu, yang berkaitan dengan hal-hal mistis dan gaib serta mengatur dan menuntun perilaku masyarakat.
    Zaman dan generasi berubah, tradisi berubah, begitu pula tradisi, bahkan makna, pelaksanaan tradisi tidak lagi diperhatikan. Saat ini masyarakat yang melakukan upacara adat sudah tidak ada lagi yang berhubungan dengan hal-hal mistis, apalagi di masyarakat yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Mereka menggunakan dasar rasionalitas, efisiensi dan utilitas dalam setiap tradisi yang mereka lakukan. Masyarakat Jawa masih kental dengan tradisinya, meskipun pelaksanaannya hanya sebatas menghormati leluhur dan bangga terhadap tradisi yang dimiliki.
    Begitulah penjelasan mengenai asal-usul tradisi pra nikah 'pasar pitu' yang dijelaskan oleh penulis yang dapat saya fahami. Menurut saya penejelasan ini sudah cukup jika hanya ingin dimengerti, tetapi jika ingin mendalami makna tradisi pra nikah 'pasar pitu' ini masih kurang penjelasanya. Karena pada penjelasan ini tidak dijelaskan makna-makna dan symbol mistis yang terkandung dalam tradisi ini. Akan tetapi jika hanya ingin sekedar mengetahui secara singkat, seperti yang saya katakan tadi, penjelasan yang dijelaskan oleh penulis sudah cukup untuk difahami.
    Lalu pada bagian kedua terkait tradisi pra nikah 'pasar pitu' yang di jelaskan penulis dapat saya fahami. Lalu pemahaman yang bisa saya ringkas yakni, bawasanya tradisi pra nikah pasar pitu merupakan sebuah tradisi pra nikah adat Jawa yaitu tradisi belanja kebutuhan perkawinan yang dilakukan oleh orang tua mempelai yang akan menikahkan anaknya untuk pertama kalinya ke tujuh pasar dalam kurun waktu tujuh hari dengan cara berjalan kaki, selama perjalanan dan transaksi jual beli, tidak boleh mengeluarkan suara atau mbisu dan hanya boleh dengan isyarat.
    Salah satu warga Desa Rantewringin yang menjalankan tradisi 'pasar pitu' Ibu Eko Siliatsih mengatakan, tradisi pra nikah 'pasar pitu' adalah tradisi berbelanja di tujuh pasar berbeda selama tujuh hari atau sekarang tidak boleh tujuh hari, sesuai kemauan dan kemampuan pelaku tradisi 'pasar pitu'. Tradisi pasar pitu dilakukan oleh orang tua kedua mempelai yang menikahkan anaknya terlebih dahulu. Sebelum dan sesudah proses pembelian, diadakan acara slamet di tujuh pasar, memohon keselamatan kepada Allah SWT.
    Proses jual beli yang berlangsung juga unik, yaitu diam atau tidak boleh berbicara, sehingga tidak ada negosiasi atau pernyataan persetujuan. Selain itu, dedaunan atau kerikil harus diambil dari setiap pasar dan dibawa pulang untuk dibuang.
    Hasil wawancara penulis dengan para pelaksana tradisi pasar pitu menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pelaksanaan tradisi pasar pitu baik dari segi waktu maupun pelaksanaannya, meskipun berada dalam satu wilayah desa yang sama. Persamaannya terletak pada jumlah pasar sasaran yaitu tujuh pasar. Tidak ada aturan pasar mana yang boleh dikunjungi, namun tujuh pasar yang bisa dikunjungi untuk memenuhi tradisi pasar pitu yaitu: Pasar Tumengungan, Pasar Jatisar, Pasar Serun, Pasar Warung Pring, Pasar Bocor, Pasar Jogopaten dan juga Pasar Ambal. Pada dasarnya tradisi pasar pitu diawali dan diakhiri di desa Rantewringin dengan upacara slamet kecil-kecilan bersama tetangga atau kerabat terdekat. Tradisi ini dilakukan oleh orang tua calon pengantin, baik laki-laki maupun perempuan yang baru pertama kali menikah di keluarganya. Alasan menghormati tradisi leluhur desa Rantewringin mendominasi pelaksanaan tradisi pasar pitu.Â
    Bapak Aspar, salah satu pelaku tradisi pasar pitu mengaku belum mengetahui tujuan dan makna tradisi pasar pitu, begitu pula yang lainnya. Pak Aspar merasa lebih tenteram jika menjalankan tradisi tersebut dan kemungkinan besar akan khawatir jika tidak menjalankan tradisi yang telah lama dipraktekkan oleh nenek moyangnya. Meski tidak ada hukuman dari sudut pandang masyarakat atau tradisi itu sendiri, namun Pak Aspar merasa lebih bebas batin ketika menjalankan tradisi tersebut. Sebagai seorang muslim, Pak Aspar tidak mengaitkan hal-hal mistis dengan tradisi pasar Pitu ini. Pak Aspar hanya menghormati leluhurnya dan mengharapkan perlindungan dari Allah SWT.
