Mohon tunggu...
Astrining Tiyas
Astrining Tiyas Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Hobi suka mencicipi makanan, suka baca novel, lebih suka webtoon, orangnya pendiem, tidak banyak gaya, dan Ibu anak satu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

What's Love?

15 Oktober 2022   18:12 Diperbarui: 15 Oktober 2022   18:16 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

What’s LoVe?

            Hari yang cerah dengan tahun ajaran baru, aku duduk di kelas 2 SMP. “SMP YAPALIS”, namaku Dhea Ananta, panggil saja aku dhea.

“Dhea tunggu”, memanggil dengan lembut.

Akupun menoleh “,ia”.

“Bareng masuk yuk”, tersenyum manis padaku.

            Rasanya tak karuan ketika dia panggil namaku dengan tersenyum manis padaku. Yah dia adalah Bagas Amar teman satu kelas saat ini.

“Dhea-dhea aku deg-degan bila bersama dia… ini apa sih maksudhnya ya?” Fema curhat.

“Apa fem, siapa?”

Ku lanjutkan Kembali “apa kamu suka Fem sama seseorang, memangnya siapa sih?”

“Mungkin, siapa sih yang tidak kagum dengan Amar itu loh Dhe” menunjuk Amar.

            Orang yang membuatku merasa bahagis bersamanya, ternyata aku juga suka dengan Amar, cinta pertamaku. Kan tetapi sahabatku menyukainya juga. Akankah ini pudar? Memang masih di bangku SMP, masih teringat akan Fema yang menyukai seorang Amar.

***

            Lamunanku terpecah saat guru memanggilku, Amar juga yang memecahkan ini.

“Dhe, dipanggil Bu guru loh, ini jawabanku cepet maju sana” bukunya disodorkan kepadaku.

“Hmmm, maju sekarang ini? Ia-ia aku maju, bukunya tak bawa ya, nomor berapa?” kebingunan

“No 7 yang B, sudah jangan banyak tanya cepet maju saja sudah ada jawabannya”.  

            Fema saat itu sedang ke toilet, Amar duduk 2 bangku dibelakangku. Yah penolong juga dalam kelamunan yang tak pasti ini.

“Makasih ya Mar, oi aini bukunya.” Aku hanya meringis menyodorkan bukunya Amar.

“Sama-sama dhe”.

“Maaf yah dhe, tadi kamu mengerjakan di depan apa bisa? Aku aja pura-pura ke toilet, taulah aku kan nggak suka dengan Bu Hena, udah ketus, nunjuk-nunjuk kalau maju lagi, soanya pun susah-susah.” Fema yang sembari masuk setelah Bu Hena keluar dari kelas.

            Memang Bu Hena guru fisika ini, banyak murid yang tidak suka dengan beliau, tapi aku hanya yaudah nggak apa-apa, ngga bisa juga ngga apa-apa. Fema selalu alasan ketika pembelajaran Bu Hena.

“Maju, ya bisa donk” senyum lebarku, ku tunjukkan ke Fema. Jika Fema tau aku di bantu Amar, mungkin nanti pikirannya buruk tentangku.

            Hari ini adalah hari yang bahagia sekali, dari dia menyapaku, mengajakku masuk ke sekolah bareng, membangunkan ketidaksadaranku di kelas, membantu mengerjakan tugas. Akan tetapi di balik semua itu Fema sahabatku sendiri juga menyukai Amar.

***

Malampun tiba…

Handphone ku berdering ternyata dari Fema..

“Hallo Dhea, hmm, lusa Ammar ulang tahun nih, enaknya dikasih kado apa ya Dhe, bantuin donk?”

“Lusa? Bukannya lusa itu tanggal 9 desember ya Dhe? Dan hari lahir sama denganmu ya?” jawabku, sontak terkejut dan memang lupa dengan hari ulang tahun Ammar.

“Jodoh mungkin, hehehe… hmm gimana kalau beli jam tangan aja Dhe? Mungkin Ammar suka?”

“Kamu punya uang kah Fem? Eh ia bukannya kamu sekarang di pondok, pulang ya?” sahutku.

“Ia tadi sore pulang, adekku sakit gitu, oke deh beli jam tangan aja ya Dhe, uang jajanku sudah aku kumpulin kok buat beli kado Ammar. Maap ganggu malem-malem Dhea, aku tutup ya, assalamu’alaikum”..