    Lalu penjelasan lainya menurut pendapat mereka yang masih mempertahankan tradisi pasar pitu, mengatakan bahwa pasar pitu termasuk salah satu tradisi yang tidak memberatkan. Sebab, tidak ada persyaratan biaya yang spesifik dan out-of-pocket. Menurut mereka, cara tersebut merupakan sesuatu yang perlu dan tidak ada yang serius. Di Desa Lantewaringin, ada sebagian masyarakat yang tidak mengikuti adat istiadat pasar pitu sebelum pernikahan. Ada banyak alasan mengapa orang-orang ini tidak mengikuti praktik pasar pitu. Alasan warga Desa Rantewringin tidak mengikuti adat pasar pitu adalah karena tidak ada dalil Islam yang melarang atau menyetujui adat pasar pitu, sehingga mereka tidak ragu untuk meninggalkan tradisi tersebut.
    Dari hasil wawancara, dua dari tiga orang yang tidak bisa melanjutkan pasar pitu juga menyatakan tidak mempunyai kuasa untuk melanjutkan pasar pitu karena tidak memilikinya keluarga yang mewarisi tradisi masyarakat Jawa yang ditularkan. Menurut wawancara, sebagian besar masyarakat di Desa Rantewringin tidak mengetahui berapa banyak masyarakat yang masih memegang teguh tradisi pasar pitu. Namun di tiga desa Rantewringin, dua di antaranya menjalankan adat pasar pitu, di desa satunya meski sebagian besar masyarakatnya tidak mengikuti adat pasar pitu, tetapi ada Sebagian masyarakat yang masih mengikuti tradisi ini. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Rantewringin mengikuti adat istiadat pasar pitu.
    Ibu Nurhayati, salah satu ahli agama di Desa Rantewringin, mengatakan dia tidak mengetahui kontroversi spesifik yang berbicara tentang budaya pasar pitu. Menurutnya, segala amalan yang masih dilakukan masyarakat Islam saat ini, hendaknya dianggap sebagai amalan dan tujuan yang baik. Minimnya penyebaran ajaran Islam ke berbagai tempat dan rendahnya kesadaran masyarakat membuat masyarakat masih berpegang teguh pada tradisi nenek moyang. Saat ini, menurut Hamam, salah satu penjaga masjid Annur mengatakan bahwa praktik tersebut diperbolehkan jika tidak bertentangan dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai tradisi nenek moyang. Adat istiadat pasar pitu tidak boleh menjadi standar cinta, karena ada harganya dan meninggalkannya adalah dosa. Menurut tokoh agama desa Rantewringin, tidak ada unsur pelanggaran syariat agama dalam pelaksanaan praktik pasar Pitou. Kenyataannya, tidak ada konflik atau permusuhan antara warga yang melakukan praktik tersebut dengan yang tidak. Sebagai umat beragama, Ibu Nurhayati dan Gus Hamam selalu menghormati adat istiadat masyarakat desa Rantewringin.