“Waalaikumsalam…”

            Memang Fema dan Ammar ada di lingkungan pondok pesantren, sekolah kami pun campuran ada yang pondok pesantren dan tidak.  

Tapi aku memang tidak mau mondok sedari awal. Sampai segitunya perasaan Fema dengan Ammar, memang kami masih dibangku sekolah menengah pertama, mungkin aku juga merasakan cinta tersebut sebatas cinta monyet saja.

Fema dateng nyamperin aku di kelas, dan dia certain semua tentang kadonya yang di terima oleh Ammar.

Sejauh usaha yang kulakukan, tetep minder hanya sekedar memberikan ucapan selamat ulang tahun. Ammar memang idola kelas, juara kelas, sedangkan aku, pelajaran saja susah masuk dalam pikiran.

Tak terasa UN (Ujian Nasional) kelas IX SMP Yapalis dilakukan. Rasa ini masih teteap sama dengan Ammar. Dia amat hebat Juara 1 dengan nilai tertinggi. Walaupun aku juga tidak buruk-buruk amat. Kisah cinta Fema pada Ammar, juga cintaku pada Ammar dibangku SMP akan ku ingat selalu, Fema keluar pondok dan melanjutkan sekolah sama denganku. Entah bagaimana dengan Amar..

***

Aku siap dengan seragam putih abu-abu SMA, dengan perasaan masih tetep untuk Ammar.

“Akhirnya sampai juga di sekolah” ku tuntun sepeda miniku.

“Mbak,, awass.. saya mau lewat.” Sosok pemuda bermotor ninja.

“Wah, basah lagi rokku, ngga lihat apa ada genangan air sebelum masuk gerbang tuh orang.”

Sosok pemuda itu lari padaku, yang sedang bingung rok baruku basah karenanya.

“Maaf sekali mbak, roknya basah ya?” menundukkan kepalanya padauk.

“Ia, tidak apa-apa kok, kamu anak baru ya?” sahutku.

“Ia, minta tolong mbak, tunjukkan kelas X.D sebelumnya kenalkan namaku Beno Prayoga, mbaknya?” mengulurkan tangannya.

“Oh, aku juga di kelas X.D, bareang saja, aku Dhea.” Sembari tanganku bersalaman dengannya.

            Akupun masuk bersama dengan Beno di SMA Bakti kelas X.D. Fema juga satu sekolah denganku di SMA ini, namun kelas kami berbeda, Fema di kelas X.B, meskipun beda kelas, kami masih berkomunikasi dengan baik.

***

Setelah bel pulang sekolah berbunyi..

Kringg…kring….kring…

Aku pulang dengan sepeda miniku, perasaanku bingung tak karuan, kenapa si Beno sepertinya membuntutiku sampai rumah? Buat apa coba?

Dan ternyata dia penghuni rumah baru disebelah rumahku.

“Hai Dhea, yuk mampir, eh ternyata kita tetanggaan nih, wah pasti seru!!” teriaknya sambil menutup gerbang rumahnya.

“Oh ia Ben, terima kasih”, melempar senyum padanya.

Sampai di rumah..

Lelah yang begitu lelah, dari kecipratan air, sampai di rumah ternyata tetangga, apa lagi besok, entahlah, ku nikmati rebahan di Kasur kamar yang amat nikmat hmm..

“Dhea…” Ibu memanggilku,

“Ia Bu, tunggu sebentar.”

“Ada apa bu? Butuh bantuan?” sahutku sambil meringis.

“Ini tadi ibu buat kue, coba anter ke tetangga baru kita ya nak, bukannya dia satu sekolah denganmu kan? Tadi mama nya cerita ke ibu Beno sekolah di SMA Bakti kan itu sekolah kamu Dhe, apa jangan-jangan satu kelas juga?” tanya ibu yang semangat kepadaku.

“Hmm, ia Bu, udah satu kelas, satu sekolah, eh tetangga. Hmm. Ibu tau tadi pagi, mana rokku basah kena motornya si Beno, kan bikin kesel juga bu.” Gerutuku tentang Beno.

“Tidak apa-apa nak, cobalah sapa tetangga baru kita, yang akrab ya, disini kan kamu sekolahnya lumayan jauh juga, Ibu tidak punya uang buat beliin Dhea motor, maafin ibu ya Dhe”. Terasa air matanya jatuh mengenai pipinya yang sudah mulai menua.