    Begitulah penjelasan yang bisa saya rangkum dari sekian banyaknya penjelasnya penulis. Karena didesa saya tidak menggunakan tradisi tersebut, jadi saya kurang tahu mengenai tradisi ini, jadi saya tidak mau berkomentar mengenai pendapat para warga. Karna diawal saya juga mengatakan ingin mempelajari tradisi-tradisi Jawa yang belum saya pelajari dan ketahui. Jadi pembahasan diatas akan menambah pembelajaran saya dan sangat bermanfaat bagi saya.
BAB IVÂ PRAKTEK TRADISI PRA NIKAHPASAR PITU DALAM PERNIKAHAN ADAT JAWA, PANDANGAN TOKOH AGAMA, MASYARAKAT, DAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
    Pada bab empat ini penulis membaginya menjadi dua pembahasan, yaitu pembahasan mengenai analisi praktik tradisi pra nikah pasar pitu di Desa Rantewringin, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen, dan tinjauan 'urf terhadap tradisi pra nikah pasar pitu di Desa Rantewringin, Kecamatan Buluspesantren, Kabupaten Kebumen.
    Terkait pembahasan yang pertama penulis menjelaskan dengan sangat jelas dan banyak. Lalu setelah seluruh penjelasan ini saya fahami beberapa waktu, saya simpulkan diantara syari`at Islam sebelum melangsungkan pernikahan yaitu memilih calon pasangan sesuai syari`at Islam, ta`aruf( perkenalan), dan proses khitbah( peminangan). Dari banyaknya proses tradisi pernikahan adat Jawa, terdapat beberapa tahapan yang memiliki tujuan yang sama dengan syari`at Islam yang telah ditetapkan. Seperti tradisi notoni yaitu melihat kondisi mempelai pengantin perempuan yang memiliki tujuan seperti syari`at ta`aruf, ada pula tradisi nglamar atau meminang sama seperti proses khitbah. Lalu tradisi pingitan yaitu mempelai perempuan dan mempelai laki- laki tidak boleh bertemu satu sama lain.Â
    Masyarakat Desa Rantewringin, Kecamatan Buluspesantren, Kecamatan Kebumen sebelum melangsungkan akad nikah terlebih dahulu melaksanakan salah satu tradisi yang masih dijalankan hingga saat ini yakni tradisi pasar pitu. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Desa Rantewringin dengan adanya beberapa perubahan dengan tradisi yang dilakukan oleh nenek moyang Desa Rantewringin. Tradisi pasar pitu dilaksanakan setelah terjadinya peminangan dan sebelum dilaksanakannya akad nikah oleh mempelai laki- laki. Tradisi ini dijalankan oleh orangtua mempelai pengantin yang baru pertama kali menikahkan anaknya baik anak laki- laki maupun perempuan.Â
    Pelaksanaan tradisi ini dapat pula diwakilkan oleh orang lain jika orangtua mempelai berhalangan. Praktik pasar pitu diawali dengan adanya acara slametan oleh keluarga mempelai pada tetangga dan keluarga dekat. Selanjutnya, salah satu orangtua melakukan proses belanja di tujuh pasar yang berbeda baik di dalam Kabupaten Kebumen maupun di luar Kabupaten Kebumen.Â
    Masyarakat Desa Rantewringin tidak menjalankan tradisi pasar pitu dengan cara mendatangi pasar, satu pasar satu hari, namun menyesuaikan dengan kemampuan dan kesempatan waktu yang dimiliki. Selama di dalam pasar, masyarakat Desa Rantewringin yang melaksanakan tradisi pasar pitu tidak boleh berbicara sama sekali atau dalam istilah Jawa disebut dengan mbisu. Oleh karena itu, dalam transaksi jual beli, orang yang melakukan tradisi pasar pitu hanya menunjuk barang yang hendak dibeli dan menyerahkan uang pada penjual. Para penjual pun sudah paham jika orang yang datang tanpa berbicara sama sekali, ia sedang menjalankan tradisi pasar pitu. Sehingga penjual akan memberikan barang yang ditunjuk sesuai dengan uang yang diberikan oleh orang tersebut. Barang- barang yang dibeli oleh masyarakat Desa Rantewringin pada saat menjalankan tradisi pasar pitu tidak ada ketentuan yang pasti. Setelah selesai menjalankan tradisi pasar pitu, masyarakat Desa Rantewringin yang menjalankan tradisi tersebut mengadakan acara slametan sebagai bentuk syukur karena telah menyelesaikan melakukan tradisi pasar pitu.Â
    Dari data hasil wawancara pada tokoh agama di Desa Rantewringin yang dilakukan oleh penulis, dapat diketahui bahwa masyarakat Desa Rantewringin tidak ada yang mewajibkan untuk menjalankan tradisi pasar pitu. Namun, dua dari tiga dusun di Desa Rantewringin sampai saat ini masih melaksanakan tradisi pasar pitu sebagai bentuk penghormatan bagi leluhur- leluhurnya. Sedangkan satu dari tiga dusun di Desa Rantewringin tidak melaksanakan tradisi pasar pitu walaupun mayoritas masyarakat Desa Rantewringin melakukan tradisi tersebut.Â
    Kebanyakan dari masyarakat yang tidak melaksanakan tradisi ini dikarenakan keraguan terhadap hukum menjalankan tradisi pasar pitu ini. Jika dilihat dari sudut pandang Hukum Islam, tradisi pra nikah pasar pitu tidak memiliki hubungan dengan rukun dan syarat pernikahan. Tradisi ini juga tidak sejalan dengan tujuan dari syari`at pra nikah dalam Hukum Islam. Tradisi pasar pitu ini merupakan kebiasaan yang dilakukan leluhur Desa Rantewringin yang tidak mengikuti syari`at Islam karena tradisi ini sudah ada jauh sebelum Islam tersebar di Indonesia.
    Lalu pada pembahsan yang kedua saya simpulkan Kembali bahwa 'urf dalam Fiqih Islam diartikan sebagai suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau ketentuan yang dikenal oleh manusia dan telah menjadi tradisi. Dari pemaparan sebelumnya, dapat diketahui bahwasannya tradisi pasar pitu masih dilaksanakan oleh mayoritas masyarakat di Desa Rantewringin, meski terdapat perubahan pada proses pelaksanaan tradisi tersebut karena pergeseran waktu dan generasi. Meski demikian, tradisi ini masih banyak dijalankan sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi yang sudah dilakukan oleh nenek moyang masyarakat Desa Rantewringin secara turun-temurun.Â
    Menurut sebagian ulama ushul fiqh, urf bukan merupakan dalil syara yang berdiri sendiri dikarenakan tidak adanya nash yang membahas permasalahan 'urf. Jumhur ulama juga menyepakati bahwa `urf yang dibolehkan menjadi dalil syara merupakan urf yang tidak bertentangan dengan syara baik `urf `amm ataupun `urf khas.Â
    Jika dilihat dari segi objeknya, tradisi pasar pitu merupakan jenis urf amali yaitu `urf yang berupa perbuatan. Sedangkan jika dilihat dari segi cakupannya, tradisi pasar pitu masuk ke dalam `urf `amm atau adat yang berlaku secara umum di suatu wilayah. Selain itu, jika dilihat dari segi keabsahannya, tradisi pasar pitu termasuk dalam kategori `urf shahih atau `urf yang tidak bertentangan dengan dalil syara. Tradisi pasar pitu merupakan suatu tradisi yang tidak bertentangan dengan dalil syara`.Â
    Dalam filosofi Jawa, angka tujuh sering dilambangkan dengan manusia karena kata pitu yang diartikan dengan kependekan dari kata pitakon (pertanyaan), pitutur (nasehat), dan juga pitulungan (pertolongan). Tujuh dalam Islam juga banyak hal yang dikaitkan dengan angka tujuh seperti jumlah ayat pertama dalam al-Qur`an, jumlah kata dalam kalimat syahadat yaitu tujuh, jumlah thawaf sebanyak tujuh kali putaran, dan masih banyak lagi. Untuk itu, banyaknya jumlah pasar yang dikunjungi yaitu sebanyak tujuh pasar bukanlah suatu yang melanggar syari`at karena niatnya baik untuk mendapatkan pertolongan dari Allah SWT.Â
    Dengan terpenuhinya syarat-syarat urf dijadikan sebagai sandaran hukum dalam kaidah ushul fiqh sebagaimana menurut Abdul Karim seperti `urf bersifat umum, `urf diterima dan dikenal oleh mayoritas masyarakat, `urf terpelihara dalam pandangan manusia, `urf tidak bertentangan dengan dalil syara, dan `urf tidak bertentangan dengan `urf di tempat lain. Maka kebolehan menjalankan tradisi pasar pitu dapat dijadikan sandaran hukum bagi masyarakat Desa Rantewringin pada saat ini.Â
    Adapun kepercayaan bahwa tradisi pasar pitu merupakan sebuah tanggungan yang harus dilakukan oleh orang tua atau yang mewakilkan merupakan sebuah kepercayaan kepada ucapan-ucapan nenek moyang yang tidak sesuai dengan dalil. Oleh karena itu pentingnya niat yang lurus dan kepercayaan pada kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalam tradisi pasar pitu yang akan menentukan diterima atau tidaknya amal seseorang dihadapan Allah SWT.