“Ibu, Dhea tidak apa-apa meskipun Dhea harus naik sepeda tiap berangkat sekolah, sejak SMP sampai SMA ini Bu. Sudah sangat bersyukur bisa jadi anak Ibu. Udah bu, jangan sedih, Dhea pasti bisa menjadi orang yang sukses nanti. Doa ibu buat Dhea selalu ya”. Akupun memeluknya, menghibungnya agar tidak terlalu meratapi kesedian kami.

Aku pun setelah bebersih dan berberes, pergi ke rumah Beno untuk mengantar kue padanya. Ternyata si Beno sedang mandi, yang nerima adalah mamanya. Sejak saat itu orangtua Beno sangat baik padaku dan keluargaku, dan sejak saat itupula hari-hariku bersama Beno.

            Dari berangkat ke sekolah aku selalu di ajak naik motornya yang gede itu, pulang sekolahpun demikian. Hari-hariku jga bersama Beno, tapi Ammar masih tetap ada di dalam ruang hatiku.

Saat di parkiran sekolah, waktu itu aku masih ingat dengan Ammar yang mengajakku masuk ke sekolah bareng.. apa kabar kamu Mar?

Waktu ku turun dari motor si Beno, tiba-tiba ku dengar suara seseorang yang memanggil Ammar.

“Hey bro Ammar, tunggu woy…” semakin jelas.

Berulang-ulang nama itu terdengar dan semakin jelas, apa ini sebuah khayalanku saja atau memang akau sedang rindu padanya? Hmm entahlah, mungkin aku berhalusinasi.

“Dhea, bengong aja, ntar kesambet loh, hahahaha”. Beno merangkul bahuku serta menggodaku.

“Hah apa? Nggak, apaan sih, nggak jelas.” Sahutku sambil berjalan bersama-sama dengan Beno.

Sampai satu kelaspun mengira aku dan Beno pacarana, memang selalu bersama-sama, ngga berangkat sekolah, pulang, ataupun pergi kemana. Selalu sama Beno, dia cuman teman sekaligus sahabat buatku tidak lebih daripada itu. Ternyata juga Beno anak yang pintar di kelas, kepintarannya mengingatkanku tentang Ammar lagi.

***

Ujian kejurusan telah tiba, yaitu IPA, IPS, dan Bahasa. Pengumuman itu di tempel di madding depan kantor guru. Semua murid kelas X sudah melaksakan ujian itu sesuai dengan kemapuannya masing-masing. Sekilas ku lihat nama yang tertera itu ada nama Bagas Ammar dalam kelas XI. IPA1, nama itu pasti bukan Ammar yang ku pikirkan. Siapa tau orang lain yang namanya sama.

Pada akhirnya aku sekelas lagi dengan Beno, di XI IPA 1. Dia memang pandai, tak sia-sia selama ini belajar bersama dengannya, setiap pulang sekolah. Ataupun ke tempat tongkrongan hanya sekedar kerja kelompok buat persiapan ujian kejurusan ini.

Kami pun berangkat sekolah bersama, di kelas pun aku duduk dengan Beno, karena ya tidak kenal semua teman satu kelas ini. Ada sih beberapa. Pelajaran pun di mulai, semua penghuni kelas XI IPA1 masuk ke dalam kelas, ku cermati satu persatu.

“Ada yang bisa menerangkan Bab Satuan Massa”? seorang guru fisika Bernama Bu Latif.

“Saya Bu” dua orang mengancungkan tangan berbarengan.

Dalam hati, jelas Beno, siswi perempuan itu, tidak asing bagiku. Entah siapa itu, padal belum tua pula, sudah lupa. Mereka secara bergantian menerangkan materi itu dengan lantang. Yah, Namanya Firza Maharani, dilanutkan Beno, setelah itu betapa terkejutnya aku. Ternyata Ammar, tapi Ammar dulu pakai kacamata, sedangkan ini tidak. Mungkin dia bukan Ammar yang dulu.

***

Memang benar siswa itu beneran Ammar, orang yang dulu teristimewa di benakku.

Enam bulan telah berlalu…

“Dhea,,” Ammar menyapaku, saat istirahat didepan kelas.

“Ia, masih inget berarti kamu Mar?” jawabku.

“Siapa sih yang tak inget Dhea, masihlah dalam benakku, serius”. Ammar mencoba duduk di sampingku.

“Penampilan baru nih, ada yang beda”. Balasku seraya senyum padanya.

            Suara Firza membubarkan percakapanku dengan Ammar, dia pun langsung pergi gitu saja setelah si Firza memanggilnya. Baru pertama kali sejak SMP satu sekolah dengannya, dia ngobrol denganku. Semuanya bubar karena Firza. Mungkinkah Firza menyukainya? Atau Ammar menyukainya?

            Tiap kali seusai sholat, jika Ammar memang benar dia bukan jodohku, tapi kenapa perasaan ini masih tetap menaruh hati untuknya? Entahlah…Fema pun tak terdengar kabarnya sejak kami beda kelas, meskipun dalam satu atap sekolah. Sekarang ia sudah mmepunyai kakasih baru, untuk Ammar mungkin sudah hilang.

“Ayo belajar bareng Dhea, tak terasa loh kita sudah kelas XII ini, sebentar lagi UN. Kamu ingin ke universitas mana Dhe?” tanya Beno yang sangat bersemangat.

“Yang jelas ke PTN lah Ben, kamu juga kan?” jawabku.

“Yah bener, yukk mari kita belajar yang serius demi masa depan”. Membuka buku khusus UN.

***

Pengumuman UN…

Aku sangat terkejut ternyata nilaiku tertinggi disusul dengan Ammar, kemudian Beno. Jelas yang pertama si Firza Maharani. Tak sia-sia aku belajar dengannya tiap hari. Dan hebatnya lagi aku di terima di UGM, Universitas Gadja Mada Jogjakarta. Beno diterima di universitas ternama di Jakarta di bidang kedokteran. Sedangkan aku hanya jurusan Design Grafis. Sedangkan Fema, Ammar, dan Firza tak ada kabar tentang mereka.

Dua tahun kemudian…

            Selama itu aku sudah di asrama UGM, dan satu asrama terisi 2 orang saja. Namanya Yanti Cahyani, orangnya super humble, penghibur dalam satu asrama.

Saat sepulang dari kampus, tiba-tiba Yanti membuka percakapannya,

“Dhea, aku punya sahabat Namanya Firza, Firza Maharani, nih fotonya cantik kan, pinter lagi!” menyodorkan foto Firza padaku.

“Loh itu temanku satu kelas di SMA Bakti Sidoarjo Yan,” Terkejut aku ternyata dunia tak selebar daun kelor.

“Ooh, ternyata ya nggak jauh-jauh amat kita ahahha”. Yanti ketawa renyah

“Dia ini sekarang diterima di perawat Dhe,” lanjutnya.

            Yanti adalah sahabat Firza, lalu bagaimana kabar Ammar? Ketika pikiran masih dipenuhi Ammar, disitu pula Beno selalu mengirim pesan lewat Email padaku.

“Dhea, bagaimana kabarmu sob? Baik kan? Tentu baik dong ya.. Oia akum au kasih kabar ternyata teman kita si Ammar sejurusan denganku, dan sekelas lagi aku dengannya, tiap-tiap hari kek bersaing sama Ammar, kebetulan banget kan? Padahal kita tak pernah tau keadaannya gimana.”

Ku baca lagi, ternyata Ammar baik-baik saja, perasaanku juga Bahagia dengar kabar tentangnya. Tiba-tiba handphoneku berdering dari Ibu..

“Anakku Dhea, apa kamu baik-baik saja nak?” tanya Ibu

“Baik Bu, gimana kabar ibu, Dhea harap juga baik-baik saja.”

“Beno juga sering cerita tentnag kabarmu, sering kali ia pulang. Sebenarnya ibu menelfon bukan maksud lain nak, hanya ingin membicarakan wasiat Ayahmu. Beliau sebelum meninggal, ingin sekali menjodohkan kamu dengan putra temannya. Setuju ya Dhe,?”

“Perjodohan Bu? Aku belum selesai semua baik skripsiku juga belum, kerjaan juga belum Bu, dan belum bahagiaian Ibu.” Seraya tersambar petir siang bolong ketika ibu berbicara tentang jodoh,

“Tenang, selepas kamu wisuda, orangnya baik, dokter sama seperti Beno, sopan juga, kenalan dulu dengannya.” Perkataannya lembut untuk membuat aku tak bisa berkata apa-apa lagi.