BAB V PENUTUP
    Pada bab ini seperti umum biasanya berisikan kesimpulan umum dari skripsi yang ditulis penulis secarak eseluruhan. Hal ini dimaksudkan sebagai penegasan jawaban atas pokok permasalahan yang telah dikemukakan serta saran-saran dari penulis yang kemudian diakhiri dengan daftar pustaka sebagai rujukan serta lampiranyang relevan.Â
    Sekian hasil review skripsi yang bisa saya kerjakan. Jika ada kekeliruan atau kekurangan mohon dimaafkan, sebab kita disini sama-sama belajar untuk memperbaiki diri agar menjadi lebih baik lagi. Saya yakin tulisan saya diatas masih ada banyak kesalahan, dan msih ada beberapa kalimat yang kurang jelas. Namun semoga para pembaca bisa memahami, dan semoga tulisan saya hasil dari review skripsi Nazizah Qonitati bisa berguna dan bermanfaat bagi para pembaca.
D. Rencana
    Terkait rencana penulisan yang akan saya tulis, tentu saja ini akan berkaitan dengan tradisi adat Jawa. Lalu judul yang akan saya buat sekiranya " TRADISI PANTANGAN SEBELUM PERNIKAHAN 'WETONAN' DALAM ADAT JAWA MENURUT TINJAUAN HUKUM ISLAM". Lalu argumentasi yang saya berikan yakni, saya selama ini saya sering mendengar kata-kata wetonan, anak pertama tidak boleh menikah dengan anak ketiga, lalu ada kata-kata pantangan sebelum pernikahan lainya yang sering saya dengar sejak dahulu. Apalagi kini saat masa kuliah di Hukum Keluarga Islam, saya lebih sering mendengar kata-kata tersebut. Tetapi dari dulu guru-guru, ustadz, dan kini para dosen yang mengatakan kata tersebut tidak menjelaskan makna dari kata tersebut. Dari Sebagian yang mengatakan kata-kata tersebut pernah menjelaskan maksud dari kata tersebut, namun dari dalam diri saya masih kurang puas dengan maksud yang dijelaskan.
    Lalu disini saya ingin mengupas secara tuntas makna dari salah satu tradisi Adat Jawa yang disebut 'wetonan' tersebut agar bisa memahami makna dari kata tersebut. Saya melilih tradisi 'wetonan' sebab tradisi mungkin akan berguna bagi saya jika ingin melaksanakan pernikahan nantinya. Makna wetonan ini digunakan bagi seluruh adat yang menggunakan tradisi ini, berbeda dengan anak pertama dengan anak ketiga yang hanya berlaku bagi anak pertama dengan anak ketiga. Saya ini anak kedua jadi mungkin makna anak pertama dengan anak ketiga ini tidak beralaku untuk saya, maka dari itu saya memilih makna tradisi 'wetonan' yang berlaku bagi pengguna adat Jawa. Didaerah saya kini juga masih menggunakan tradisi adat jawa dan masih kental mengenai tradisi wetonan tersebut. Jadi kini semakin membuat saya tertarik mengenai makna dan simbol yang tersimpan dalam tradisi wetonan tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H