Lalu bagaimana tentang perasaanku pada Ammar, selama kuliah, banyak sekali laki-laki mendekat, tapi hanya ku anggap teman saja tak lebih daripada itu. Beda cerita tentang Ammar.

Haruskah aku melupakannya? Cinta pertama? First Love? What’s Love? Mungkin itu hanya cinta monyet sebatas menyukai sepihak, namun tak terbalas.

***

Sidang skripsipun di mulai, sudah ku lewati semuanya, sekian lama memang aku jarang pulang ke rumah, ku putuskan setelah wisuda nanti akan pulang, meskipun wisuda hanya sendiri, kasian ibu jauh-jauh ke jogja nantinya. Beliau pun mengiyakan.

Yanti juga bercerita bahwa Firza akan menikah dengan teman satu kelasnya dulu sewaktu SMA. Sontak aku terkejut, pikiranku tertuju pada Ammar, mungkinkah mereka menikah??

 Mungkin ini sudah jawabannya, dan harus ku terima amanah dari Ibu dan juga pesan dari Ayah tentang perjodohan itu.

Aku kembali ke Sidoarjo, dan ternyata sudah ada Beno dan calonnya di ruang tamu.

“Loh Beno, sama siapa? Tadi pas turun dari grab, mamamu bilang kamu mau nikah, gitu ya ngga cerita? Hmmm”. Sedikit rasa kecewa padanya.

Seorang perempuan berkerudung coklat keluar dari dapur, menyapaku.

“Hallo Dhea, nanti dating ya, acara nikahanku dengan Beno’. Melempar senyum padaku.

“Firza? Jadi yang nikah dengan Beno kamu Fir? Lalu Ammar?”

“Ammar denganku itu sepupuan, ya belum lah”. Jawabnya, seraya duduk disamping Beno.

“Kukira kamu pacarana dengan Ammar.” Perasaanku mulai bingung.

Suasana ramai di ruang tamu, antara aku, Beno dan Firza. Di sisi lain aku juga Bahagia, ternyata Ammar hanya saudara dengan Firza, dan Beno akan menikah dengan kekasihnya.

***

Malam ini keluarga calon tunanganku akan dating melamarku, tapi pikiranku masih bingung. Kami menunggu di ruan tamu..

“Hallo Dhea, selamat malam calon tunanganku”, tersenyum padaku.

“Selamat malam, Ammar?? Kamu Ammar kan??” berulang aku terkejut dengan kejadian ini.

“Ia aku Ammar teman satu kelas SMP hingga SMA, siapa sih yang ngga mau dijodohin denganmu Dhe. Karena mulai dulu, aku sudah menaruh perasaan padamu, akan tetapi ku pendam, karena ku merasa kamu suka dengan yang lain yaitu Beno. Ternyata Beno sudah cerita banyak hal tentangmu yang aku tak tau Dhea, terima kasih.” Membuka kotak cincin padaku.

Air mataku tak terasa jatuh membasahi pipiku, ternyata selama ini aku salah tentang Ammar, dan perasaanku tidak sepihak tapi kedua belah pihak.

Sang semesta mengetahui mana yang terbaik buatku dan untukku kelak.

“Yah aku terima Ammar”, ia memasangkan cincin di jari manisku.

Kamipun bertunangan, selang beberapa hari Beno dan Firza menikah. Mereka bahagia sekali, aku juga sangat senang melihat Beno sebahgia itu di saat pernikahannya. Dan aku juga bahagia sekali ternyata selama ini jodohku adalah Ammar, bulan Desember hari pernikahan kami.

What’s Love? Love is simple, fist love…

Sampai detik ini empat tahun aku bersama dengan Ammar, dengan kehadiran bayi lucu kami “Alfaasi Ammar”, terima kasih telah membawa cinta yang begitu rumit, dan telah menjadi Ayah dari keluarga kecil kami.

Bionarasi :

“Tiyas Alfaasi”, lahir 24 April 1995, ibu anak 1, hobby jajan, suka jalan-jalan, ibu karir di dunia Pendidikan, juga ibu rumah tangga, dan masih belajar menjadi istri yang sholehah di mata suami. Semoga senantiasa diberi keberkaahan dalam bahterai rumah tangga kami. “Segalagi kita mampu, pikiran kita dipenuhi hal postif, akhirnya akan baik-baik saja”.  jangan lupa Follow Ig : @astri_tiyas95 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun